Potret Kehidupan Psikologis, Sosial dan Ekonomi Anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Nusa Tenggara Timur dan Rancangan Program Layanan

0

Oleh: Alex Andiwatir, S.Fil., M.Si

TILIK, Bulir.id – Tekanan ekonomi dalam masa sulit menjadi pemicu masyarakat untuk mencari penghasilan dan penghidupan yang lebih layak. Salah satu alternatifnya dengan pergi keluar negeri menjadi TKI.

Berdasarkan data BNP2TKI, Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi penyumbang TKI terbesar di Indonesia. Keberadaan TKI memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga, namun di sisi lain bagi TKI yang sudah berkeluarga dapat memberikan dampak negatif, utamanya bagi anak-anak yang ditinggalkan.

Latifah (2015) menyebutkan bahwa dampak pengiriman TKI terhadap kehidupan sosial, ekonomi maupun psikologi anak-anak yang ditinggal oleh orangtua karena menjadi TKI, diantaranya:

  1. Adanya gangguan psikologis anak karena kepergian ayah/ibu menjadi TKI dalam jangka waktu yang lama menyebabkan gangguan emosional (mudah stress), kurang bahagia, serta menurunkan prestasi akademik anak. Dampak negatif lainnya adalah menurunnya hubungan emosional atau emotional bonding antara ibu/ ayah dan anak. Anak-anak juga secara umum mengalami pengabaian atau penelantaran dalam pola pengasuhan keluarga.
  2. Anak-anak TKI mengalami permasalahan sosial, saat berinteraksi dengan keluarga dan lingkungannya mengalami problem perilaku dan hiperaktif, menurunnya keterampilan sosial, lebih pasif dalam hal mengatasi masalah-masalah yang muncul, serta merasa minder karena anak merasa tidak sama atau berbeda dengan teman-temannya yang mempunyai orang tua utuh dan bisa bertemu setiap hari.
  3. Adanya pergeseran moral dan perilaku dalam pergaulan karena kurangnya contoh atau panutan dalam keluarga menjadikan anak-anak TKI meniru gaya bergaul dan berperilaku seperti para artis atau teman-temannya sebagai panutan dalam perilaku sehari-hari. Tidak jarang mereka salah dalam memilih teman bergaul sehingga bermasalah dalam pergaulan dan terlibat kenakalan remaja seperti terlibat dalam kasus narkoba, miras, pergaulan bebas.

Hal postifi yang muncul namun beriringan pula dengan bahaya yang besar yaitu, besarnya pengiriman remittance tidak diikuti dengan peningkatan partisipasi pendidikan pada anak-anak TKI. Anak-anak TKI dalam pemenuhan pendidikan banyak yang terabaikan dan lulusan pendidikan menengah yang mendominasi, dengan alasan kelak untuk menjadi TKI tidak diperlukan sekolah yang tinggi. Selain itu adanya remittance yang besar, menyebabkan pola hidup masyarakat menjadi sangat konsumtif, individualis dan hedonis.

Model Layanan Untuk Anak dari TKI

Ada dua model layanan yang dapat diterapkan bagi anak-anak dari para TKI di luar negeri:

1. Model Ekologi:

Model ini akan mengkaji 4 level yaitu pada level Individu, Relasi, Komunitas dan Masyarakat. Kajian pada masing-masing level dapat kita uraikan pada ulasan berikut:

Level Individu, faktor resiko yang ditimbulkan adalah anak merasa tidak memiliki keluarga utuh dan normal serta kurang mendapat perhatian dan kasih sayang. Anak mudah mengalami stress; tidak memiliki panutan atau sosok yang diteladani sehingga mudah terpengaruh lingkungan yang negativ dan rentan terlibat kenakalan remaja dan kurang termotivasi meraih prestasi akademik.

Dari berbagai factor resiko ini, Adapun program pelayanan yang ditawarkan adalah; Program bina keluarga TKI bagi anak ; Program pendampingan dan bantuan hukum bagi anak; Lembaga konsultasi keluarga (counseling).

Level Relasi, adapun factor Resiko yang ditimbulkan adalah; keluarga yang tidak utuh (hilangnya peran pengasuhan ayah atau ibu); disfungsi keluarga (pengabaian dan penelantaran anak), tekanan ekonomi serta kurang diperhatikannya pendidikan anak.

Program pelayanan yang ditawarkan; Program bina keluarga TKI untuk orangtua; Lembaga konsultasi keluarga (counseling); Program bina ekonomi TKI; Perluasan kesempatan kerja dalam negeri.

Level Komunitas; Faktor Resiko yang muncul adalah; teman sebaya yang terlibat kenakalan remaja; tidak adanya komunitas yang dapat menghindarkan anak-anak dari hal-hal negative; kondisi keluarga teman yang berbeda (utuh dan dapat bertemu setiap hari).

Program pelayanan pada level ini adalah; Program pendampingan kerohanian; Program pendampingan kegiatan kepemudaan.

