Tabur, BULIR.IDÂ – Nusa Tenggara Timur (NTT) tentu layak tampil menjadi destinasi global di bidang kepariwisataan. Provinsi kepulauan ini memiliki sumber daya alam dan nilai luhur warisan budaya yang begitu beragam.
Dengan semua keunggulan itu, kita patut sekali lagi bertanya: mau dibawa ke mana kepariwisataan NTT? Prinsip-prinsip kepariwisataan berkelanjutan yang berpihak pada masyarakat menjadi kebutuhan agar ekonomi bertumbuh, lingkungan lestari, dan budaya lokal senantiasa hidup.
Beragam tantangan mewarnai perjalanan membawa NTT menjadi destinasi kelas dunia. Maka dari itu, Dr. H. Sapta Nirwandar, S.E., DESS. dan Dr. Frans Teguh, M.A. berupata memberi jawaban atas beragam tantangan tersebut melalui buku yang ditulis keduanya yakni “Kepariwisataan NTT Menuju Kelas Dunia”.
Buku ini dengan detil membedah langkah-langkah strategis dalam mengelola potensi pariwisata,
mengembangkan kualitas sumber daya manusia, memasarkan dengan efektif, sekaligus beradaptasi di era normal baru.
Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki pesona yang luar biasa. Sebagai entitas kepariwisataan, NTT memiliki potensi, kapasitas, dan kompleksitas untuk bertransformasi menjadi destinasi berkelas dunia.
Mulai dari alam yang eksotis, budaya dan falsafahnya, serta nilai toleransi dalam keberagaman. Maka tak diragukan lagi, NTT layak menjadi prioritas untuk disambangi.
Buku yang diterbitkan PT Kompas Media Nusantara ini menggambarkan seluk beluk kepariwisataan NTT hingga perlunya penguatan kualitas manusia, adaptasi kebiasaan baru dalam kepariwisataan, dan pola pemasaran zaman sekarang.
Sapta Nirwandar dan Frans Teguh, penulis buku setebal 274 halaman ini, menyodorkan lima hal yang harus digarap agar kepariwisataan yang berkualitas dapat terbangun, yakni kualitas aktivitas, kualitas lingkungan, kualitas pelayanan, kualitas fasilitas dan yang tak kalah penting adalah kualitas tata kelola dan manajemen.
Penyajian buku ini dilengkapi dengan foto-foto yang menarik, sehingga membuat buku ini dapat menjadi guide book yang menyenangkan buat pembaca.
mengutip sekilas buku ini, disebutkan NTT memiliki aset alam dan budaya. Dimana terdapat 1.192 pulau yang merupakan rangkaian cincin keindahan “ring of beauty”.
Dikenal dengan nama Flobamorata yang mencakup kepulauan Flores, Sumba, Timor, Alor, dengan segala otentisitas dan keunikannya, baik di daratan maupun perairannya yang layak menjadi destinasi kelas dunia.
Membaca buku ini rasanya kurang lengkap jika belum mengetahui profil kedua penulis. Mereka adalah Dr. H. Sapta Nirwandar, S.E., DESS dan Dr. Frans Teguh, M.A. Sapta Nirwandar dikenal sebagai birokrat pengusaha. Ia telah berkiprah selama lebih dari 35 tahun di birokrasi.
Lebih dari tujuh belas tahun ia menjabat sebagai eselon satu di beberapa kementerian, Seperti Kementerian Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Eksplorasi Laut, dan Wakil Menteri di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Saat menimba ilmu, Sapta menjalani studi di beberapa universitas, seperti Universitas Padjadjaran, Institut International D`Administration Publigue, Universite Paris XI Sceaux Entreprises Publigue, Universite Paris I-Sorbonne, Ecole Nationale D`Administration (ENA), dan Universite Paris IX-Dauphine.
Sapta berpengalaman dalam menstrukturisasi organisasi dan menyusun perencanaan strategis di sejumlah kementerian. Pengalaman matang lintas kementerian inilah yang membuat Sapta memiliki fleksibilitas tinggi dalam menjalankan tugas yang diembannya.
Kiprah Sapta di bidang kepariwisataan justru dimulai ketika industri tersebut mengalami guncangan setelah peristiwa Bom Bali. Saat itu, kementerian dihadapkan pada sejumlah permasalahan, mulai dari tahap pemulihan, perbaikan citra dan akhirnya memicu pertumbuhan.
