29 Tahun Cemara 6 Galeri, Inda C. Noerhadi Bicara Perjuangan Tokoh Feminis Toeti Heraty

0
Inda C. Noerhadi saat membawakan sambutan di acara pameran koleksi pribadi dan Arsip museum Toety Heraty

Jakarta, BULIR.ID – Cemara 6 Galeri Museum genap berusia 29 tahun. Museum ini terletak di Kawasan Menteng, Jl. HOS Cokroaminoto No 9-11 Jakarta Pusat yang diprakarsai oleh seorang tokoh feminis Indonesia, Toeti Heraty. Di sana, terpampang semua karya seniman dan karya intelektual tokoh-tokoh terkenal yang dikoleksi Toeti Heraty sejak tahun 1959.

Selain sebagai tokoh feminis, Toeti Heraty sendiri juga merupakan seorang filsuf perempuan, sastrawan, intelektual, dosen, aktivis, pengusaha dan patron dalam bidang kebudayaan Indonesia yang mencakup bidang sastra, musik dan seni rupa. Tentang ini, Direktur Cemara 6 Galeri Museum, Dr. Inda C. Noerhadi memilki kesaksian sendiri tentang perjuangan dan karya-karya Toeti.

“Ada sosok seorang feminis, seorang filosof, seorang sastrawan dan lain-lain yang memiliki multi dimensi kekayaan dalam berbagai bidang dan ini patut diteruskan” kata Inda saat Pameran Koleksi Pribadi dan Arsip Museum Toti Heraty untuk mengenang 89 tahun sosok Amarhum Toeti dan 29 tahun usia Cemara 6 Galeri Museum, Minggu (27/11/22).

Pengunjung foto bersama Direktur Camera 6 Galeri Museum Inda C. Noehardy berlatarkan lukisan koleksi Toeti Heraty

Inda C. Noerhardi yang juga merupakan putri mendiang Toeti mengatakan, pameran koleksi pribadi ini dilakukan selain untuk memperkenalkan koleksi-koleksi Almarhum kepada publik dan masyarakat, juga untuk mengedukasi serta mengikat kembali komitmen dan cita-cita besar pencinta dan penggagum buah pikiran dan karya sang tokoh untuk terus dilestarikan.

“Koleksi yang dihimpun sejak tahun 59 memang belum pernah disosialisasikan ke masyarakat luas, ya. Di samping itu, tentu dari hasil karya-karya koleksi seni rupa ibu Toeti Heraty, Almarhum, juga ditunjang oleh arsip foto, buku dan karya tulis dan semuanya. Jadi ini memang maksud kami mensosialisasikan ke publik, jadi ada unsur edukasi”, kata Inda Noerhadi.

Untuk diketahui,  pameran ini berlangsung selama dua bulan dan diisi oleh acara-acara edukatif seperti talk show, sarasehan, dan diskusi-diskusi publik atas seluruh karya-karya Almarhum untuk mendapatkan relevansinya dengan situasi hari ini dan di masa-masa yang akan datang.

“Karena itu, kita ingin nanti mengadakan acara talk show dan bincang-bincang. Itu nanti tangal 17 sampi 21 Januari, ya tapi pamerannya sendiri sampai 28 Januari tahun depan”, katanya.

Pameran koleksi berjudul “mengembara adalah menanggalkan nama, melepaskan bumi benda-benda kemilau dipermainkan angin”, yang diambil penggalan puisi Geneva, pada bulan Juli tahun 1968, merepresentasikan perjalanan pikiran Toeti yang bersentuhan dengan budaya material.

Khususnya dalam dunia seni rupa, Toeti mempunyai tempat yang khusus, terutama terkait dengan koleksi seni rupa. Hampir seluruh koleksi Toeti, khususnya pada masa awal berkenalan dengan pard seniman, dan dunia seni lukis modern Indonesia, selalu menorehkan narasi personal.

Persentuhan Toeti dengan dunia seni rupa modern membuka horizon baru kepada perbendaharaan bahasa visual yang berpengaruh terhadap penciptaan puisi dan tulisan-tulisan esainya. Bahkan sampul beberapa buku atau jurnal yang diterbitkan dihiasi dengan gambar karya-karya lukisan koleksi Toeti.

