Valentine: Sebuah Perjumpaan Aku, Sesama dan Tuhan

0

OPINI, BULIR.ID – Bulan Februari dirayakan sebagai bulan romansa. Setiap tanggal 14 Februari di seluruh dunia didedikasikan sebagai hari kasih sayang. Pada hari itu, permen, coklat, bunga dan hadiah lainnya dipertukarkan antara orang-orang tercinta.

Sejarah hari Valentine dan kisah santo pelindung diselimuti kabut misteri. Ada yang berpendapat bahwa Valentinus adalah seorang imam yang melayani kota Roma pada abad ke tiga. Pada masa itu diceritakan, Kaisar Claudius II menguasai kekaisaran Romawi. Claudius memerintahkan agar setiap pria lajang menjadi prajurit dan melarang pernikahan bagi pria muda.

Valentinus menyadari ketidakadilan tersebut sehingga dia menentang Claudius dan terus melakukan pelayanan sakramen pernikahan bagi pasangan muda secara rahasia. Tindakan Valentinus diketahui oleh kaisar sehingga dia diperintahkan untuk dihukum mati.

Sebelum Valentinus dihukum  mati, di balik jeruji dia menulis surat kepada seorang gadis muda yang bertanda tangan “From Your Valentine”, sebuah ungkapan yang masih digunakan hingga sekarang. Meskipun kebenaran di balik legenda Valentine sangat suram, namun semua ceritanya menekankan  daya tariknya sebagai tokoh yang simpatik, heroik dan yang paling penting adalah romantik.

Memahami Relasi Manusia

Kisah Valentinus memiliki keterhubungan dengan relasi antar pribadi manusia. Dia memperjuangkan hak kodrati yang melekat pada diri manusia serta memperjuangkan rahmat sakramen perkawinan. Perkawinan mengandaikan peleburan keegoan antara pria dan wanita menjadi satu melalui sebuah ikatan cinta.

Pada prinsipnya, manusia adalah makhluk yang eksentris. Diri manusia selalu terarah keluar kepada yang lain di luar dirinya. Eksistensi manusia adalah selalu ada bersama dengan yang lain. Keterarahan terhadap yang lain tersebut mendorong manusia untuk menemukan pasangan hidupnya.

Adanya kesadaran bahwa aku menjadi aku berkat relasi dangan kamu. Aku dipanggil untuk  menjadi sesama untukmu. Manusia menemukan dirinya sebagai manusia untuk orang lain. Manusia ingin berarti untuk orang lain. Hal tersebut yang diperjuangkan oleh St. Valentinus. Valentinus ingin mewartakaan sabda cinta kasih yang telah disabdakan terutama dalam konsep kristiani.

Valentinus sadar bahwa cinta kasih antara setiap manusia tidak boleh dihalang-halangi oleh siapa pun. Cinta adalah sebuah keniscayaan sebab Allah telah mendahulu mencintai manusia. Dengannya manusia pun mesti mencintai sesamanya sama seperti cinta Allah kepada manusia.

Mengutip pernyataan Martin Buber, seorang filsuf eksistensialis bahwa manusia mempunyai dua relasi yang fundamental berbeda yakni: Aku-Itu dan Aku-Engkau.  Relasi Aku–Itu ditandai dengan kesewenang-wenangan. Semuanya dalam dunia ini diatur menurut kategori-kategori, misalnya milik dan pengusaaan. Sedangkan relasi Aku-Engkau berarti dunia dimana aku menyapa engkau dan engkau menyapa aku, sehingga terjadi dialog yang sejati.

Yang perlu dihidupi di dunia ini adalah aku tidak menggunakan engkau, tetapi aku menjumpai engkau. Perjumpaan merupakan salah satu kategori yang khas dalam dunia ini seperti juga dalam kategori cinta dan kebebasan. Aku dan Engkau akan melebur menjadi kami/kita. Peleburan inilah akan menumbuhkan cinta.

Pada konteks cinta perlu dibangun dialog. Manusia mesti berdialog dengan partner hidupnya ketika mengalami persoalan. Dialog mengandaikan adanya keterbukaan untuk saling menerima kekurangan dan kelebihan antara pasangan yang satu dan yang lain. Yang tidak kalah penting adalah berdialog dengan Allah sebagai sumber segala cinta.

Cinta mesti dimaknai sebagai jawaban bagi problem eksistensi manusia yang berasal secara alamiah dari kebutuhan untuk mengatasi keterpisahan dan meninggalkan penjara kesepian. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang meruntuhkan tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya.

Sayangnya, pemaknaan cinta di era kontemporer hanya sebatas komoditas. Cinta dimaknai sebatas kepuasan seksual yang didasarkan pada nafsu atau birahi/cinta erotis. Mudahnya manusia terjerumus dalam lubang perselingkuhan hingga bermuara pada perceraian. Perceraian menandakan cinta dimaknai sebagai sebuah komoditas yang sesekali waktu dapat dibuang dan dibeli lagi. Kata cinta dan prakteknya dalam hubungan sosial mengalami degradasi.

