Vaksin Sebagai Kewajiban Etis Warga Negara

Kita tidak memiliki hak untuk mempertaruhkan kesehatan orang lain, sehingga kita wajib melakukan bagian kita untuk mengurangi tingkat infeksi dan penularan.

0

Oleh: Djanuard Lj*

 

OPINI, Bulir.id – Dua tahun berlalu pemerintah Indonesia berjibaku menangani pandemi Covid-19. Prioritas utama pemerintah dalam penanganan pandemi ini adalah keselamatan dan kesehatan warga negara.

Vaksin menjadi harapan baru dalam upaya penanganan pandemi tersebut. Ia menjadi kunci penekenan angka kematian di samping penegakan protokol kesehatan yang juga harus berjalan beriringan.

Meski demikian upaya pemerintah ini bukan tanpa kendala. Polemik vaksinasi massal yang terjadi di tengah masyarakat dan ruang publik kemudian menjadi kendala pemerintah untuk meyakinkan warganya.

Polarisasi pun terjadi, ada kelompok pro dan kontra sebagai reaksi gerakan vaksinasi massal. Argumen Kelompok kontra didasarkan atas alasan yang sumir atau penafsiran agama bahkan dikaitkan sampai pada permainan elite global.

Menurut data survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, WHO, dan UNICEF pada Oktober 2020, sebanyak 7.60% responden akan menolak vaksin COVID-19, sementara 27.60% persen menyatakan belum memutuskan.

Responden yang menolak menyatakan kekhawatiran akan keamanan, efektifitas, adverse event (kejadian ikutan) dan alasan keagamaan. Namun berbagai penolakan tidak menyurutkan usaha pemerintah untuk mewujudkan kekebalan komunitas atau herd immunity.

Berdasarkan data per Tanggal 11 Oktober 2021 Kementerian Kesehatan, vaksinasi massal nasional dengan total sasaran 208.265.720 (vaksin 1: 100.322.375 dosis (48,17%), vaksin 2: 57.607.200 dosis (27,66%), (Data Kemkes per 9 Oktober 2021)

Sedangkan di level internasional, berdasarkan data dari Our World in Data per 7 Oktober 2021, Indonesia berada di lima besar negara dengan jumlah orang yang sudah mendapatkan vaksin COVID-19, (China 1,10 miliar, India – 670,86 juta, Amerika Serikat 216,27 juta, Brasil 153,36 juta, Indonesia 99,3 juta). Capaian tersebut membuat Indonesia naik satu peringkat menyusul Jepang.

Jika cukup banyak orang yang mengambil vaksin, kemungkinan setidaknya 70% dari populasi, prevalensi penyakit akan perlahan menurun dan situasi akan kembali normal. Tetapi jika tidak cukup banyak orang yang divaksinasi, COVID-19 dapat bertahan tanpa batas.

Kewajiban Moral
Urgensi untuk mencapai situasi kembali normal telah menyebabkan beberapa orang mengklaim bahwa individu memiliki kewajiban sipil atau kewajiban moral untuk divaksinasi.

Kebanyakan orang berkeyakinan bahwa setiap orang memiliki kebebasan dalam menentukan kondisi kesehatannya sendiri, sehingga diperbolehkan untuk terlibat dalam aktivitas berisiko. Hal ini juga memperkuat alasan bahwa ia boleh menolak vaksinasi.

Sejatinya kelompok yang menolak vaksin juga mempertimbangkan alasan-alasan moral yang berhubungan dengan kelompok pro vaksin. Ada dua pertimbangan moral yang perlu diperhatikan.

Pertama, vaksin yang efektif diharapkan tidak hanya menurunkan tingkat infeksi tetapi juga tingkat penularan virus. Ini berarti bahwa mendapatkan vaksin dapat melindungi orang lain dan berkontribusi pada populasi yang mencapai kekebalan kelompok.

