Tabur, BULIR.ID – Founder dan Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI), Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim mengatakan perjalanan sebuah bangsa dalam mewujudkan cita-citanya selalu dihadapkan pada dua hal yakni national security dan national prosperity.
Hal itu disampaikannya dalam seminar online bertema “Membangun Ekosistem Pertahanan Udara” yang diselenggarakan via aplikasi zoom pada Minggu (5/9/21) sore.
“Sebuah negara dalam perjalanan mewujudkan cita-citanya selalu berhadapan dengan dua hal yaitu aspek national security dan aspek national prosperity,” Chappy Hakim di sela-sela pemaparannya.
Menurutnya, kedua hal tersebut akan dituangkan dalam bentuk national policy. Tujuannya adalah untuk membentuk keseimbangan militer dan sipil di tengah-tengah masyarakat.
“Dalam hal ini, keduanya akan banyak berpengaruh pada wujud dari sebuah angkatan perang dan akan juga berhubungan dengan sistem air transportation. Dalam pengertian national security dan national prosperity,” jelas Chappy.
Founder dan Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI), Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim bersama Pemred Indonews.id selaku Dewan Redaksi Bulir.id, Drs. Asri Hadi, MA
Mantan Kepala Satf Angkatan Udara itu mengungkapkan pentinganya sebuah negara, terutama Indonesia membangun ekosistem pertahanan udara antara lain karena merupakan negara kepulauan dan letaknya yang sangat strategis.
“Mengapa pentingnya Indonesia membangun ekosistem industri pertahanan udara adalah selain sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, letaknya juga sangat strategis,” beber Chappy.
Dimana Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera. Selain itu, letak Indonesia yang berada di garis khatulistiwa memungkinkannya menjadi titik lalu lintas global.
“Selain itu, Indonesia juga berada di titik global traffic yakni dari utara ke selantan dan timur ke barat,” terang Chappy.
Penulis sejumlah buku kedirgantaraan ini menambahkan berbicara tentang sistem pertahanan negara saat ini, maka secara universal, sebuah negara harus memiliki sistem dengan kriteria yakni bersifat total dan relying on high technology.
“Boleh dicari, sebuah negara, apabila ingin membangun sebuah sistem pertahanan negaranya, dia pasti memiliki dua hal yakni: total defence dan rely on technology. Bicata tentang teknologi dirgantara sifatnya sangat rapid changing,” papar Chappy.
Namun hal ini, kata Chappy, Indonesia tidak perlu khawatir karena sudah lama memiliki jargon Sishankamrata, sebuah sistem pertahanan yang menyeluruh untuk melindungi dan menjaga kesatuan NKRI.
Namun sayangnya, sambung Chappy, implementasi Sishankamrata, dimana komponennya terdiri dari pertahanan militer (TNI dan Polri) dan non-militer (rakyat Indonesia) belum berjalan dengan baik di lapangan.
“Sehingga kita belum bisa melihat bagaimana teknologi dirgantara itu dan air defence sistem itu harus berjalan. Namun kita bicara tentang teknologi dirgantara, air and space dan lain-lain hingga aircraft manufacture,” tukasnya.
Menurut Chappy, penyebabnya adalah Indonesia belum memiliki strategi dan master plan yang berkelanjutan dan konsisten terkait sistem pertahanan. Apalagi, lanjutnya, terkait roadmap industri air and space.
Untuk itu, ia mengajak agar semua stakholder memiliki visi yang realistis berdasarkan pada potensi yang dimiliki. Salah satunya dapat dilihat dari adanya pengembangan pesawat CN235-N-219. Ia juga pengembangan pesawat jenis ini juga belum ditangani secara total dan komprehensif.
Chappy mengungkapkan bahwa pengembangan CN-235 dan N-219 sudah menerapkan stretegi yang tepat, salah satunya adalah menerapkan the first priority yang menjadi standar pengembangan pesawat dengan sistem yang rely on high tecnology.
“Padahal pesawat ini benar-benar karya anak bangsa walaupun masih adanya kerjasama dengan pihak negara lain. Tapi it`s OK dalam air and space itu hal biasa. Namun minimal 50 persen adalah keterlibatan anak bangsa,” tutup Chappy.*