Nawal El Saadawi, Penulis Mesir Dan Ikon Feminisme Tutup Usia

0

Bulir.id – Penulis Mesir terkenal dunia Nawal El Saadawi, seorang pejuang hak-hak perempuan di dunia Arab, telah menghembuskan nafas terakhir pada usia 89 tahun. Putrinya Mona Helmy menuturkan El Saadawi meninggal di rumah sakit Kairo setelah menderita sakit yang cukup lama pada Minggu, 21/03/21.

Nawel merupakan seorang penulis yang produktif sekaligus seorang feminis terkemuka yang merevolusi diskusi tentang gender dalam masyarakat Mesir yang sangat konservatif.

Lahir di desa Kafir Tahla pada tahun 1931, El Saadawi menjadi terkenal pada tahun 1972 dengan bukunya yang dianggap melanggar norma dan tabu, Women and Sex. Meski demikian namanaya melezit lewat novelnya yang diterjemahkan secara luas, Women at Point Zero pada tahun 1975.

Dia menulis lebih dari 55 buku dan pernah dipenjara oleh mendiang Presiden Anwar Sadat dan juga dikutuk oleh Al-Azhar dan otoritas tertinggi Muslim Sunni Mesir.

“Saya menulis dalam bahasa Arab. Semua buku saya dalam bahasa Arab dan kemudian diterjemahkan. Peran saya adalah mengubah orang-orang saya,” ungkapnya pada suatu kesempatan jauh sebelum dia memejamkan mata untuk selamanya.

El Saadawi banyak menghadapi ancaman pembunuhan sepanjang hidupnya. Tentang masalahnya dengan pemerintah, El Saadawi pernah berkata: “Sadat memasukkan saya ke dalam penjara bersama dengan beberapa pria lainnya. Di bawah Presiden lama Hosni Mubarak, saya telah ‘masuk daftar abu-abu’. Meskipun tidak ada perintah resmi yang melarang saya, saya tidak dapat tampil di media nasional. Ini adalah aturan tidak tertulis. Tidak ada kesempatan bagi orang-orang seperti saya untuk didengarkan.”

El Saadawi adalah seorang feminisme sejati yang secara terang-terangan menggugat kemapanan. Dia menulis dengan topik kontroversial termasuk poligami dan sunat pada wanita. Hal ini yang membuatnya mendapatkan banyak kritikan.

Dia pernah berkata: “Ketika Anda mengkritik budaya Anda sendiri, ada orang-orang dalam budaya Anda yang menentang Anda, yang berkata: ‘Jangan tunjukkan kain kotor kami di luar.’ Saya tidak percaya pada teori ini. Saya berbicara satu bahasa, baik di dalam negeri atau di luar. Saya harus jujur pada diri saya sendiri. ”

Pada tahun 1993, El Saadawi pindah ke Carolina Utara, Amerika Serikat. Dia bekerja di Universitas Duke, di mana dia menjadi penulis di departemen bahasa Asia dan Afrika selama tiga tahun.

Dia kembali ke Mesir dan pada tahun 2005 mencalonkan diri sebagai presiden tetapi membatalkan pencalonannya setelah menuduh pasukan keamanan tidak mengizinkannya mengadakan demonstrasi.

Dia menulis buku-buku yang bernada kritis yang diterbitkan dalam berbagai bahasa juga ditujukan pada feminis Barat, termasuk temannya Gloria Steinem, dan kebijakan yang dianut oleh para kepala negara seperti invasi mantan Presiden AS George W Bush ke Irak dan Afghanistan.

“Kami tidak memiliki feminis lagi. Feminisme bagi saya adalah untuk melawan patriarki dan kelas dan untuk melawan dominasi laki-laki dan dominasi kelas. Kami tidak memisahkan antara penindasan kelas dan penindasan patriarkal, “ungkapnya.

Pada tahun 2005, El Saadawi dianugerahi Inana International Prize di Belgia, setahun setelah ia menerima hadiah dari Council of Europe. Pada tahun 2020, Majalah Time menobatkannya dalam daftar 100 Women of the year.

“Saya bisa menggambarkan hidup saya sebagai kehidupan yang dikhususkan untuk menulis.” El Saadawi, yang meninggalkan seorang putri dan seorang putra, berkata. “Terlepas dari semua rintangan, saya terus menulis.”*