FILSAFAT, Bulir.id – Saat ini, merek barang tertentu mendikte cara hidup dan perilaku konsumen, memengaruhi budaya dan skala nilai mereka, dan membentuk pola pikir mereka.
Setiap perusahaan membutuhkan metode praktis yang memungkinkan untuk membentuk perilaku karyawan dan pelanggan. Ini bisa berupa kenangan atau ritual masa kecil yang menciptakan suasana keyakinan dan pemahaman, atau bahkan membangun pengalaman kebersamaan.
Tujuan dari sebuah merek adalah untuk mempengaruhi alam bawah sadar orang dan dengan demikian membangkitkan emosi, loyalitas, dan keyakinan pada merek tersebut. Jadi, mengapa orang merasa lebih baik saat memakai barang bermerek? Apakah mengenakan pakaian mahal membuat mereka merasa lebih percaya diri? Bagaimana merek seperti Gucci, Chanel, Louis Vuitton, dan lainnya mengendalikan orang?
Memahami Merek Mewah
Merek mewah adalah produk, layanan, atau pengalaman yang memiliki nilai persepsi tinggi karena eksklusivitas dan kualitasnya. Merek-merek ini diasosiasikan dengan kekayaan dan status, serta gaya hidup tertentu.
Selama berabad-abad, merek telah digunakan untuk membedakan produk satu sama lain. Merek adalah praktik kuno, sejak awal tahun 2000 SM. Saat itu, pedagang akan menggunakannya untuk menandakan kepemilikan barang dan aset mereka saat menjual di pasar yang berbeda. Dengan menggunakan merek literal, pedagang ini mampu membedakan diri dari pesaing dan membangun kepercayaan dengan pelanggan.
Belakangan, pada periode Renaisans , merek memiliki pergeseran makna. Seniman mulai menggunakan simbol dan gambar untuk membedakan diri dari orang lain di dunia seni. Simbol dan gambar ini digunakan untuk menyampaikan pesan tentang karya seniman, yang memungkinkan pelanggan mengidentifikasi artis dan gayanya.
Saat ini, merek-merek mewah menggunakan teknik pemasaran yang canggih untuk menciptakan pengalaman merek yang kuat dan bertahan lama. Tapi apa yang sebenarnya mendorong keinginan orang akan merek-merek mewah?
Ketidaksadaran Kolektif: Apa Kaitannya?
Menurut Carl Jung, ketidaksadaran kolektif dari budaya kita adalah keberadaan sosial dari ketidaksadaran sebagai akumulator, penjaga, dan pembawa pengalaman yang diwariskan secara genetik dari perkembangan filogenetik umat manusia. Dengan demikian, ketidaksadaran individu dari suatu budaya tertentu memanifestasikan dirinya sebagai bentuk dan metode hubungan antara prototipe manusia primer yang tidak disadari yang diwariskan.
Ketidaksadaran kolektif suatu bangsa terdiri dari serangkaian pengalaman manusia yang spesifik, yang terus-menerus menumpuk dan membangun bentuk-bentuk baru yang disebut arketipe. Arketipe ini adalah ekspresi dari ide, nilai, dan keyakinan spesifik yang dimiliki oleh orang-orang dalam budaya tertentu.
Arketipe inilah yang mendasari konsep merek dan barang mewah. Merek menggunakannya untuk menciptakan asosiasi dalam ketidaksadaran kolektif yang membuat orang merasa positif saat memikirkan merek tertentu.
Misalnya, Gucci menciptakan citra status dan kekayaan yang tinggi. Bahasa visual perancang diekspresikan dalam logo dan monogramnya, yang membangkitkan loyalitas dan kepercayaan pada audiens target.
Chanel dikaitkan dengan kecanggihan dan keanggunan, sedangkan Louis Vuitton dikaitkan dengan barang-barang kulit mewah dan monogram LV yang ikonik. Asosiasi ini didasarkan pada apa yang dibagikan oleh orang-orang dalam budaya tertentu dalam ketidaksadaran kolektif mereka. Dengan demikian, persepsi merek didasarkan pada arketipe dan keyakinan bersama yang dianut oleh orang-orang dalam budaya tentang merek.
Kemampuan merek untuk memanfaatkan dan menciptakan arketipe populer dalam ketidaksadaran kolektif memungkinkan mereka mengendalikan dan memanipulasi konsumen. Itulah mengapa orang sangat setia pada merek tertentu dan mengapa merek mewah telah menjadi bagian utama dari hidup kita.
