Ceruh, BULIR.ID – Perseteruan antara keluarga almarhum Pastor Petrus Rostandy OFM Cap dengan Ordo Kapusin sudah memasuki babak baru. Saat ini sudah ada tiga saudara kandung amarhum Pastor Petrus Rostandy OFM Cap yang menyatakan mundur sebagai penandatangan ahli waris di hadapan notaris.
Kasus ini memang tergolong unik. Sebab, bisa jadi baru pertama kali terjadi di dunia, dimana ada keluarga almarhum anggota Ordo Kapusin (OFM Cap) membuat akte warisan usai sang keluarga meninggal dunia.
Ada pun yang membuat surat waris adalah keluarga almarhum Pastor Petrus Rostandy OFM Cap yang dikoordinir Eddy Rostandy.
Belakangan, ada di antara anggota keluarga yang menarik surat wasiat karena sadar akan posisi seorang pastor di tubuh gereja Katolik, apalagi pastor tersebut adalah anggota tarekat religius.
Salah satu anggota keluarga Thomas Tendean, Putri mengisahkan sudah mendengar apa yang terjadi di Pontianak. Putri mengaku secara pribadi menyampaikan permohonan maaf, karena menurutnya tidaklah elok hal ini terjadi di mata Tuhan.
Putri mengatakan, dirinya beserta kakak-kakaknya, serta ayahnya memiliki pemikiran yang sama bahwa, Pastor Petrus Rostandy OFM Cap adalah sudah milik umat dan gereja Katolik.
“Sehingga apapun bentuknya yang menjadi miliki almarhum Pastor Petrus Rostandy adalah milik umat,” ungkap Putri.
Ia menuturkan sejak tiga tahun lalu sudah mencoba untuk meluruskan semuanya. Ia menyempatkan diri berkunjung ke pastoran saat itu. Ia menemui Pastor Julius dan memaparkan bahwasannya sebagai anggota keluarga, sama sekali tidak ingin menyulitkan apapun proses yang berlangsung.
Putri mengatakan, mereka siap bekerjasama dan juga tidak menginginkan menjadi ahli waris almarhum P Petrus Rostandy OFM Cap.
Putri mengakui, ia juga telah menggagalkan Eddy Rostandy, yang merupakan pamannya saat hendak meminta ayahnya menandatangani ahli waris di Pontianak.
“Saya tak habis pikir mengapa ini dilakukan. Tapi tetap saja Om melakukannya, bahkan hingga membuat akta waris hingga ke Sukabumi. Kami adalah orang yang ingin menjaga nama baik keluarga, namun ternyata terjadi juga seperti ini,” ujar Putri mencurahkan isi hatinya kepada wartawan.
Putri menegaskan, “Kami ingin menjaga nama baik Pastor Petrus Rostandy. Sehingga saya tegaskan papa saya tak pernah tanda tangan surat kuasa apapun atas nama Eddy Rostandy.”
“Termasuk di akta waris yang dibuat oleh Eddy Rostandy, keluarga Thomas Tendean tidak pernah tanda tangan. Saya selalu ada bersama papa, saat dibujuk-bujuk Om Eddy Rostandy. Untuk itu, kami keluarga Thomas Tendean sudah membuat surat pernyataan bersama bermaterai bahwa tidak pernah menyetujui dan menandatangani pembuatan akta waris yang digagas Om Eddy Rostandy di Sukabumi,” kata Putri menambahkan.
Untuk menguatkan hal tersebut, Putri menuturkan bahwa ia dan adik-adik termasuk sepupu, pernah membuat surat pernyataan pada 2018 dan Tahun 2019.
“Tujuannya untuk memastikan kepada Eddy Rostandy, bahwa yang dia lakukan itu tidak benar dan keluarga tidak mendukung sama sekali. Saat ini, terbukti hanya tinggal dia sendiri dan Om Anthony Rostandy saja,” ungkap Putri.
Putri menambahkan, bahwa yang ingin mengklaim hanya dua omnya saja yaitu, Eddy Rostandy dan Anthony Rostandy. Ia mengatakan, sejak 2018 sudah ada surat pernyataan tidak mau terlibat dari ke tiga saudara lainnya, yaitu, Joseph Rostandy, Thomas Tendean, dan Kosmas Rostandy.
