FILSAFAT, Bulir.id – Nihilisme adalah doktrin filosofis yang menyangkal keberadaan satu atau lebih hal yang dianggap membuat hidup menjadi baik, khususnya kebenaran, nilai, atau makna. Seorang nihilis tidak percaya bahwa pengetahuan itu mungkin, bahwa segala sesuatu itu berharga, atau bahwa hidup memiliki makna. Nihilisme juga menunjukkan suasana hati yang putus asa atau pesimisme terhadap kehidupan.
Sebagai konsekuensi dari mempertimbangkan nihilisme, kita dipaksa untuk melihat bahwa realitas mungkin tak beraturan, tidak rasional, sia-sia, tidak berharga, dan tidak berarti. Dengan demikian, nihilisme berfungsi untuk menghancurkan ilusi, mitos, dan konstruksi sosial dan budaya lainnya yang selama ini telah memberi kita keamanan, harapan dan yang terpenting, makna. Mengingat taruhannya, banyak filsuf telah bergulat dengan masalah mengatasi nihilisme.
Nietzsche dan Nihilisme
Nihilisme sering dikaitkan dengan filsuf Jerman Friedrich Nietzsche yang menganggap bahwa nihilisme merupakan fenomena yang tersebar luas dalam budaya Barat. Secara tradisional, agama Kristen menyediakan penawar bagi nihilisme dengan menyediakan sumber kebenaran, nilai, dan makna bagi orang Kristen.
Namun, seiring dengan menurunnya pengaruh agama Kristen, menurun pula kekuatan budayanya untuk meredakan ketakutan akan nihilisme. Kemudian, seiring dengan merosotnya kepercayaan Kristen, terutama oleh munculnya ilmu pengetahuan modern, kepercayaan tersebut tidak dapat lagi berfungsi sebagai sumber kebenaran, nilai dan makna.
Akibatnya, Nietzsche percaya bahwa ketika kita mengetahui bahwa dunia tidak memiliki nilai, makna, atau kebenaran objektif yang kita inginkan atau yang telah lama kita yakini, kita mendapati diri kita dalam krisis. Kita mendapati diri kita berhadapan dengan nihilisme.
Namun, Nietzsche menganggap nihilisme sebagai penyakit, dan menyebutnya ‘patologis.’ Ia berpendapat bahwa kita harus berusaha menyingkirkannya. Kita harus ingat bahwa hanya karena keyakinan kita sebelumnya tentang makna hidup itu salah, itu tidak berarti bahwa hidup itu tidak bermakna. Dan pencarian kita akan makna mungkin berhasil jika kita mencari di tempat yang tepat, yang bagi Nietzsche adalah di dunia ini, bukan di dunia supernatural yang imajiner.
Nihilisme Pasif
Namun, Nietzsche tidak menganggap semua orang mampu menyembuhkan diri mereka sendiri dari nihilisme. Apa yang disebut Nietzsche sebagai nihilisme pasif adalah pandangan yang menerima nihilisme sebagai titik akhir pencarian makna.
Nihilis pasif tidak memiliki kekuatan untuk menjadi pencipta nilai dan makna mereka sendiri. Bagi Nietzsche, seorang nihilis pasif dicirikan oleh kemauan yang lemah, ketidakmampuan untuk menciptakan makna, dan kecenderungan untuk menarik diri dari dunia.
Sebagai respons terhadap kurangnya makna dan kemauan yang lemah, kaum nihilis pasif sering kali bergabung dengan gerakan massa mendukung partai atau pemimpin politik, perang, atau negara sebagai cara untuk memberi makna pada hidup mereka. Hal ini memberi para pengikutnya rasa bahwa masih ada otoritas di dunia dan gerakan tersebut berfungsi sebagai semacam narkotika. Individu dalam gerakan semacam itu mengalami rasa memiliki yang dulunya disebut sebagai bagian dari rencana Tuhan.
Nietzsche mengakui nihilisme pasif dalam filsafat pesimistis Schopenhauer dan dalam agama Buddha. (Hidup adalah “episode yang tidak menguntungkan,” dalam kata-kata Schopenhauer.) Hal ini melibatkan berpaling dari kehidupan dan menolak semua nilai dunia ini. Dengan kata lain, beberapa orang berpendapat bahwa nihilisme pasif menerima penghancuran nilai dan makna.
Nihilisme Aktif
Respons lainnya adalah apa yang Nietzsche sebut sebagai nihilisme aktif. Nihilis aktif tidak berhenti pada penghancuran nilai dan makna, tetapi membangun yang baru, alih-alih menyerah pada keputusasaan atau bergabung dengan gerakan massa untuk memperbaiki ketakutan mereka.
Nietzsche membayangkan nihilis aktif sebagai orang-orang yang berani maju bahkan setelah kehilangan keyakinan yang sebelumnya memberi makna pada hidup mereka. Individu berkemauan keras ini mengatasi nihilisme dengan secara bebas menciptakan nilai dan makna mereka sendiri.
Setelah menyingkirkan keyakinan Anda sebelumnya, Anda berdiri sendiri sebagai jiwa yang bebas, bukannya memiliki makna yang dipaksakan oleh figur otoritas. Nihilisme aktif bukanlah akhir, melainkan awal dari pencarian nilai dan makna.
Dengan kata lain, nihilis aktif memberontak terhadap situasi yang mereka hadapi. ( Albert Camus adalah contoh lain dari nihilis aktif.) Namun dalam pemberontakan, mereka menemukan kekuatan dalam kekuatan kreatif yang memungkinkan mereka menjadi sumber makna mereka sendiri. Bagi Nietzsche, ini adalah jalan yang heroik.*