Emosi sebagai Dasar Keputusan Pembelian
Selain arketipe, emosi juga berperan besar dalam cara orang memandang dan bertindak terhadap merek. Emosi mendorong keputusan kita, dan merek menggunakannya untuk keuntungan mereka.
Misalnya, saat kita melihat iklan Chanel atau toko Louis Vuitton, perasaan senang dan status yang dikaitkan dengan merek tersebut membuat kita ingin dikaitkan dengannya. Dengan menciptakan hubungan emosional dengan audiens target mereka, merek dapat memanfaatkan hasrat manusia akan makna dan rasa memiliki.
Hubungan emosional antara merek dan pelanggan tidak hanya diciptakan oleh iklan atau isyarat visual, tetapi juga melalui interaksi layanan pelanggan dan kualitas produk. Merek menggunakan hubungan emosional ini untuk membangun loyalitas dan menciptakan pengalaman pelanggan yang positif.
Ya, merek-merek mewah telah lama menjual seseorang tidak hanya objek material, tetapi juga emosi dan rasa identifikasi diri. Mereka telah menjadi kekuatan yang kuat di dunia saat ini dengan menghubungkan ketidaksadaran kolektif dan emosi. Mereka memiliki pengaruh besar atas budaya dan persepsi kita tentang kemewahan. Kekuatan mereka dapat membentuk cara orang melihat diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka.
Merek juga menciptakan pengalaman bersama yang menghubungkan orang lintas negara, benua, dan generasi. Itulah mengapa pakaian mahal membuat orang merasa lebih percaya diri bukan hanya barang material yang mereka beli tetapi juga hubungan emosional, budaya, dan kolektif. Dan itulah kekuatan sesungguhnya dari merek-merek mewah.
Rasionalitas Di Balik Membeli Potongan Merek
Sementara emosi dan arketipe memainkan peran utama dalam keputusan pembelian, ada juga unsur rasional. Pelanggan ingin membeli barang yang dibuat dengan baik yang akan bertahan lama. Itulah mengapa merek-merek mewah menjadi begitu sukses karena mereka menghasilkan produk dengan kualitas dan pengerjaan yang luar biasa.
Orang tidak selalu mampu membuat keputusan yang rasional. Namun, individu yang sehat secara mental akan bertindak sesuai dengan logika dan nalar, artinya mereka biasanya mencari keputusan yang paling menguntungkan untuk diri mereka sendiri (terutama mengenai keuangan mereka).
Terlepas dari kepercayaan populer, studi psikologi perilaku modern telah membuktikan bahwa manusia tidak selalu bertindak rasional. Sebagai bukti dari fenomena ini, banyak orang yang membeli barang-barang mewah seringkali tidak mampu membelinya karena tingkat utang konsumen yang tinggi.
Sementara tas tangan yang andal dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau sekitar $50, beberapa orang malah memilih untuk membayar ribuan untuk kualitas dan fungsi yang sama.
Apakah Barang Mewah Benar-Benar Berkualitas Lebih Tinggi?
Jawaban atas pertanyaan ini tergantung pada bagaimana seseorang memilih untuk menginterpretasikan kualitas. Dari perspektif psikologis dan filosofis, barang mewah memiliki kualitas yang lebih tinggi karena membangkitkan rasa memiliki, hubungan emosional, dan pengalaman bersama yang menghubungkan orang lintas budaya, yang dapat dikatakan meningkatkan nilainya.
Orang sering cenderung mengabaikan kekurangan produk mewah dan malah berfokus pada aspek positifnya, yang mungkin menjelaskan fenomena ini. Misalnya, produk Apple telah menjadi simbol status, meskipun label harganya lebih tinggi dari rata-rata dan bukan keunggulan teknologi yang unik. Reputasi ini telah memberi perusahaan pengikut setia yang bersedia membayar apa pun yang diperlukan untuk mendapatkan produk mereka.
Meskipun banyak orang berpikir bahwa barang non-mewah bernilai lebih rendah hanya karena harganya lebih murah, tidak selalu demikian. Orang mungkin salah berasumsi bahwa barang dengan harga lebih tinggi secara otomatis memiliki kualitas yang lebih baik daripada rekan mereka yang lebih ramah anggaran tanpa ada bukti yang mendukungnya. Pada kenyataannya, mereka bisa mendapatkan produk hebat dengan harga terjangkau jika mereka tahu di mana mencarinya!