Level Masyarakat; Faktor resiko yang muncul adalah; pola hidup masyarakat setempat (sebagian besar berlatarbelakang TKI) mengarah pada perilaku konsumtif, individualis dan hedonis sehingga berpengaruh kepada pola hidup anak.

Program Pelayanannya adalah; Program bina ekonomi TKI; Melibatkan masyarakat dalam program kerohanian dan kegiatan kepemudaan.

2. Model Integratif

Berikut ini merupakan program kerjasama berbagai pihak dalam menyelesaikan permasalahan psikologi, sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh anak-anak TKI:

Sektor Psikologis & Kesehatan

Memberikan program bina keluarga TKI sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan keluarga TKI. Pembinaan keluarga ditujukan baik untuk orangtua maupun anak. Orangtua diberikan pembinaan mengenai pengasuhan anak yang tepat sehingga anak-anak tidak terlantar, mendapat kasih sayang yang cukup serta memiliki moral yang postif.

Pembinaan kepada orangtua juga dimaksudkan agar muncul kesadaran tentang pentingnya pendidikan untuk memperbaiki taraf hidup. Sedangkan pembinaan anak ditujukan untuk dapat membentuk jati diri anak, terdorong untuk menuntut ilmu atau sekolah dengan lebih baik, dapat menginternalisasi dan melaksanakan nila-nilai moral dan agama serta dapat bermain dan berpartisipasi di tengah masyarakat sebagaimana mestinya. Selain itu, diperlukan pula pembinaan mengenai ketahanan fisik mengenai pola hidup sehat dan ketahanan nonfisik yang berupa pembinaan kesehatan mental.

Menciptakan lembaga konsultasi keluarga (counseling) sebagai wadah konsultasi persoalan-persoalan rumah tangga yang dihadapi keluarga TKI sehingga mengurangi permasalahan yang dihadapi oleh keluarga TKI.

Sektor Sosial

Melakukan pendampingan kegiatan kepemudaan agar hari-hari para generasi muda diisi dengan kegiatan positif, seperti kegiatan olah raga, remaja masjid, karang taruna dan kegiatan yang berbasis peningkatan ketrampilan. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat menghindarkan anak-anak dari hal-hal negatif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan keluarga.

Melakukan pendampingan kegiatan kerohanian untuk lebih memperkuat spiritual agama para generasi muda sehingga dapat terhindar dari persoalan kenakalan remaja.

Sektor Hukum

Pemerintah perlu lebih aktif dalam mensosialisaikan dan menerapakan produk hukum yang mengatur tentang anak, diantaranya, yaitu : (a) UU No.4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dan (b) UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; disamping UU tersebut terdapat (c) Keputusan Presiden No.36 tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak tahun 1986. Adanya sosialisasi dan penerapan produk hukum secara nyata diharapkan dapat memberikan upaya perlindungan terhadap anak sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anak.

Melakukan pendampingan dan bantuan hukum terhadap anak-anak keluarga TKI yang mengalami permasalahan terkait perlindungan anak

Sektor Ekonomi

Memberikan program bina ekonomi keluarga TKI, yaitu tentang bagaimana mengatur penghasilan dari kiriman (remittance) yang dikirim dari luar negeri agar tidak hanya digunakan untuk kebutuhan konsumtif semata namun juga dikelola untuk permodalan usaha.

Selain itu, program bina ekomoni dapat berupa pengajaran ketrampilan atau pelatihan kewirausahaan, penyediaan modal usaha, pendampingan pengembangan usaha yang berkelanjutan serta mengupayakan pendirian pusat-pusat perdagangan yang mendukung wirausaha masyarakat setempat. Adanya pembinaan pemberdayaan ekonomi diharapkan para TKI tidak perlu kembali bekerja ke luar negeri sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang dialami oleh anak-anak TKI.

Meningkatkan pemerataan pembangunan dan perluasan kesempatan kerja di seluruh wilayah Indonesia sehingga dapat mengurangi jumlah pengiriman TKI ke luar negeri.

Penutup

Pengiriman TKI Indonesia khususnya yang berasal dari Provinsi NTT memberikan konsekuensi positif terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga, namun juga memberikan dampak negatif bagi kehidupan psikologis, sosial dan ekonomi anak-anak TKI. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pembinaan keluarga, ekonomi, kegiatan kepemudaan dan kerohanian untuk dapat meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anak dengan melibatkan berbagai pihak. Selain itu, diperkukan pula peran pemerintah untuk memperluas kesempatan kerja di dalam negeri.*


*Alex Andiwatir merupakan alumnus  Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero kemudian melanjutkan studi  pascasarjana di Universitas Airlangga Surabaya. Kini eks Seminari Rogationis Hati Yesus tersebut menjadi staf pengajar di Universitas San Pedro. Ia juga mendirikan Lembaga Bimbingan Belajar Taruna Akademia.