JAKARTA, Bulir.id – Sidang pembacaan putusan terhadap Richard Eliezer alias Bharade E, terdakwa pembunuhan berencana terhadap brigadir polisi Nofriansyah Joshua Hutabarat (Brigadri J) berlangsung hari ini, Rabu (15/2) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Bharade E sebelumnya dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Tuntutan tersebut di atas memicu pro-kontra di kalangan pegiat hukum, akademisi dan masyarakat luas terutama ketika disandingkan dengan status Justice collaborator yang dilekatkan pada terdakwa bharada E. Jaksa sendiri dalam pertimbangan tuntutannya menilai, 12 tahun bagi Richard Eliezer (RE) merupakan tuntutan paling minimal, setidaknya jika dibandingkan dengan tuntutan seumur hidup bagi Ferdy Sambo (FS) sesama pelaku pembunuhan.
Sementara itu, kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah meragukan status JC RE karena tidak melalui serangkaian analisa hukum yang tepat. Bagi Febri, sebagai JC seseorang harus secara jujur dan terlebih dahulu mengakui kesalahannya. JC bagi mantan jubir KPK itu juga bukan sebagai sarana untuk menyelamatkan diri sendiri melainkan sarana untuk menyelamatkan semua pihak. RE karena itu kata Febri tidak memenuhi kualifikasi sebagai JC.
“Harus terlebih dahulu mengakui perbuatannya, kalau anda seorang JC yang justru menyangkal perbuatanya, maka tentu patut kita pertanyakan. Yang kedua, seorang JC harus jujur, tidak boleh berbohong. Kalau seorang JC berbohong makai ia justru tidak berkontribusi mengungkap keadilan itu tetapi justru merusak keadilan yang dicita-citakan oleh semua pihak,” katanya dalam Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (14/2).
Hal berbeda disampaikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK menilai, sebagai JC RE layak mendapat hukuman yang paling ringan dari semua pelaku. Karena itu mereka menyayangkan tuntutan jaksa yang menuntut RE 12 tahun penjara. Pada hal RE bagi LPSK telah secara konsisten mengungkap kejahatan ini secara terang benerang.
“Tuntutan JPU terhadap Richard Eliezer 12 tahun di luar harapan kami karena harapan kami Richard sudah kita tetapkan (rekomendasikan) sebagai justice collaborator dan dia sudah menunjukkan komitmennya dan konsistensinya mengungkap kejahatan ini secara terang benerang,”kata Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas usai mendengar tuntutan terhadap RE, Rabu 18 Januari 2023.
LPSK bersandar pada ketentuan JC yang diatur dalam pasal 10A undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang perlindungan saksi dan korban. Pasal itu menyebutkan, JC bisa dikenakan tuntutan pidana bersyarat secara khusus, hukuman percobaan dan hukuman pidana paling ringan di anatar terdakwa lain. Namun LPSK tetap menghargai tuntutan JPU sambil mengharapakan majelis hakim membuat putusan yang adil.
“Kami berharap semoga putusan dari majelis hakim nanti akan lebih adil dan seadil-adilnya,” ujar Susilaningtyas.
Bergantung Pada Hakim
Ahli hukum pidana, Ahmad Sofian menillai, keringan hukuman RE sangat bergantung pada pertimbangan hakim dengan tetap mengaku pada tiga alat ukur, yaitu alasan pembenar, alasan pemaaf dan ketepatan status justice collaborator.
“Pertama apakah ada alasan pembenar, adakah alasan pemaaf, bisakah ditempelkan justice collaborator kepada Richard. Jika ini ada, maka ancaman yang 12 tahun itu menjadi dasar untuk mengurangi hukuman. Jadi kalau ditanya apakah memungkinkan untuk mengurangi hukuman, mungkin aja. Syaratnya 3 ini ditemukan hakim atau tidak,” kata Ahmad dalam diskusi Dua Arah di Kompas TV, Selasa (14/2).
Terpisah, Ibunda Alm Brigadir J, Rosti Simajuntak mengatakan Richard Eliezer adalah potret anak mudah yang dimanfaatkan oleh jabatan dan kekuasaan. Ia berpesan kepada bharade E sebagai JC dalam kasus pembunuhan anaknya agar benar-benar bertobat. Namun soal putusan, ia menyerahakn spenuhnya kepada majelis hakim untuk menentukan putusan yang layak bagi RE.
“Jangan ada lagi Eliezer yang dimanfaatkan pejabat atau kekuasaan yang memperlakukan anak-anak muda yang harapannya masih panjang. Semoga nanti proses hukum memberikan hukuman yang layak buat Bharada E atau Richard Eliezer,” tutur Rosti.
“Buat Bharada E biarlah proses hukum yang berjalan sesuai dengan Pak Hakim nantinya. Keputusan kita dengarkan dari Pak Hakim selanjutnya,” tambahnya.