Selain Putri, keponakan almarhum Pastor Petrus Rostandy OFM Cap yang juga menolak membuat akta waris adalah Petrus Aui. Petrus Aui mengkoordinir para keponakan almarhum Pastor Petrus Rostandy OFM Cap sekaligus menjadi penyambung lidah.
Petrus Aui mengatakan, sejak 10 Februari 2018, tiga saudara kandung almarhum Pastor Petrus Rostandy OFM Cap sudah tidak ikut campur lagi dalam persoalan waris ini.
Ia mengungkapkan, setelah 2019 Yoseph Tedy Rostandy, Kosmas Rostandy, menaarik diri di bawah tangan dan termasuk Thomas Tendean buat surat menarik diri serta tidak ada tanda tangan baru dukungan pada Eddy Rostandy di notaris.
Sementara itu Eddy Rostandy belum berhasil dihubungi. Nomor ponselnya tak diangkat saat coba dikonfirmasi.
Kuasa Ordo OFM Cap Pontianak, Br Stephanus Paiman OFM Cap, menegaskan sejauh ini kasus ini masih berproses di pengadilan di Pontianak. Ia sengaja membawa kasus ini ke pengadilan agar terang benderang dan tahu mana yang salah serta mana yang benar.*
Wafat Sebagai Kapusin
Ketua JPIC OFM Cap, Br Stephanus Paiman OFM Cap mengunjungi sekaligus berziarah ke lokasi pemakaman RP Petrus Rostandy OFM Cap di pemakaman St Yusuf, Sungai Raya, Kalbar, pada Selasa 2 Maret 2021. Hal itu untuk menunjukkan bahwa RP Petrus Rostandy OFM Cap, sebagai biarawan Ordo Kapusin hingga akhir hayatnya.
Upaya itu dilakukan oleh aktivis kemanusiaan yang juga biarawan Ordo Kapusin tersebut untuk membuktikan kepada pihak keluarga bahwa RP Petrus Rostandy OFM Cap memang keluarga besar Kapusin, bahkan hingga akhir hayatnya.
Sebelumnya, Br Stephanus Paiman OFM Cap mengatakan, para biarawan, sesungguhnya punya hukum khusus yaitu Hukum Gereja. Sehingga, seseorang yang telah memilih dengan bebas atas kehendaknya sendiri, melalui Kaul Kekal, akan terikat dengan Kaul Kemiskinan, Kaul Kemurnian, dan Kaul Ketaatan.
Bruder Stephanus Paiman OFM Cap, Ketua Forum Relawan kemanusiaan Pontianak (FRKP) dan Ketua Justice Peace Integrity of Creation The Order of Friars Minor Capuchin (JPIC OFM Cap) Kalimantan, menyampaikan cerita tersebut, sebagai awalan akan kasus yang saat ini ditanganinya, sebagai bagian dari Ordo Kapusin.
Kasus ini adalah gugatan dari Ordo Kapusin kepada keluarga almarhum Pastor Simon Petrus Rostandy OFM Cap.
Br Stephanus Paiman OFM menambahkan, dengan mengikatkan dirinya pada Ordo atau Konggregasi, berarti dia melepaskan segala hak pribadinya dengan saudara sedarah atau saudara kandung.
Bahkan, kata Br Stephanus Paiman, seseorang yang sudah bergabung mengikatkan dirinya dengan saudara se-Ordo atau se-Konggregasi. Ia menambahakn, kondisi seperti ini yang harus dipahami oleh siapa saja yang punya saudara dan sudah terikat dengan Kaul Kekal.
Penjelesan gamblang Br Stephanus Paiman OFM Cap tersebut, mengyangkut adanya penguasaan secara sepihak oleh keluarga pada aset-aset Ordo Kapusin.
Penguasaan ini dilakukan oleh Eddy Rostandy, saudara kandung Pastor Simon Petrus Rostandy OFM Cap. “Beliau adalah pastor yang diamanahi mengelola beberapa asset dari Ordo Saudara Dina Kapusin pengikut Santo Fransiskus dari Asisi,” ungkapnya.
