Siluet, BULIR.ID – Muhammad Fikri Cahyadi, S.IP, MA merupakan Lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Angkatan XXIV yang lulus pada Tahun 2017. Lahir di Pariaman, 7 Agustus 1994 dari pasangan Ir. Yuniswan, M.Si dan Yurmailis, S.Pd, pada waktu itu diwisuda tepat pada Hari Ulang Tahunnya pada tanggal 7 Agustus 2017 di Balairung Rudini Kampus IPDN Jatinangor.
Dalam pembacaan keputusan Rektor IPDN tenang kelulusan Program Diploma IV, Program Sarjana S-1, Program Profesi Kepamongprajaan, Program Pascasarjana Magister Administrasi Pemerintahan Daerah dan Program Doktor Ilmu Pemerintahan, Muhammad Fikri Cahyadi mendapatkan kado ulang tahun istimewa dari almamater tercinta yakni 2 (dua) penghargaan sekaligus, “KARTIKA ADHI KERTIYASA” dengan memperoleh Indeks Prestasi Komulatif (IPK) Pengajaran Tertinggi IPDN Tahun 2017 dengan IPK 3,987.
Kemudian, “KARTIKA ADHI KARYATAMA” dengan memperoleh Indeks Prestasi Komulatif (IPK) Pelatihan Tertinggi IPDN Tahun 2017 dengan IPK 4,00. Tepat 2 (dua) berselang, pada tanggal 5 Agustus 2019, Muhammad Fikri Cahyadi diterima di Universitas Indonesia pada Program Magister Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Administrasi (FIA).
Muhammad Fikri Cahyadi atau biasa disapa Fikri sangat serius dalam melaksanakan perkuliahan di FIA Universitas Indonesia di tengah kesibukan bekerja sebagai salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri. Fikri juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan di FIA Universitas Indonesia.
Pada awal masuk perkuliahan, Fikri ditunjuk menjadi Ketua Kelas Magister Administrasi dan Kebijakan Publik Tahun 2019. 1 (satu) tahun berselang, tepatnya pada Agustus 2020 Fikri mencalonkan diri menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) FIA UI.
Dalam pemilihan yang dilakukan melalui E-Vote oleh 237 Mahasiswa Program Magister dan Program Doktor tersebut, Fikri berhasil memenangi pemilihan Ketua HMP FIA UI dengan perolehan suara lebih dari 50% dan mengalahkan 3 (tiga) orang kandidat lainnya.
Di tengah kesibukan bekerja, menjadi Ketua Kelas Magister Administrasi dan Kebijakan Publik 2019 dan Ketua Himpunan Mahasiswa Pascarjana (HMP) FIA Universitas Indonesia, Fikri berkomitmen untuk dapat lulus tepat waktu dan juga memotivasi rekan-rekannya sesuai dengan motivasi yang terus disampaikan Dosen Panutan sekaligus Dosen Pembimbingnya, Bapak Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc.
Di bawah bimbingan Bapak Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc membahas dan menyoroti tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Provinsi Papua Tengah. Pada saat dilaksanakan Seminar Proposal Penelitian, Fikri mendapat masukan dari Dosen Favoritnya, Bapak Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si yang juga Ketua Program Pascasarjana FIA Universitas Indonesia agar penelitian tersebut dilakukan dengan Metode Penelitian Kualitatif sehingga didapatkan Faktor yang membatalkan kebijakan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Provinsi Papua tersebut.
Kemudian proposal penelitian juga mendapatkan banyak masukan dan saran perbaikan oleh Dosen Penguji Bapak Dr. Achmad Lutfi, M.Si. Sebelum dilaksanakan Sidang Hasil Penelitian, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia mewajibkan kepada Mahasiswanya untuk melakukan Publikasi Ilmiah pada Jurnal Ilmiah yang bereputasi dan/atau prosiding internasional.
Fikri melakukan Publikasi Ilmiah pada Jurnal Ilimiah milik Almamater tercinta IPDN, tepatnya pada Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja Volume 14 No.1 Tahun 2021 yang dipublikasikan pada 30 Juni 2021, dapat diunggah pada laman web: http://ejournal.ipdn.ac.id/JPPDP/article/view/1554 DOI: https://doi.org/10.33701/jppdp.v14i1.1554
Fikri akhirnya berhasil melaksanakan sidang pada 16 Juli 2021 dan mempertahankan Hasil Penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor Yang Membatalkan Kebijakan Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Provinsi Papua Tengah” dihadapan Dewan Penguji, Bapak Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc selaku Penguji, Bapak Vishnu Juwono, S.E, M.I.A, Ph.D selaku Ketua Sidang, Bapak Dr. phil. Reza Fathurrahman, M.P.P selaku Sekretaris Sidang dan Bapak Dr. Achmad Lutfi, M.Si selaku Penguji Ahli.
