Buntut Kebijakan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi, Gubernur Viktor Diminta Mundur

0

JAKARTA, Bulir.id – Kebijakan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) yang mewajibkan seluruh SMA dan SMK di Kota Kupang masuk sekolah jam 5 pagi mendapat penolakan keras dari banyak kalangan. Akademisi sekaligus Pengamat Ekonomi Politik Philipus Ngorang, M.Si bahkan mengaitkan kebijakan kontroversial itu sebagai bentuk kekecewaan VBL karena keinginan terselubungnya sebagai Gubernur tak kunjung tercapai.

Menurut Philipus Ngorang, Kepemimpinan seorang Gubernur diuji ketika ia mampu mengartikulasikan kekuasaan politik dengan parameter kebijakan yang jelas, masuk akal serta mampu mewadahi kepentingan publik. Lantas, Philipus meminta Viktor Laiskodat mundur secara terhormat kalau tidak mampu lagi menahkodai NTT.

“Kalau anda sudah kecewa karena ternyata harapan anda untuk mendapatkan sesuatu dari jabatan itu tidak terpenuhi maka alangkah lebih baik untuk pamit tinggalkan gelanggang,” Kata penulis buku “Etiket Komunikasi Politik Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama” ini di Jakarta, Rabu (1/3).

Dosen senior dari Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie (IBIKKG) menambahkan, sebuah kebijakan seharusnya lahir dari suatu proses yang panjang dengan mempertimbangkan banyak aspek baik secara akademis, sosilogis, kultaral dan lain sebagainya.

Artinya, pertimbangan, masukan bahkan kritikan dari berbagai pihak menjadikan sebuah kebijakan dipahami, diterima serta dilaksanakan dengan baik. Dengan begini, terang Ngorang, alhasil sasaran dan tujuan dari sebuah kebijakan akan tercapai.

Ngorang lantas menyayangkan kebijakan yang diambil Gubernur Laiskodat karena dinilai telah mengabaikan semua proses tersebut dan terkesan dilakukan tanpa melalui konsultasi dan diskusi. Bahkan di lingkup jabatannya, terutama staf ahli sang Gubernur.

Dari banyaknya kritik, penolakan dan beragam reaksi lainnya dari masyarakat NTT, tambah Ngorang, membuktikan bahwa kebijakan ini jelas lahir dari mimpi siang bolong Gubernur Laiskodat yang sudah mabuk sophia kekuasaan.

“Apakah kebijakan ini tidak didiskusikan terlebih dahulu dengan staf di lingkup jabatan, terutama staf ahli yang selalu mendampingi gubernur, ataukah kebijakan itu lahir dari mimpi siang bolong gubernur yang sudah mabuk dengan sophia kekuasaan?” tanya Philipus.

Rakyat NTT, tambah penulis buku “Etika Pelayanan Publik” ini, tentu saja kecewa karena Laiskodat telah mengeluarkan kebijakan yang tidak masuk akal. Padahal negara telah mengeluarkan ratusan miliar yang bersumber dari pajak rakyat untuk membiayai proses pemilihan Laiskodat menjadi gubernur.

“Sangat disayangkan, puluhan miliar bahkan ratusan miliar rupiah telah dikeluarkan negara ini untuk memilih anda menjadi gubernur NTT, tetapi anda sang gubernur menyia-nyiakan kepercayaan rakyat NTT dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak  masuk akal,” tutupnya.