Memahami Konsep Waktu (Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan) dalam Perspektif Filsafat

0

FILSAFAT, Bulir.id – Waktu adalah sesuatu yang kita hadapi setiap hari. Kita biasa membaginya dengan masa lalu, masa kini dan masa depan. Selanjutnya perkembangan waktu diwujudkan dalam pengalaman masa depan menjadi masa kini, dan masa kini menjadi masa lalu.

Kita tidak mungkin berbicara tentang pergerakan dan dinamika tanpa konsep waktu dan perkembangannya. Meskipun persepsi kita tentang waktu mirip dengan persepsi kita tentang ruang, waktu adalah topik yang jauh lebih filosofis.

Hakikat Waktu

Apa itu waktu? Fenomena ini bisa tampak misterius. Memang, waktu, di satu sisi, ada di mana-mana. Di sisi lain, meskipun kita semua secara naluri memahami apa itu waktu, tampaknya hampir tidak mungkin untuk memberikan definisi yang tepat dan komprehensif tentang konsep waktu.

Salah satu cara untuk memikirkan waktu sebagai “forma perubahan yang universal”. “Universal” dalam artian ini berarti mencakup semua karena perubahan apa pun hanya mungkin terjadi dalam waktu.

“Forma” dalam definisi tersebut berarti bahwa waktu menyerupai semacam bejana transparan yang dapat diisi dengan konten apa pun. Dengan kata lain, perubahan bisa sangat beragam, tetapi perjalanan waktu di mana perubahan itu terjadi, tampaknya selalu seragam dan tidak dapat dihindarkan.

Akhirnya, dengan melihat konsep “perubahan”, kita sampai pada sisi lain dari mata uang. Tampaknya, meskipun perubahan tidak dapat dibayangkan tanpa waktu, namun waktu juga tidak dapat dibayangkan tanpa perubahan. Memang, penghentian waktu secara imajiner dikaitkan dengan pembekuan kehidupan dan alam semesta.

Jadi, waktu adalah penyebut umum di dunia; bisa dikatakan, mata uang utama dari realitas. Kita mengalaminya dengan cara yang berbeda: terkadang, kita menganggap masa lalu sebagai sesuatu yang hilang dan menyesalinya; kita mencoba menggunakan masa kini dengan bijak agar masa depan kita menjadi lebih baik; dan terkadang, kita menantikan dengan penuh semangat apa yang akan terjadi selanjutnya.

Penyebutan Pertama Waktu dalam Filsafat

Salah satu filsuf pertama yang mulai berpikir tentang hakikat waktu adalah Plato. Waktu yang ia gambarkan dalam risalahnya Timaeus sebagai “kemiripan yang bergerak dari keabadian.” Bagi Plato, waktu adalah karakteristik dari dunia dinamis yang tidak sempurna, di mana tidak ada kebaikan kecuali hanya keinginan untuk memilikinya. Dengan demikian, waktu mengungkapkan momen ketidaklengkapan dan rendah diri. Keabadian, sebaliknya, adalah karakteristik dunia para dewa yang statis dan sempurna.

Aristoteles mengembangkan lebih lanjut pemahaman tentang waktu ini, dengan mendefinisikannya sebagai “ukuran pergerakan.” Interpretasi ini diabadikan dalam bukunya Physics, dan menjadi dasar bagi pemahaman ilmu pengetahuan alam tentang waktu. Dia mengajukan pertanyaan tentang bukti keberadaan waktu dan mereproduksi pendekatan dialektis di sini: masa lalu tidak lagi ada, masa depan belum ada, dan masa kini adalah momen kesatuan antara ada dan tiada.

Pendekatan dialektis ini mengarahkan Aristoteles untuk mempelajari hubungan antara waktu dan gerakan. Pemikir ini menunjukkan bahwa waktu, meskipun tidak identik dengan gerakan, namun tidak dapat dipisahkan dari gerakan. Aristoteles mendefinisikan waktu sebagai “jumlah gerakan dalam kaitannya dengan masa lalu dan masa depan,” dan sebagai “ukuran gerakan dan istirahat.”

Kemudian, pada awal Abad Pertengahan, Agustinus mengembangkan konsep waktu subjektif. Dia menggambarkan waktu sebagai fenomena mental dari perubahan persepsi. Agustinus membedakan tiga bagian waktu: sekarang, masa lalu, dan masa depan.

Newton Vs Einstein

Selama sekitar seratus tahun terakhir, sebuah revolusi nyata telah terjadi dalam pemahaman ilmiah tentang waktu. Memang, hingga awal abad ke-20, fisika dan kesadaran sehari-hari didominasi oleh postulat Isaac Newton tentang waktu matematis absolut.