Terpisah, Pemimpin Redaksi Indonews.id selaku Dosen Senior Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Drs. Asri Hadi, MA menyampaikan ucapan selamat atas pencapaian salah satu mantan muridnya ini. Menurutnya, Fikri merupakan sosok cerdas.
“Saya mengucapkan selamat kepada Fikri Cahyadi yang telah lulus Cumlaude dari FIA UI. Memang Fikri Cahyadi sejak dari praja IPDN sudah terlihat kemampuan akademisnya yang bisa dikatakan di atas rata-rata teman teman seangkatannya,” kata Asri Hadi yang juga menjabat sebagai Dewan Redaksi Bulir.id di Jakarta, Senin (6/9/21).
Tulis Tesis tentang Papua: Lulus Cumlaude
Fikri akhirnya berhasil Lulus dengan memperoleh Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,71 dengan predikat “CUMLAUDE”. Dalam Tesisnya tersebut, Fikri memberikan Solusi Alternatif Dalam Penyelesaian Masalah di Papua.
Berikut rangkuman hasil penelitiannya: Otonomi daerah membawa harapan tersendiri bagi daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik, karena memberi kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya.
Otonomi daerah telah membawa sejumlah peluang sekaligus tantangan bagi daerah dalam mengembangkan potensi daerahnya masing-masing. Konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah ini, pemerintah daerah harus dapat mengurus rumah tangganya sendiri.
Dengan kata lain, pemerintah daerah harus dapat berinovasi serta tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pemerintah pusat dalam pembangunan dan pengembangan daerahnya atas dasar prakarsa, kreatifitas dan aspirasi masyarakat dalam konteks negara bangsa.
Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah menjalankan kebijakan khususnya melalui Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi pemerintahan dan pelayanan publik yang belum baik di salah satu wilayah yang istimewa di Indonesia, yaitu Papua.
Fikri juga melakukan analisis keterkaitan dengan isu terkini saat ini, karena Pemerintah Pusat bersama DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tersebut ditegaskan bahwa Undang-Undang yang baru disahkan tersebut merupakan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan untuk menjamin keberlanjutan pemberian dana otonomi khusus untuk Provinsi Papua yang telah berjalan selama 20 (dua puluh) tahun serta mempercepat pembangunan dan meningkatkan pemerataan pembangunan di Papua dengan menambahkan materi baru untuk menyesuaikan dengan kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang berkembang di masyarakat.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 mengubah besaran dana Otonomi Khusus, mekanisme dan tata kelola keuangan dana Otonomi Khusus untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari dana Otonomi Khusus. Perubahan pasal terkait dengan keuangan tidak hanya diarahkan untuk memperbaiki tata kelola dana Otonomi Khusus, tetapi juga untuk mendorong sinergi pembangunan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 juga mempertegas keberpihakan Pemerintah pada Orang Asli Papua dan mendorong adanya penyusunan rencana induk bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Perubahan dalam Undang-Undang ini juga diarahkan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah di Papua dengan membuka pendekatan penataan daerah yang bottom up dan top down dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dan efisiensi (Sumber: Penjelasan UU 2/2021).
Kemudian, dalam rangka melindungi dan meningkatkan harkat dan martabat Orang Asli Papua, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 juga menambahkan pasal baru, yaitu terkait dengan komposisi DPRK yang sebelumnya hanya terdiri atas anggota DPRD kabupaten/kota yang dipilih melalui pemilihan umum diubah menjadi terdiri atas anggota DPRK yang dipilih melalui pemilihan umum dan diangkat dari Orang Asli Papua.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 juga terdapat pasal baru terkait pembentukan badan khusus untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus dan pembangunan di wilayah Papua sebagai upaya meningkatkan efektivitas dan ehsiensi pembangunan di Papua (Sumber: Penjelasan UU 2/2021).
Berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 ditegaskan bahwa Peraturan Pemerintah yang melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Sehingga Pemerintah Pusat saat ini sangat gencar untuk melakukan pembahasan dengan kajian yang mendalam dengan beberapa Kemeterian/Lembaga terkait agar kebijakan yang diterapkan nantinya sangat matang dan sangat tepat untuk menyelesaikan permasalahan di Papua khususnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sejarah mencatat bahwa sebenarnya Papua pernah dilaksanakan pemekaran menjadi 3 (tiga) provinsi baru melalui kebijakan khusus dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan bentuk penampungan dan tindaklanjut aspirasi masyarakat Papua.
Kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong pada tanggal 4 Oktober 1999 diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik dan memperpendek rentang kendali pemerintahan di Papua.