Mengapa Orang Merasa Lebih Baik Memakai Potongan Merek?
Pada akhirnya, orang-orang merasa lebih baik mengenakan potongan merek karena mereka lebih dari sekedar barang material. Mereka mewakili hubungan emosional dan kolektif yang diciptakan oleh merek.
Orang yang membeli barang mewah tidak hanya membeli produk, tetapi juga pengalaman dan rasa memiliki. Kekuatan merek mewah terletak pada kemampuannya memasuki alam bawah sadar kita dan membangkitkan emosi yang membuat kita merasa terhubung dan istimewa.
Selain itu, mengenakan potongan bermerek memberi orang rasa kendali atas kehidupan dan lingkungan mereka, yang dapat meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri. Bagi mereka yang tidak dapat menemukan pelipur lara dan signifikansi di bidang lain dalam hidup mereka, barang-barang ini sering kali menjadi sumber kenyamanan dan keamanan.
Seringkali, ketika harga diri seseorang kurang, mereka mungkin ragu untuk membeli barang-barang mewah karena harganya yang mahal. Namun demikian, memilih item tersebut dapat menimbulkan perasaan percaya diri yang positif dan memberikan rasa memiliki bagi individu yang kurang percaya diri.
Inilah sebabnya mengapa pakaian mahal dapat membuat orang lebih percaya diri. Mereka menawarkan rasa kendali dan penerimaan sosial yang tidak dapat diperoleh dengan alternatif yang lebih murah.
Keaslian Adalah Yang Sangat Penting
Meskipun tas Hermes palsu mungkin terlihat identik dengan aslinya, sebagian besar konsumen masih akan memilih yang asli. Lagi pula, tidak ada yang sebanding dengan memiliki barang mewah asli yang Anda miliki. Nilainya melampaui penampilan fisik!
Ini mungkin tidak masuk akal: Jika kita melihat barang-barang mewah sebagai cara untuk mendapatkan perhatian dan penerimaan, mengapa peniruan tidak berhasil juga? Namun, sebenarnya barang palsu tidak akan pernah bisa menyaingi barang aslinya dalam hal keaslian dan kualitas. Ini bukan hanya tentang label harga, ini tentang pengerjaan dan jaminan kualitas yang disertakan dengan barang mewah.
Namun, bagi sebagian orang, gagasan untuk mampu membeli barang mewah lebih penting daripada memiliki barang asli. Bagi mereka, ini tentang pamer dan merasa diterima oleh rekan-rekan mereka, itulah sebabnya mereka rela mengorbankan kualitas dan keaslian demi versi tiruan yang lebih murah.
Bagaimana Merek Mewah Mengontrol Kita?
Dari sudut pandang psikologis dan filosofis, merek mewah memiliki kemampuan luar biasa untuk mengendalikan kita. Dengan menciptakan hubungan emosional, mereka mendapatkan kekuatan untuk memengaruhi keputusan pembelian dan gaya hidup kita. Merek memberi kita rasa kendali atas hidup kita dan lingkungan, memberi kita rasa nyaman dan aman. Dan, dengan menawarkan kepada kita keahlian yang unggul dan jaminan kualitas yang tidak tersedia, mereka menciptakan aura eksklusivitas dan prestise.
Pada akhirnya, merek-merek mewah bisa menjadi sangat kuat dalam memengaruhi perilaku konsumen. Ini karena mereka dapat memanfaatkan emosi utama kita dan menciptakan rasa memiliki yang tak tertandingi yang mungkin sulit diperoleh sebaliknya.
Meskipun seorang konsumen mungkin tidak mampu secara finansial untuk membeli suatu barang, mereka mungkin masih melakukannya untuk mendapatkan rasa pencapaian dari uang hasil jerih payah mereka untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Memahami kekuatan dan kemampuan merek mewah untuk mengendalikan kita secara psikologis dapat menjadi penting dalam membuat keputusan pembelian yang lebih cerdas. Dengan menyadari bagaimana barang-barang mewah memengaruhi perasaan kita, kita dapat mengevaluasi dengan lebih baik apakah perasaan itu sepadan dengan biayanya.*