Karya koleksi Toeti hampir kebanyakan merupakan karya seni rupa modern dengan berbagai langgam, seperti kubistik, abstraksi, simbolik, ekspresionistik, dekorativisme, realis. Bukan hanya lukisan tetapi mencakup patung, keramik, dan juga fotografi.

Para seniman dalam karya koleksi Toeti merupakan nama-nama besar dan penting bagi perkembangan seni rupa Indonesia, dan bisa dikatakan mereka adalah tonggak sejarah seni rupa modern. Di antaranya seperti S. Sudjojono, Affandi, Ahmad Sadali, Mochtar Apin, Kartika Affandi, Agus dan Otto Djaja, Nashar, Ahmad Sadalti, Trisno Soemardjo, Srihadi serta lain sebagainya.

Membentuk Institut dan Universitas

Semasa hidup Toeti Heraty menginginkan agar ada institut dan universitas yang fokus pada kebudayaan, filsafat, sastra dan pengembangan kreativitas. Ini sejalan dengan latar belakang Toeti Heraty yang punya perhatian penuh terhadap bidang-bidang tersebut di atas.

“Sebelum ibu Toeti wafat, beliau menginginkan adanya dua institutit yaitu prodi program studi kekayaan intelektual dan pengembangan kreativitas. Jadi, ini sedang dalam perencanaan untuk membentuk institutit dan universitas”, kata Inda C. Noerhadi.

Institut dan universitas ini nantinya akan mencakup dua prodi yaitu: kekayaan intelektual dan pengembangan kreatifitas. Pengembangan kreativitas mencakup enam bidang yaitu: Filsafat budaya, seni rupa, multi media, film, dan sastra. Juga akan ada kreatif-kreatif righting, etnomusikologi arsitektur tradisional.

Soal filsafat sendiri, Inda Noerhadi mengatakan, sekarang, minat terhadap filsafat di kalangan muda semakin tinggi. Dalam vestifal filsafat yang pernah diikutinya, Inda menyaksikan banyak anak milenial yang hadir dan mengambil peran secara aktif.

Ibu Toeti sendiri memiliki kecintaan penuh terhadap filsafat. Ia telah mempersiapkan ensikopledi filsafat Indonesia dan dua hari sebelum wafat, ia sempat  rapat Jaya Suprana dan tokoh-tokoh lain untuk menentukan hari filsafat Indonesia dan juga menentukan dua jilid ensikopledi filsafat Indonesia.

Pantauan awak media, di lokasi pameran terpampang karya dari para seniman antara lain Abas Alibasyah – AD. Pirous – Affandi – Arahmaiani – Arfial Arsad Hakim – Agus Djaja – Ahmad Sadali – Amrus Natalsya – Bagong Kussudiardjo – Barli Sasmitawinata – Basoeki Abdullah – Betsy Lucase Charlotte Panggabean – Dyan Anggraini – Dolorosa Sinaga – Eddie Hara – Entang Wiharso – Erica Hestu Wahyuni – Farida Srihadi – F. Widayanto.

Selain itu juga dipamerkan karya seniman G. Sidharta – Hendra Gunawan – Hildawati Sumantri – Iriantine Karnaya – Iwan Koeswanna – Kartika Affandi – Karren Matters – Marida Nasution S. Mella Jaarsma – Mochtar Apin – Mochtar Lubis – Nashar – Nyoman Gunarsa – Nunung W.S. – Otto Djaja – Paula Isman – Paul Husner – Penny Puma Cream – Philippe Ancellin – Popo Iskandar – Ratmini Soedjatmoko – Reni Anggraeni – Rio Helmi – Roelijati – Rusli – Ruud Venekamp – Salim – Semsar Siahaan – Setiawan Sabana – Sunaryo – Suparto – S. Sudjojono – Sri Astari Rasjid – Srihadi Soedarsono – Sri Haryani – Sriyani Hudionoto – Sri Warso Wahono – Timoer Bjerkness – Trisno Soemardjo – Umi Dachlan – Walter van Oel – Wiranti Tedjasukmana – Wiyoso Yudoseputro – Yani Mariani Sastranegara – Yanuar Ernawati – Zaini.