Ternyata sampai dengan saat ini Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 belum sepenuhnya terlaksana terutama pembentukan DOB Irian Jaya Tengah/Papua Tengah. Hal ini disebabkan oleh beberapa permasalahan, salah satunya disebabkan oleh konflik internal Masyarakat Asli Papua atau Orang Asli Papua (OAP) yang belum terintegrasi secara pemikiran dan belum memiliki kesamaan persepsi. Kondisi tersebut semakin diperparah karena masih tingginya instabilitas politik dan keamanan di Papua.
Papua hampir selalu dekat dengan masalah dan konflik. Sehingga, Provinsi Irian Jaya Tengah yang selanjutnya disebut Provinsi Papua Tengah yang direncanakan terdiri dari Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Waropen, Kabupaten Supiori, Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Kepulauan Yapen belum terbentuk.
Pro dan kontra yang terjadi semakin mengemuka pada saat kebijakan pemekaran atau pembentukan DOB Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya yang selanjutnya disebut Provinsi Papua, khususnya yang terkait dengan pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Barat. Kebijakan tersebut mendapat penolakan dari berbagai pihak.
Penolakan ini didasari oleh beberapa alasan: “(1) Kebijakan pemekaran Wilayah Provinsi Papua tersebut dilakukan tanpa melalui proses konsultasi rakyat; (2) Kebijakan pemekaran Wilayah Provinsi Papua tersebut tidak sesuai dengan rekomendasi yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua, yang antara lain menyebutkan bahwa pemekaran Wilayah Provinsi Papua menjadi 2 (dua) Provinsi, yaitu Provinsi Papua Timur yang beribukota di Jayapura, meliputi Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Puncak Jaya.
Kemudian Provinsi Papua Barat dengan ibukota di Manokwari, meliputi Kabupaten Sorong, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Nabire, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, dan Kota Administratif Sorong. (3) Kebijakan Pemekaran Provinsi Papua lebih berorientasi sebagai strategi untuk memperkokoh integrasi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tanpa bermaksud untuk mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP) melalui akselerasi pembangunan secara berkeadilan.
Hal ini terbukti dari pembagian wilayah yang kurang memperhatikan aspek kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, dan kemampuan ekonomi”.
Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) merespon hal tersebut, sehingga implementasi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 khususunya terkait dengan pemekaran atau pembentukan DOB provinsi ditangguhkan. Akhirnya, wilayah cakupan DOB Provinsi Papua Tengah kembali melebur dan bergabung dengan wilayah Provinsi Papua, sehingga pada saat ini menjadi 29 kabupaten/kota dan merupakan provinsi yang terluas di Indonesia.
Pemerintah Provinsi Papua sendiri sebenarnya sudah berusaha maksimal dalam memajukan masyarakat Papua atau Orang Asli Papua (OAP), tetapi kondisi geografis yang sulit dan daerah yang terlalu luas menjadikan koordinasi pemerintahan dan pelayanan publik di Papua masih kalah dengan daerah provinsi lain. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri karena dalam perkembangannya, Provinsi Papua masih pada kategori Provinsi paling tertinggal di Indonesia dan jauh dari tahap kemajuan.
Menurut data Badan Pusat Statistik, “Tingkat kemiskinan serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah di Indonesia adalah di Papua” (Badan Pusat Statistik, 2019). Kondisi di sektor pendidikan dan kesehatan juga masih memprihatinkan dan jauh dari harapan. Papua sangat terkenal sebagai daerah yang memiliki jumlah wilayah terisolasi terbanyak di Indonesia.
Pengesahan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong yang telah di sahkan pada tanggal tanggal 4 Oktober 1999 dan akhirnya dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 018/PUU-I/2003 tanggal 10 November 2004. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut membatalkan pasal-pasal terkait pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah dan pembentukan DOB Provinsi Papua Barat.
Putusan Mahkamah Konstitusi sesuai peraturan perundang-undangan sebenarnya bersifat final dan mengikat. Tetapi, menjadi permasalahan ketika pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah batal dibentuk sedangkan pembentukan DOB Provinsi Papua Barat tetap dilanjutkan dan diakui keberadaannya.
Pemerintah Pusat mengakomodir pembentukkan DOB Provinsi dan mengubah nama Provinsi Irian Jaya Barat menjadi Provinsi Papua Barat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang Perubahan Nama Provinsi Irian Barat Menjadi Provinsi Papua Barat.
Hasil dari penelitian Fikri menyebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong adalah wujud dari perhatian Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan persoalan dan masalah di Wilayah Papua.
Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) ingin meningkatkan pelayanan masyarakat, mengurangi rentang kendali yang terlalu lebar dan menghadirkan pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat di Papua atau Orang Asli Papua (OAP).