Sapta secara aktif membuat program-program yang bertujuan untuk meningkatkan daya tarik Indonesia, baik di pasar domestik maupun mancanegara.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempromosikan Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai contoh Sapta memprakarsai sejumlah kegiatan, seperti Jakarta Marathon, Tour de Singkarak, dan Triboatton.
Di luar negeri, Sapta bekerja sama dengan Dubes Vatikan berhasil menyelenggarakan Temporary Exhibition of Indonesia di Museum Vatikan, berpartisipasi pada banyak pameran pariwisata di luar negeri, dan juga berpartisipasi aktif dalam sejumlah acara bertaraf international
Sapta juga dikenal sebagai penggagas pariwisata halal di Indonesia—yang ketika diluncurkan pertama kali disebut wisata syariah dan setelah melalui FGD yang diprakarsai Sapta akhirnya diganti menjadi wisata halal—yang kini terus berkembang.
Saat ini Sapta bersama sejumlah rekannya mendirikan perkumpulan Indonesia Halal Lifestyle Center di mana Sapta menjabat sebagai chairman. Perkumpulan ini setiap tahunnya rutin menyelenggarakan acara Indonesia Halal Lifestyle Expo and Conference (Inhalec).
Karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap industri pariwisata di Indonesia, dia sekarang memimpin Indonesia Tourism Forum (ITF) dan aktif membantu pemerintah dalam memajukan pembangunan pariwisata nasional Pada 2020 Sapta diangkat menjadi Regional Representative Indonesia, World Tourism Forum Institute (WTFI).
Sementara Dr. Frans Teguh, M.A saat ini menjadi Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Berkelanjutan & Konservasi, dan berkesempatan menjadi Plt. Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kementerian Parwisata dan Ekonomi Kreatif Repubtik Indonesia.
Sosok yang kerap dipanggil Fanci sejak kecil ini mengawali kariernya di dunia kepariwisataan sejak 1991. Frans Teguh dikenal sebagai salah satu sosok yang melantangkan pentingnya pembangunan kepariwisataan berkelanjutan di Indonesia yang menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan serta berbasis masyarakat.
Selama berkarya di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, ia berkesempatan membawahi berbagai bidang kepariwisataan untuk memajukan industri pariwisata di Indonesia.
Pada 2004, ia mengawali jejak kariernya sebagai Kepala Sub bagian Program, Kepala Bidang Perencanaan dan Kerjasama, lalu ditunjuk menjadi Asisten Deputi Perancangan dan Investasi. Tahun 2015 menjabat sebagai Asisten Deputi Pengembangan infrastruktur dan Ekosistem, dilanjutkan pada 2018 menjadi Asisten Deputi Manajemen Strategis.
Sejak 2017, ia juga ditunjuk sebagai Sekretaris Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Tourism Council yang berafiliasi dengan Global Sustainable Tourism Council (GSTC).
Pada 2019, ia pun diangkat sebagai Plt. Dirut Badan Otorita Labuan Bajo Ftores (BOLBF) dan dilantik menjadi Staf Ahli Menteri Bidang Kemaritiman, hingga pada 2020 mendapat amanat baru yang kini diembannya.
Pria kelahiran Ende, Nusa Tenggara Timur, juga dikenal akan kecintaannya terhadap dunia pendidikan. Sejak 1991, ia merintis karier sebagai dosen di Sekolah Tinggi Pariwisata (STP NHI) Bandung.
Pada 1995, ia mengantongi gelar Sarjana Sains Terapan pada Program Tourism Management di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, lalu pada 1997 melanjutkan pendidikan Master of Arts in Tourism and Hospitality Management dari Bournemouth University, Inggris.
Ia mendapat predikat Cum Laude saat meraih gelar Doktor Ilmu Kajian Pariwisata dari Universitas Gadjah Mada pada 2012. Selain itu, juga mengikuti berbagai pelatihan profesional di bidang kepariwisataan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Di antara kesibukannya, ia tetap aktif mengajar dan menjadi dosen penguji untuk program pascasarjana dan doktoral di beberapa perguruan tinggi. la pun mendirikan Center of Integrated Management Studies on Tourism, Environment, Social Development (CISTES) dan Voluntourism Network (VTnet), serta menggagas Sustainable Tourism Development Institute (STDev Institute), serta aktif menulis buku dan ulasan mengenai kepariwisataan.
Judul buku : Kepariwisataan NTT Menuju Kelas Dunia
Penulis : Sapta Nirwandar dan Frans Teguh
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
Cetakan : 2020
Tebal : 274 halaman
Harga : Rp 125.000.*