Menurutnya, waktu mengalir dengan kecepatan yang sama di seluruh alam semesta dan sama sekali tidak bergantung pada proses fisik atau proses lain yang terjadi di dalamnya.

Sebagai contoh, jika saat ini pukul enam sore di Inggris dan sudah waktunya minum teh. Ini berarti di suatu tempat di nebula Andromeda, ribuan tahun cahaya jauhnya, sekarang juga pukul enam sore! Pemahaman tentang waktu ini sangat cocok dengan pengalaman kita sehari-hari; sangat intuitif.

Itulah mengapa teori relativitas khusus, yang dikembangkan pada tahun 1905 oleh Albert Einstein, sangat mengejutkan dunia ilmiah. Penyajiannya melampaui cakupan esai ini, jadi kita hanya akan menekankan beberapa poin utama.

Pertama, menurut teori ini, waktu tidak ada secara terpisah, tetapi membentuk satu kesatuan dengan ruang (oleh karena itu ada ungkapan “ruang-waktu” dan “kontinum ruang-waktu”).

Kedua, waktu, seperti besaran fisik lainnya, bersifat relatif, sehingga kecepatan alirannya bergantung pada titik referensi. Artinya, pada benda yang bergerak (misalnya, dalam pesawat ruang angkasa), jam akan berjalan lebih lambat daripada benda yang tidak bergerak. Namun, apa yang disebut efek relativistik tersebut secara signifikan dimanifestasikan hanya pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara (sekitar 300 ribu kilometer per detik), yang dianggap membatasi dalam teori relativitas.

Oleh karena itu, misalnya, paradoks kembar yang terkenal: ketika salah satu saudara kembar pergi ke luar angkasa dengan kapal dan menghabiskan beberapa tahun di sana, terbang dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, setelah kembali ke rumah, ia dapat melihat bahwa seluruh dekade telah berlalu di Bumi!

Namun, penginjak-injakan Einstein terhadap teori-teori Newton tidak berhenti sampai di situ. Hukum gravitasi universal Newton mengasumsikan laju perambatan gaya gravitasi yang tak terbatas. Namun, berdasarkan dalil tentang batas kecepatan cahaya, yang telah kita sebutkan, hal ini tidak mungkin terjadi. Karena itu, Einstein harus mengembangkan teori gravitasinya sendiri, yang kemudian berkembang menjadi teori relativitas umum.

Berkenaan dengan waktu, kesimpulannya mungkin bahkan lebih mengesankan daripada teori khusus. Waktu, ternyata, tidak hanya terkait erat dengan ruang, tetapi juga dengan materi! Secara khusus, gaya gravitasi benda-benda fisik dapat memperlambat waktu, dan jika gravitasi cukup kuat, bahkan dapat menghentikannya! Fenomena yang terakhir ini merupakan ciri khas dari apa yang disebut “lubang hitam”, yaitu objek kosmik yang merupakan fase terakhir dari evolusi bintang-bintang masif.

Teori Waktu Immanuel Kant

Dalam dunia filsafat, Immanuel Kant adalah tokoh yang sangat berpengaruh dalam hal pemahaman kita tentang waktu. Dia percaya bahwa waktu bukanlah sesuatu yang ada dengan sendirinya, melainkan merupakan fitur dari pikiran. Anggap saja seperti ini-otak Anda tidak hanya merefleksikan dunia di sekitar Anda dengan cara yang sangat akurat; sebaliknya, otak Anda mengatur segala sesuatu ke dalam kategori yang berbeda sehingga Anda dapat memahami apa yang Anda lihat. Dan salah satu kategori itu adalah waktu. Jadi, bagi Kant, waktu bukanlah sesuatu yang konkret yang ada di luar sana; sebaliknya, ia melihatnya sebagai “forma kosong”, yang mungkin terdengar aneh dan tidak intuitif pada awalnya.

Namun, misalnya di suatu tempat di dalam otak Anda, mekanisme “pencatat waktu” membantu kita melihat berbagai hal yang terjadi dalam garis waktu tertentu. Tanpa mekanisme ini, kita mungkin tidak dapat memahami peristiwa dengan cara yang sama-semuanya akan terjadi sekaligus.

Tapi mungkin Anda berpikir: “Oke, jadi Kant berpikir bahwa kita menciptakan waktu dengan pikiran kita-mengapa itu penting?” Nah, inilah hal lain yang dia yakini: ketika kita berpikir tentang waktu (dan juga ruang), kita tidak hanya secara pasif mengamati dunia di sekitar, kita secara aktif terlibat dengannya melalui pikiran dan pengalaman kita.

