Jakarta, BULIR.ID – Dengan tiada hentinya memelihara tekad demi melestarikan budaya Indonesia, khususnya seni tari Nusantara, Komunitas Perempuan Menari (KPM) menggelar pagelaran tari bertajuk Dayana Dwipantara.
Pagelaran tari ini akan diisi oleh kurang lebih 70 perempuan lintas generasi dan digelar pada tanggal 12 November 2022 bertempat di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail (PPHUI), Karet Kuningan, Jakarta Selatan pada pukul 19.00 hingga 21.00 WIB
Ratna Maulati selaku Ketua Panitia Pagelaran Dayana Dwipantara yang juga merupakan salah satu anggota KPM mengatakan setelah masa pandemi, kita semua harus bergerak untuk membuat Indonesia pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat. Salah satunya melalui industri seni dan kreatif.
Dayana Dwipantara, jelasnya, adalah wujud semangat perempuan Indonesia untuk turut bergerak memperkenalkan budaya Indonesia keseluruh dunia. “Ini juga dukungan kami terhadap para pekerja seni, khususnya seni tari dan seni musik, untuk tetap berkarya dan menyampaikan pesan pesan melalui karya seninya.”
Sementara itu, Pritha Nandini selaku pencetus Komunitas Perempuan Menari mengatakan pentas ini adalah pentas tahunan KPM yang ke-empat. Ia mengaku bahagia karena sampai saat ini Komunitas Perempuan Menari masih terus aktif melestarikan budaya tradisional Indonesia. Komunitas ini terdiri dari perempuan-perempuan dari berbagai kalangan profesi dan lintas generasi.
“Sebagian besar terdiri dari para ibu usia 40-50 tahun, sebagian lainnya beragam dari belasan tahun hingga di atas 60 tahun. Jadi dari yang masih sekolah sampai yang sudah punya cucu pun ada disini. Ada ibu rumah tangga, karyawan swasta, PNS, juga wiraswasta. Kami memiliki semangat yang sama yaitu ingin melestarikan budaya Nusantara agar dapat diteruskan oleh generasi selanjutnya,” terang Pritha Nandini.
Pagelaran KPM kali ini mengusung judul Dayana Dwipantara, yang mempersembahkan beberapa tarian daerah seluruh Nusantara serta sebuah tari garapan bertajuk “Inong Bale”. Tarian daerah persembahan KPM kali ini meliputi Tari Lenggang Nyai dari Betawi, Tari Glipang dari Jawa Timur, Tari Bajidor Kahot dari Jawa Barat, Tari Puspa Mekar dan Tari Baris dari Bali, Tari Gong dari Kalimantan, Tari Puan Melenggok dari Sumatra dan Tarian Papua.
Supriadi Arsyad, sutradara dan koreografer dari pementasan Dayana Dwipantara, dibantu oleh Bambang Isti, Yuli & Gung Panji sebagai pelatih yang telah menyiapkan pementasan ini selama lebih dari 4 bulan baik untuk mempersiapkan penari maupun pemantapan koreografi.
Ia juga melibatkan DeRay untuk tata cahaya, Fadlan Husaini untuk penataan musiknya & beberapa komunitas musik dan seniman lainnya untuk berkolaborasi dalam pementasan ini, seperti Altajaru Ensemble, Seni Budaya Khatulistiwa, dan beberapa seniman pendukung lainnya.
Lebih lanjut, sang sutradara yang di kalangan seniman Indonesia lebih dikenal dengan sebutan B.U atau Bang Ucuy, menceritakan tentang tari garapan Inong Bale yang merupakan sebuah karya untuk menceritakan laskar perempuan Aceh yang sebagian besar terdiri dari para janda yang suaminya tewas di medan perang ketika melawan penjajah.
Laskar Inong Bale ini dibentuk oleh Laksamana Keumalahayati yang tercatat dalam sejarah sebagai laksamana perempuan pertama di dunia. Laskar ini sangat berani, dengan rencong terhunus, gigih berperang dan memukul mundur penjajah. Kegigihan dan semangat Inong Bale inilah yang menjadi inspirasi untuk diangkat ke dalam pentas tari.
“Sama seperti semangat dan kegigihan laskar Inong Bale, ibu-ibu yang tergabung dalam Komunitas Perempuan Menari inipun penuh semangat dan gigih tentu bukan dalam berperang, namun dalam merawat, mendalami, mengenalkan seni budaya yang ada di Indonesia, hingga ke ujung-ujung dunia. Dan tentunya terhubung juga dengan hari Pahlawan 10 Nopember.”