Br Stephanus Paiman menambahkan, sebagai biarawan-biarawan Kapusin atau yang biasa disingkat OFM Cap, tanpa paksaan dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, memutuskan untuk hidup membiara dalam Ordo Saudara Dina Kapusin, yang merupakan pengikut Santo Fransiskus dari Asisi.
Dikatakan, setelah mengucapkan Kaul Kekal atau Janji bertarak seumur hidup, maka terikat dengan tiga kaul, yakni Kaul Kemiskinan (tak terikat dengan harta duniawi), Kaul Ketaatan (taat pada pembesar dalam ordo atau Paus di Roma) dan Kaul Kemurnian alias tidak menikah atau selibater.
Ia menambahkan, “Dengan pilihan tersebut, maka kami lepas dari keluarga sedarah atau keluarga kandung dan terikat dengan keluarga baru, yakni Ordo atau Persaudaraan Kapusin.”
“Semua harta atas nama kami, menjadi milik Ordo atau Gereja dan ini sudah diatur dalam Hukum Gereja atau Hukum Khusus, yang diakui oleh Negara, di bawah Konfrensi Wali Gereja atau KWI,” lanjut Bruder Steph.
Bruder Steph menjelaskan, saat Pastor Simon Petrus Rostand OFM Cap meninggal karena sakit dan dimakamkan di pemakaman para pastor dan bruder Kapusin di Pemakaman Katolik Santo Yusup, Sungai Raya, Kalbar.
“Maka, sesuai aturan, apapun harta bergerak dan tak bergerak yang atas nama almarhum, dengan sendirinya menjadi milik Persaudaraan Kapusin,” katanya.
Masalah Muncul
Namun, masalah muncul, ketika lima saudara kandung almarhum Pastor Petrus Rostandy, mengklaim bahwa harta yang ditinggalkan olehnya, adalah milik mereka para waris.
Dimana, Almarhum Pastor Petrus terdiri dari 8 saudara, 3 meninggal, dan sisa 5 orang. Yakni Joseph Teddy Rostandy, Thomas Rostandy, Kosmas Rostandy, Eddy Rostandy, dan Anthony Rostandy.
“Mereka membuat Akte Waris di Notaris Sukabumi. Lima saudara ini memberi kuasa kepada Eddy Rostandy, untuk mengurus dan mengambil hak mereka,” ujar Bruder Steph.
Eddy Rostandy mulai memblokir tanah, surat-surat di Bank dan lainnya, yang atas nama Almarhum Pastor Petrus Rostandy dengan dasar Akte Waris Notaris Sukabumi tersebut.
“Perlu diketahui, walaupun biarawan-biarawan sudah di atas dalam Konstitusi Ordo atau aturan Hukum Gereja, maka Almarhum Pastor Petrus juga membuat Surat Wasiat di notaris, bahwa satu-satunya pewaris seandainya ia meninggal adalah Perhimpunan Biarawan Kapusin atau Ordo Kapusin,” ujarnya.
Komunitas Biarawan Kapusin pun menunjuk Bruder Steph untuk menangani kasus ini, karena dianggap ia akan berlaku netral. Terutama terkait tugas sebagai Ketua JPIC OFM Cap, yaitu Justice, Peace of Creation and Integrity atau Keadilan, Kedamaian, dan Keutuhan Semesta Alam.
Eddy Rostandy sendiri, telah datang ke forum, membawa seorang pengacara dan minta agar Ordo Kapusin serta Yayasan Widya Dharma mengembalikan biaya pengobatan Almarhum Pastor Petrus yang saat itu sakit.
“Baik perawatan di Pontianak maupun di RS Singapura. Di depan pengacaranya, Eddy menunjukkan corat-coret bahwa biaya pengobatan di Singapura mencapai Rp600 juta, RS Mitra Medika Rp260 juta, RS St Antonius Rp26 juta.
“Saat itu, saya jawab, bahwa kami perlu bukti nota/kwitansi/bukti transfer dan rincian biaya-biaya tersebut,” lanjutnya.