Dengan kata lain, bayangkan Anda berada di sebuah konser. Musik dimainkan di atas panggung, dan Anda mengalami setiap lagu yang dimainkan satu demi satu. Namun, anggaplah sahabat Anda juga berada di konser tersebut, namun duduk di bagian yang berbeda dari Anda. Dalam hal ini, mereka akan memiliki pengalaman yang sama sekali berbeda karena mereka akan mendengar dan melihat segala sesuatu secara berbeda berkat perspektif mereka yang unik. Ini adalah cara Kant melihat waktu, juga setiap orang mengalami hal-hal yang sedikit berbeda berdasarkan bagaimana pikiran mereka memproses informasi.

Jadi, sementara Newton mungkin mendekati waktu lebih seperti hukum alam universal yang objektif, Kant lebih melihatnya sebagai sesuatu yang terus-menerus dibentuk oleh pikiran dan tindakan kita sendiri.

Masa Lalu, Masa Kini, Masa Depan: Dimensi Waktu

Mari kita mulai dengan masa lalu. Bagi beberapa filsuf (seperti Hegel), masa lalu adalah sesuatu yang sudah terjadi dan tidak dapat diubah. Ini seperti buku yang sudah ditulis, Anda tidak dapat kembali dan menghapus atau menulis ulang apa yang terjadi di dalamnya.

Orang lain (seperti Nietzsche) melihat hal-hal yang sedikit berbeda, mereka percaya bahwa masa lalu tidak dipahat di batu; sebaliknya, bagaimana kita mengingatnya berubah tergantung pada situasi dan perspektif kita saat ini.

Masa kini adalah masa yang rumit: beberapa filsuf modern tidak menganggap waktu itu benar-benar ada! Sebaliknya, mereka percaya bahwa segala sesuatu terjadi sekaligus (seperti menonton film episode demi episode), tapi otak kita memproses semuanya seolah-olah itu adalah waktu yang berkelanjutan.

Sementara yang lain melihat saat ini sebagai momen penting untuk membuat keputusan yang akan membentuk masa depan kita.

Masa depan seperti kita melihat ke dalam bola kristal; meskipun tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, setiap tindakan yang diambil dalam kehidupan nyata dan fiksi membuka jalan menuju hari esok yang tidak diketahui.

Beberapa filsuf (seperti Heidegger) berpikir bahwa masa depan adalah sesuatu yang dapat kita “raih dan ambil” dengan membuat pilihan di masa sekarang-seperti meraih sesuatu hari ini yang akan membantu kita di hari esok. Sebagian lainnya percaya pada pandangan yang lebih fatalis, di mana masa depan telah ditentukan, dan kita semua hanya tinggal menikmatinya saja.

Apakah Konsep Waktu dalam Filsafat?

Ketika berbicara tentang filsafat waktu telah dieksplorasi dari semua sudut: masa lalu, masa kini, masa depan, dan semua yang ada di antaranya! Namun, melalui semua aliran pemikiran yang berbeda ini, ada beberapa hal penting yang dapat kita katakan dengan pasti tentang apa sebenarnya waktu itu (dan apa yang bukan).

Pertama, sebagian besar filsuf setuju bahwa waktu bukanlah semacam kekuatan universal. Waktu tidak seperti gravitasi atau listrik, Anda tidak bisa mengukurnya dengan cara yang sama seperti mengukur jarak atau kecepatan. Waktu tidak ada secara independen; sebaliknya, waktu lebih seperti alat yang kita gunakan untuk memahami dunia di sekitar kita.

Beberapa filsuf berpikir bahwa waktu mungkin merupakan ilusi, seperti fatamorgana di padang pasir yang tampak nyata meskipun sebenarnya tidak ada di sana. Sebaliknya, mereka percaya bahwa segala sesuatu selalu terjadi sekaligus, meskipun tidak seperti yang kita lihat.

Filsuf lain melihat waktu sebagai bagian penting dari pengalaman manusia, sesuatu yang membentuk ingatan dan menghubungkan kita. Pikirkanlah: tanpa gagasan bersama tentang arti waktu (seperti “hari” atau “tahun”), bagaimana kita mengatur diri kita sendiri sebagai sebuah masyarakat? Bagaimana kita tahu kapan kita harus mulai sekolah atau bekerja? Jadi dengan demikian, waktu adalah konstruksi pribadi dan sosial.*