LPKD-MB Dorong Pemda Tolak Perpres Terkait Pengalihan Fungsi Hutan Jadi Kawasan Non-Hutan di Mabar

0
Pesona kota wisata Super Premium Labuan Bajo

Tabur, BULIR.ID – Lembaga Peneliti Kebijakan Daerah (LPKD-MB) mengajak semua masyarakat dan Pemerintah Daerah Manggarai Barat menolak pengalihan fungsi hutan menjadi kawasan non-hutan melalui Perpres No. 32 tahun 2018.

Ketua Umum LKPD MB, Lorent Logam mengarakan alasan penolakan ini karena berbagai pertimbangan yang bersifat sangat urgensi dan fundamental. Lorent menyangkan keputusan yang diambil pemerintah pusat melalui Perpres, seolah tidak melalui kajian-kajian secara historis, ilmiah dan teoritis.

Seperti diketahui Hutan seluas 400 hektar yang diubah menjadi Kawasan Bisnis Wisata ini merupakan bagian dari Hutan Register 118 Bowosie yang terbentang dari batas kota Labuan Bajo di sisi barat hingga hutan lindung Mbeliling di sisi timur.

Hutan ini merupakan hutan tutupan kota Labuan Bajo dan wilayah sekitarnya. Hutan ini juga merupakan wilayah tangkapan air untuk 11 mata air di dalam Kota Labuan Bajo dan sejumlah mata air lainnya di Wilayah Nggorang.

3 Hutan ini membentang di beberapa wilayah adat yaitu Kampung Lancang, Wae Mata, Kaper, Merombok, Nggorang, Watu Langkas, dan Dalong yang semuanya berada di bawah wilayah ulayat Nggorang.

Secara ekologis, hutan ini memiliki sejumlah nilai penting. Lestarinya hutan yang letaknya di perbukitan kota dan kampung-kampung membantu mencegah banjir bagi kota Labuan Bajo dan sekitarnya.

Hutan ini merupakan persediaan sumber mata air di Labuan Bajo dan Nggorang serta sumber air bagi persawahan wilayah sekitarnya.

“Keputusan ini betul-betul bertentangan dengan sila ke 5 Pancasila. Proses pengambilan keputusan ini tanpa mengakomodir pemerintah daerah serta Lembaga pemangku adat setempat,” kata Lorent dalam keterangan tertulis kepada BULIR.ID, Rabu (31/3).

Selain itu, Lorent menilai Perpres ini telah membunuh masa depan warga setempat. Arogansi dan keserakahan pemerintah Pusat merupakan sebagai alarm bentuk Pemerintahan yang otoriter. Menurutnya, Perpres no 32 thn 2018 bertentangan dengan UU no 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan.

“Catatan saya mestinya Pemerintah pusat mengacu pada peristiwa bencana Tanah Longsor serta Banjir pada bulan 3 tahun 2019 lalu yang menyebabkan 8 orang tewas serta 310 lainnya menjadi korban bencana. Perlu digarisbawahi, bahwa peristiwa ini terjadi sebelum Hutan 400 H ini dilalih fungsikan. Kalau seandainya hutan seluas ini nanti dibabat habis semua, saya tidak tau lagi apa yang akan menimpa warga setempat. Yang pasti, bencana yg terjadi 2 tahun silam akan terjadi lagi di Mabar serta berpotensi menelan korban lebih banyak lagi, dan saya yakin akan menjadi bencana yang kerkepanjangan,” tutur Logam.

Ia memprediksi, dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, Manggarai Barat seperti kota Jakarta, setiap kali musim hujan, akan terjadi banjir karena hutan dan pepohonan di dalamnya adalah bagian dari Siklus Air, Penebangan hutan menjadikan lahan resapan air akan sangat berkurang.

“Catatan kedua bahwa selama ini Labuan Bajo dan sekitarnya sudah krisis air minum, bahkan hutan Bowosie ini yg menjadi Komposisi penyuplai 11 mata air saja tidak bisa membendung kebutuhan air warga L bajo dan sekitarnya, apalagi kalau hutan ini nanti dialih fungsikan. Tambah boncos kita,” tegasnya.

“Analisa saya bahwa pembangunan infrastruktur yang santer dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Indonesia Timur, bagian dari upaya mengelabui masyarakat agar supaya potensi alam yang ada di kawasan NTT dijadikan objek wisata yang menarik perhatian dunia tanpa melihat dampak ekosistem,” sambungnya.

Sehingga, hutang negara yang sangat besar bisa diatasi oleh profit dari objek wisata yang ada di NTT. Pengunjung yang semakin meningkat, menambah pemasukan khas Negara dan Daerah. lalu dipergunakan untuk membayar hutang.

“Hutang menurun, nyawa masyarakat dipertaruhkan secara permanen. Sebagai Putra daerah Mabar, saya mengharapkan teman-teman mahasiswa serta stakeholder yang ada di beberapa wilayah Tanah Air untuk melakukan demonstrasi penolakan terhadap Perpres no 32 tahun 2018 terkait pengalihan fungsi hutan ini,” ajak Lorent.