Menakar Aksi Sidak Bupati Edi Endi, Sebatas Euforia Sang Pemimpin

0
Bupati Manggarai Barat, Edi Endi

Tabur, BULIR.ID – Dalam menjalankan fungsinya sebagai bupati, warga Manggarai Barat (Mabar) dikejutkan oleh aksi sidak yang dilakukan bupati Mabar Edi Endi atau (EE) di berbagai kantor dinas di kabupaten paling ujung Flores itu.

Ketua Umum Lembaga Peneliti Kebijakan Daerah Mabar (LPK-DM), Lorent Logam mengatakan aksi Bupati EE sebetulnya merupakan halusinasi, hanya sebatas gerakan reflek semata. Menurutnya, aksi Bupati EE hanyalah euforia atas pencapaiannya sebagai Bupati.

“Kalau kita lihat itu sebagai bentuk ciri khas kepempinan beliau kan nggak juga. Bupati EE kan bukan orang baru di lingkungan eksekutif dan legislatif di Mabar. Beliau terbilang politisi ulung yang menghabiskan waktunya sebagai DPRD Mabar,” kata Lorent dalam keterangan tertulis yang diterima BULIR.ID, Senin (22/3/21).

“Jadi, Kalau kita melihat ini dari sisi historis, sebetulnya aksi sidak ini bukan menggambarkan profilnya EE sebagai type pemimpin yang fight,” tambah Lorent.

Pembangunan yang buruk sepanjang sejarah Mabar, lanjut Loren, justru semasa EE duduk sebagai anggota legislatif dan terakhir didapuk sebagai Pimpinan lembaga tersebut.

“Begitu banyak produk pembangunan pemerintah daerah serta pelayanan publik saat itu bahkan sampai sekarang yang justru menghamburkan uang Negara,” ungkap Lorent.

Ia mencontohkan, pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, irigasi dan ruang sekolah yang kwalitasnya tidak balance dengan anggaran yang dikucurkan.

“Pertanyaan saya, di mana fungsi EE sebagai DPR waktu itu? Di mana Fungsi Pengawasan DPRD yang secara politis dan normatif memiliki kedudukan hukum yang subjketif untuk mengintervensi pemerintah melalui Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak menyatakan pendapat?” tanya Lorent.

“Saya tidak habis pikir pembagunan jalan hari ini, besoknya sudah luntur bahkan jalan itu sendiri jadi aksesnya EE setiap hari. Kemudian anggaran tahun berikutnya turun, disunat lagi untuk merehabilitasi/perbaiki/perbaiki jalan yang kemarin dibangun, akhirnya sistem pembangunan jalan di tempat (stagnan),” pungkas Lorent.

Karenanya, Lorens berpendapat bahwa tidak aneh jika kesenjangan sosial antar wilayah serta ketidakadilan di Mabar semakin membias karena ulah anggota DPRD yang tidak produktif.

“Saya justru Kasihan melihat wilayah lain, tidak pernah disentuh pembangunan. Akibat dua lembaga ini “Eksekutif dan Legislatif” yang kurang koordinasi, akhirnya rakyat yang jadi korban,” imbuh Lorent.

Dalam aksi sidaknya, EE kaget melihat adanya temuan penumpukan barang rongsokan di dalam kantor dinas. Menurut Loren, semestinya DPR benar – benar menjalankan amanah sebagai wakil rakyat, bisa meluangkan waktu untuk memperbaiki system pelayanan yang carut marut.

“Mestinya aksi sidak ini harusnya dari dulu diperagakan sehingga terlihat ada fungsi pengawasan yang prima dan super ketat oleh EE selaku DPR. Sehingga pemda juga sangat mewanti – wanti bila mengeluarkan produk pembangunan dan pelayanan publik,” sesal Lorent.

Sekarang EE sebagai bupati, menurutnya, publik dibuat terkejut dengan kesalahan yang ditemukan, dimana hal itu justru menunjukan lemahnya pengawasan DPR saat EE masih menjadi anggota dewan.

“Pada akhirnya kondisi yang sekarang ini diwariskan dari massa ke massa! Kalau ini mau dibenahin, mestinya lembaga eksekutif dan legislatif berkolaborasi serta gegen pressing sesuai koridor tupoksi kedua lembaga ini,” tutup Lorent.* (FN)