Kedua, prevalensi penyakit yang tinggi memungkinkan lebih banyak mutasi genetik virus, yang merupakan cara munculnya varian baru. Jika cukup banyak orang tidak divaksinasi dengan cepat, varian baru dapat berkembang yang lebih menular, lebih berbahaya, atau menghindari vaksin saat ini.

Vaksin menjadi suatu pilihan bebas namun vaksin bukan hanya tentang diri kita sendiri. Kita berhak mengambil risiko dengan keselamatan kita sendiri.

Sejatinya kebebasan kita dibatasi oleh bahaya yang dapat ditimbulkannya terhadap orang lain. Dengan kata lain, kita tidak memiliki hak untuk mempertaruhkan kesehatan orang lain, sehingga kita wajib melakukan bagian kita untuk mengurangi tingkat infeksi dan penularan.

Tanggung Jawab Yang Memanusiakan
Manusia dalam segala penghayatan dan segala sikapnya didorong oleh sebuah impuls etis yakni tanggung jawab terhadap sesama.
Menjaga kesehatan diri dan orang lain merupakan tanggung jawab kita bersama. Dengan vaksinasi kita mengambil bagian dalam upaya mengurangi tingkat infeksi dan penularan.

Tanpa diperintah oleh pihak lain, kita sudah dan harus bertanggung jawab terhadap sesama kita. Orang yang ada di sekitar kita adalah tanggung jawab kita bersama. Bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan diri dan orang lain.

Hal senada juga ditegaskan oleh Emanuel Levinas, filsuf kontemporer Prancis. Ia mengungkapkan penampakan Wajah Yang lain mengundang saya untuk bertanggung jawab. Lewat prinsip tersebut, maka tanggung jawab itu senantiasa terarah pada yang lain, melalui Orang Lain (through the Other).

Kita memberi perhatian bukan hanya bagi diri kita sendiri melainkan juga bagi orang yang berhadapan dengan kita. Jika kita menolak untuk divaksin maka kita secara sadar telah melukai yang lain.

Hal ini menegaskan bahwa “secara ontologis manusia selalu berelasi dengan Orang Lain.”
Dalam berelasi dengan yang lain kita hendaknya tidak menjadi bencana bagi yang lain. Melainkan kita mesti menjaga agar yang lain/the other tidak terinfeksi atau tertular oleh virus mematikan tersebut.

Tanggung jawab mesti menjadi dasar dari eksistensi kita. Subjektivitas kita sungguh-sungguh eksis karena kita sendiri adalah subjek yang bertanggung jawab. Ada kesadaran bahwa kita ada  dan bertanggung bertanggung jawab atas kehadiran orang lain.

Bertolak dari pendasaran Levinas, maka vaksinasi adalah sebuah keniscayaan sebagai bentuk tanggung jawab etis kita terhadap yang lain. Yang memungkinkan kita hadir/ada untuk yang lain (the othter). Hadir untuk menyelamatakan lebih banyak nyawa. Karena dengan kesadaran inilah kita semua akan terbebas dari serangan virus mematikan tersebut.

Tanpa ada kesadaran tentang kewajiban moral dan tanggung jawab, kita akan tetap terjebak pada kubangan cobid-19. Kesadaran moral membantu kita terbuka untuk mempertimbangkan kemanusiaan satu sama lain.

Selanjutnya pandemi ini akan berakhir apabila kita secara sadar dan bertanggung jawab untuk terlibat secara bersama-sama dalam projek vaksinasi massal pemerintah. Vaksinasi bukan satu-satunya cara tetapi salah satu dari bagian-bagian lain yang menampukkan kita untuk bertahan dari ganasnya covid-19.*

 


*Djanuard Lj merupkan alumnus Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya. Kini bekerja sebagai penulis tetap di media online Bulir.id. Lj panggilan akrabnya, kini tinggal dan bergulat dengan bisingnya kehidupan kota Jakarta.