“Tetapi Eddy tidak dapat menunjukkannya. Akhirnya, saya buka map yang sudah dipersiapkan dan di depan pengacaranya serta Eddy, saya katakan bahwa semua itu sudah dibayar Ordo Kapusin. Saya juga menunjukkan bukti transfer ke Singapura sebesar Rp1 M, bukti transfer untuk carter pesawat Rp230 juta, bukti transfer RS Mitra Medika dan RS St Antonius, dengan nominal puluhan juga dan itu dibayarkan oleh Ordo Kapusin,” kata Br Stephanus Paiman OFM Cap.
“Saat itu, pengacara Eddy kaget dan bertanya bagaimana ini pak? Eddy pun diam saja tak bisa menjawab,” ungkap Bruder Steph.
Akhirnya, karena Ordo Kapusin dan Yayasan Widya Dharma merasa sangat-sangat terganggu, maka mengajukan gugatan ke Pengadilan, dengan unsur gugatan adalah surat keterangan Waris yang keluarga buat di Sukabumi.
Keluarga Cabut Kuasa
“Setelah kasus ini ribut dan mulai naik ke pengadilan, ada dua saudara kandung almarhum Pastor Petrus Rostandy, yakni Joseph Teddy Rostandy dan Kosmas Rostandy, membuat surat pernyataan mencabut kuasa pada Eddy Rostandy,” paparnya.
Mereka menyatakan tidak mau terlibat dalam hal ini. Alasannya mereka merasa dibohongi oleh Eddy Rostandy. Demikian juga dengan para keponakan dari Almarhum Pastor Petrus Rostandy, mereka membuat pernyataan bahwa tidak mau terlibat dalam kasus ini.
“Mereka malu, karena tau bahwa oknum dan beberapa paman mereka ini jelas salah. Ini sebenarnya aib, baik untuk keluarga Rustandy maupun Ordo Kapusin, karena baru sekarang ini dalam sejarah kami, ada keluarga yang seperti ini. Maka, demi sebuah kebenaran kami bawa ke Pengadilan, untuk diuji,” lanjutnya.
“Sebenarnya, dari pihak kami, kurang menyenangkan dengan kasus ini. Mermalukan saja, karena baru kali ini ada keluarga kandung seorang Saudara Kapusin yang mengklaim sesuatu atas nama saudaranya yang meninggal dan sudah bergabung dengan Persaudaraan Kapusin,” papar Bruder Steph.
“Bahkan, mereka membuat Akta Waris di Notaris, sungguh memprihatinkan. Maka, akhirnya, sebagai pembelajaran agar tidak terulang kembali dan harus dikupas di pengadilan, ini mungkin solusi yang terbaik,” kata Br Stephanus Paiman OFM Cap.
Mengawal kasus ini, Ordo Kapusin dengan koordinator Bruder Stephanus Paiman OFM Cap, menggunakan jasa pengacara Gunawan dkk dari Jakarta.
Sidang pertama sudah dilakukan pada Senin 1 Maret 2021. Namun pada sidang tersebut, tidak dihadiri para tergugat, termasuk pengacaranya. Sidang dilanjutkan pada 3 pekan kedepan, yakni pada 22 Maret 2021.
Perkara tersebut sudah terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak No 32 Perdata. Bertindak sebagai Hakim Ketua adalah Pransis Sinaga, dengan hakim anggota masing-masing Narni Priska Faridayanti dan Niko Hendra Saragih, serta panitera Irine Relawaty.
Sementara itu, Eddy Rustandy, sebagai tergugat, tidak menjawab telepon. Beberapa kali dihubungi, juga tidak merespon.
Terbaru, satu di antara keponakan almarhum RP Petrus Rostandy OFM Cap, menghubungi Br Stephanus Paiman OFM Cap. Dalam pembicaraan melalui WhatsApp sang keponakan mengatakan, sudah mendengar apa yang terjadi di Pontianak saat ini.
“Saya secara pribadi menghaturkan permohonan maaf karena tidaklah elok hal ini terjadi di mata Tuhan. Saya dan kakak saya juga papah tentu, memiliki pemikiran Pastor Petrus adalah sudah milik umat, maka apapun bentuknya yang menjadi milikinya adalah milik umat. Dan sekali lagi kami tidak ingin ikut serta dalam kasus ini. Segera bruder akan kami proses suratnya,” bunyi WhatsApp yang dikirim Asui, satu di antara keponakan almarhum.*
Tribun | Suarakalbar | Suarapemred