Proses pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah mengalami peristiwa yang luar biasa sehingga pembentukannya batal untuk dilaksanakan. Faktor yang membatalkan pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah antara lain Proses pembuatan kebijakan tidak sesuai prosedur, Kesalahan Penjabat Gubernur yang ditunjuk, Pertentangan Elit di Papua, Pembentukan tidak melibatkan masyarakat dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 018/PUU-I/2003. Faktor tersebut menyebabkan Provinsi Papua Tengah tidak terbentuk sampai saat ini.
Fikri juga memberikan saran dan rekomendasi dalam rangka mewujudkan pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah yaitu Pemerintah Pusat bersama DPR-RI menyiapkan kajian penelitian yang mendalam untuk DOB membentuk Provinsi Papua Tengah, yang memang bertujuan meningkatkan pelayanan masyarakat, mengurangi rentang kendali yang terlalu lebar dan menghadirkan pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat di Papua atau Orang Asli Papua (OAP).
Proses pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah harus melibatkan Tokoh-Tokoh Elit Papua baik dari Pemerintahan maupun Tokoh Masyarakat serta perlibatan masyarakat melalui Jajak Pendapat. Perlibatan Tokoh-Tokoh Elit Papua dan masyarakat dapat dilakukan dengan mengadakan pemilihan pendapat rakyat (referendum) khusus pada wilayah cakupan pembentukan DOB Provinsi Papua Tengah.
Pemerintah Pusat harus menjaga keseimbangan dan stabilitas nasional dengan mengeluarkan kebijakan afirmasi kepada Putera dan Puteri Asli Papua untuk menjadi aparat negara dengan formasi yang lebih banyak, seperti menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) serta ditugaskan di pelosok-pelosok kampung halaman Putera dan Puteri Asli Papua tersebut. Sehingga Negara dapat menjaga stabilitas nasional dan mengamankan kebijakan Pemerintah Pusat melalui Putera dan Puteri Asli Papua yang telah menjadi aparat negara.
Fikri saat ini merupakan salah satu Analis di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, tepatnya nya pada Subdit Wilayah V (salah satunya Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) Direktorat Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah (FKKPD).
Di bawah arahan Dirjen Otonomi Daerah Bapak Dr. Akmal Malik, M.Si dan Direktur FKKPD Bapak Dr. Cheka Virgowansyah, S.STP, ME Fikri sering dilibatkan dalam penyiapan bahan dan mengikut rapat pembahasan tentang penyederhanaan birokrasi pemerintah daerah bersama Wakil Presiden, TIRBN, SE KPRBN dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya seperti Kementerian PAN dan RB, BKN, KASN, dan instansi pemerintahan lainnya.
Kemudian Fikri juga banyak belajar dari Bapak Drs. Makmur Marbun, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Bachril Bakri, M.App.Sc yang dulu merupakan Direktur FKKPD dan Kasubdit Wilayah V Dit. FKKPD. Selanjutnya, bersama Senior yang juga Kasubditnya saat ini Bapak Drs. Paskalis Baylon Meja, Fikri diajarkan dalam memahami filosofi berpemerintahan dan bernegara.
Fikri juga mendapatkan pelajaran dan pengalaman yang berharga dari Bapak Benny Kamil, S.Kom, M.Si dan Ibu Ir. Endang Tjatur Apriljanti selaku Kasubdit, dan juga dari Ibu Efline Tiarma Simanjuntak, SE, M.Si dan Bapak M.S Budyanto Lado, SE, M.Si selaku Kepala Seksi.
Sebelum ditugaskan di Ditjen Otonomi Daerah, Fikri pada Tahun 2017 pernah melaksanakan magang di Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Pada pelaksanaan magang tersebut Fikri mendapatkan pelajaran dan ilmu yang sangat berharga dari Direktur Perencanaan, Evaluasi dan Informasi Pembangunan Daerah (PEIPD) Bapak Dr. Muhammad Hudori, M.Si yang saat ini adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Kemudian Kasubdit Wilayah I Dit. PEIPD Bapak Ir. Suprayitno, M.A yang selalu memberikan pemahaman dan pelajaran yang berharga dalam membuat tulisan dan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kemudian Fikri juga sangat termotivasi dengan gaya bekerja kakak-kakak seniornya, Kakanda Hadrian Marta, Kakanda Ryutaro Siburian, Kakanda Fajar Tedjo dan Kakanda Jiwa Muhammad Satria Nusantara yang saat ini juga menjadi seniornya di Kampus FIA Universitas Indonesia.
Pada 20 Februari 2020 lalu, Fikri telah menikah dengan Indah Purnama Sari, S.E yang merupakan Putri dari Bapak Afrijon, S.E dan Ibu Rini Handayani, S.E, MM.*