Relasi tanpa cinta adalah ketiadaan atau kekosongan. Hal ini tidak akan menghasilkan kedamaian tetapi penidakan. Relasi yang terjadi adalah engkau bagi aku tidak lagi menjadi sesama bagi manusia melainkan sebagai objek yang seenaknya dapat digunakan. Dalam situasi semacam ini, tidak pernah dapat tumbuh cinta.

Cinta terjadi karena relasi antara lebih dari satu orang yakni Aku-Engkau secara alamiah. Cinta menjadi jalan tengah yang harus dipilih oleh setiap insan dan mampu meruntuhkan tembok pemisah manusia dengan sesamanya. Cinta harus menjadi bukti nyata bahwa relasi Aku-Engkau terwujut.

Dunia kian semakin kompleks dan terus berubah. Kompleksitas tersebut membawa dampak positif dan negatif. Dalam tataran positif, manusia mesti melihat kehadiran sesamanya sebagai kehadiran Allah sendiri. Manusia mesti memaknai wajah pasangan hidup atau orang yang dicintai sebagai wajah Allah sendiri. Sehingga manusia mampu mengamalkan kasih dalam kesehariannya dengan yang lain.

Dampak negatif yang disebabkannya yakni manusia menjadi neraka bagi yang lain. Konflik dalam rumah tangga yang berbuntut pada perceraian, itu semua disebabkan matinya rasa cinta. Hal ini menghancurkan nilai kemanusiaan manusia.

Nilai kemanusiaan manusia dirobek-robek. Lalu orang mulai mempertanyakan di manakah letak relasi Aku-Engkau yang otentik. Apakah relasi tersebut sudah musnah? Tidakkah relasi itu dikembalikan dan menjadikan manusia lebih beradab. Manusia harus berusaha tanpa henti untuk menemukan kembali dirinya secara baru termasuk relasi dengan yang lain.

Menemukan Allah dalam Perayaan Valentine

St. Valentinus adalah seorang pahlawan cinta pada zamannya. Dia berjuang untuk menuntut hak dasariah manusia yakni cinta. Cinta merupakan sesuatu yang esensial melekat pada diri manusia. Valentinus menyadari bahwa manusia diciptakan Allah dengan penuh cinta sehingga manusia pun berhak untuk saling mencinta.

Valentinus meyakini bahwa, Allah menciptakan pria dan wanita secara bersama dan menghendaki yang satu untuk yang lain. Sabda Allah menegaskan bahwa, tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Dari pendasaran tersebutlah Valentinus berusaha untuk melawan titah kaisar Claudius yang ingin memisahkan pria dan wanita.

Pria dan wanita diciptakan satu untuk yang lain, bukan seakan-akan Allah membuat mereka sebagai manusia setengah-setengah dan tidak lengkap, melainkan Dia menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi, sehingga kedua orang itu dapat menjadi penolong satu untuk yang lain.

Bagi Valentinus manusia harus tetap mempertahankan relasi Aku-Engkau. Sebab dalam relasi Aku-Engkau ada sapaan dan dialog. Sapaan dan dialog mengandaikan ada ruang diskursus yang dibangun yang pada akhirnya akan bermuara pada pemaknaan terhadap cinta.

Cinta yang sejati mengandaikan adanya kerendahan hati. Cinta mesti dilihat bahwa, engkau adalah bagian dari aku demikian pun sebaliknya. Manusia mesti keluar dari egonya untuk dapat terbuka dan mengarahkan diri pada orang yang dicinta.

Cinta harus melampau sekat-sekat primordial. Valentine mesti menjadi tempat orang saling menimba dan membagi cinta, bukan hanya sekedar bertukar kado. Hal tersebut memunculkan sebuah pertanyaan mendasar, apakah kasih sayang hanya berlaku pada setiap tanggal 14 Februari? Tentu itu bukan harapan kita semua. Hari cinta kasih (valentine)  berlaku bagi siapa saja (bahkan musuh sekali pun), kapan saja dan dimana saja.

Perayaan Valentine bukan merupakan sebuah pesta tahunan tetapi harus dimaknai lebih dalam. Valentine tidak hanya sekedar tukar kado. Valentine tidak hanya sekedar mencari pasangan lawan jenis, tetapi valentine harus dimaknai sebagai suatu relasi cinta tanpa batas dan tanpa akhir.

Di dalam wajahmu, aku menemukan wajah Allah demikian sebaliknya, di dalam wajahku, engkau menemukan wajah Allah. “Aku” melihat diriku di dalam “dirimu” dan “Aku” menemukan “Engkau” di dalam “diriku”.
“From Your Valintine”

Salam Redaksi
Djanuard Lj