Djanuard Lj*
Bulir.id – Manusia adalah makhluk pecinta. Cinta merupakan bagian esensial yang tidak terpisahkan dari manusia. Namun tidak jarang manusia seringkali bermasalah dengan cinta.
Problem yang banyak dihadapi oleh kaum muda saat ini dalam kaitannya dengan kisah percintaan adalah JODOH. JODOH menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian orang, terutama mereka yang sudah pada usia tertentu belum juga menemukan pasangan hidup yang tepat. Hal inilah banyak membuat kaum muda terjerumus dalam jurang kegalauan.
Gagalnya kisah percintaan pada masa tertentu menjadikan kaum muda terkadang putus asa. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagalan kisah percintaan dewasa ini, mulai dari kisah cinta yang tidak direstui, perbedaan pendapat, perbedaan cara pandang sampai pada perbedaan keyakinan/agama dan lain sebagainya. Alasan-alasan semacam ini tidak jarang membawa keputusan untuk mengakhiri jalinan cinta yang telah sekian lama dirajut.
Kegagalan kisah percintaan seringkali diwarnai juga dengan usaha-usaha penyelesaian mulai dengan cara-cara rasional sampai pada cara yang tidak rasional. Pendekatan rasional menjadi jalan yang perlu diambil oleh mereka yang masih menggunakan nalar kritisnya. Namun ada juga yang tidak menggunakan nalar kritisnya, hal ini terjadi pada mereka yang memiliki mental yang belum stabil terkadang menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang irasional misalnya, mencari dukun, bunuh diri dan lain sebagainya.
Kegalauan tidak hanya dialami oleh pasangan yang belum menikah tetapi juga mereka yang sudah menikah. Pada era kontemporer ini perceraian menjadi hal yang lumrah dan menjadi konsumsi publik terutama yang ditampilkan oleh media terkait perceraian para artis. Tidak hanya di kalangan artis tetapi juga sudah mewabah dan sudah menjadi mode atau gaya hidup oleh sebagian orang.
Pada mereka yang sudah menikah seringkali mengalami krisis dalam tahun-tahun pernikahan mereka. Krisis tersebut jika tidak diselesaikan dengan menggunakan nalar kritis maka akan berakhir pada perceraian. Inilah realitas yang terjadi saat ini yang memporakporandakan nilai-nilai pernikahan yang kudus dan tak terceraikan.
Seringkali orang mengatakan bahwa, JODOH pasti tidak kemana maka sejatinya JODOH itu mestinya stagnan pada satu pilihan. Faktanya bahwa seringkali banyak orang mengganti pasangan hidupnya baik itu pada masa pacaran dan pertunangan maupun yang sudah diikat dengan ikatan pernikahan suci. Ini berarti konsep semacam itu telah mengalami perubahan makna yakni JODOH itu lari kemana-mana dan belum pasti JODOH seseorang itu siapa. Hal tersebut menyebabkan orang akan selalu mencari dan mencari.
Penggunaan konsep semacam ini hanyalah merusak makna dari sebuah hubungan itu sendiri. Orang akan selalu dengan seenaknya bebas untuk mengganti pasangan hidupnya jika pada saat tertentu sudah bosan.
Ada yang berusaha akan mencari dalil-dalil tertentu untuk membenarkan alasan dari tindakannya. Dalil perpisahan atau perceraian yang seringkali dipakai adalah karena tidak JODOH lagi. Kalau tidak JODOH mengapa perlu dipertahankan lagi? Pertanyaan semacam ini seringkali menjadi tameng untuk menjawab pertanyaan dari luar.
Dalam banyak pengalaman mengatakan, lamanya jalinan cinta bukan menjadi jaminan atau ukuran seseorang untuk dipersatukan menjadi suami istri. Gagalnya bangunan cinta yang dibangun oleh kedua insan tersebut mengubah pola pikir sebagian besar orang bahwa JODOH ada di tangan Tuhan.
Ketika cinta dikhianati, orang kemudian lari mencari alasan pembenaran diri. “Manusia hanya menjalankan tetapi Tuhan yang menentukan,” demikian sepenggal kalimat pembenaran diri. Dan disinilah konsep JODOH mulai dimainkan sebagai dalil untuk mempertahankan argumennya.
Kini JODOH menjadi momok yang menakutkan sebagian kaum muda yang sedang dimabuk cinta. Yang menjadi pertanyaan atas fenomena tersebut adalah benarkah JODOH ada di tangan Tuhan? Ataukah hal tersebut hanyalah sebagai kedok pembenaran diri ketika seseorang sudah bosan dengan pasangannya dikarenakan adanya wanita idaman lain (wil) dan pria idaman lain (pil)?
Problematika hubungan percintaan antar insan sejatinya tidak ada kaitannya dengan JODOH ada di tangan Tuhan. Dalam percintaan, sejatinya tidak adanya konsep tentang JODOH. Adanya JODOH mengandaikan hilangnya kebebasan manusia untuk menentukan pilihan.
Pada saat orang mengatakan JODOH ada di tangan Tuhan, pada saat yang sama pula mereka memojokkan peran Tuhan. Seolah-olah Tuhan membiarkan atau mengkehendaki orang bercerai atau berpisah. Sebab selama orang mempermainkan pasangan hidupnya dengan menggonta ganti pasangannya karena alasan JODOH, disitulah seseorang mempermainkan kebebasan yang diberikan Tuhan.
Sejatinya Tuhan telah memberikan kebebasan penuh kepada manusia untuk menentukan pilihan bebasnya. Tetapi kebebasan tersebut perlu dimengerti sebagai kebebasan yang bertanggung jawab.
Karena itu manusia sepenuhnya bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Sebab dengan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, manusia sudah bertanggung jawab atas seluruh dunia, atas segenap orang terutama pada pasangan hidup sebagai pilihannya.
Penolakan atas JODOH di tangan Tuhan merupakan cara untuk membuka ruang tanggung jawab amat serius atas apa yang dihadapi setiap orang. JODOH hanyalah merupakan sebuah kedok sebagai pelarian dari tanggung jawab.
Dengan demikian jika ada JODOH manusia tidak lagi bertanggung jawab dan justru seenaknya. Demi kesungguhan dan tanggung jawab manusia atas pasangannya tidak mungkin ada JODOH. Dengan demikian orang mestinya tidak memakai JODOH sebagai tameng sehingga tidak melarikan diri dari tanggung jawab atas pasangan hidupnya.*
*Djanuard Lj merupkan alumnus Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya. Kini bekerja sebagai penulis tetap di media online Bulir.id. Lj panggilan akrabnya, kini tinggal dan bergulat dengan bisingnya kehidupan kota Jakarta.