Labuan Bajo, BULIR.ID – Manggarai Barat (Mabar), kabupaten di ujung barat Pulau Flores itu, membutuhkan sentuhan tangan pemimpin yang punya terobosan baru untuk menunjang kemajuan pariwisata dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Selama ini, pembangunan pariwisata yang dugaungkan cenderung hanya berfokus di Labuan Bajo, kota yang terus dipoles untuk memantik perhatian wisatawan lokal dan mancanegara, tetapi nyaris tidak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat di desa-desa.
Calon Bupati Mabar, Mario Pranda ingin membongkar pola pembangunan yang tidak berkeadilan ini, dengan menyiapkan peta jalan pembangunan yang menyasar pencipataan kemandirian ekonomi masyarakat kecil.
Mario mengatakan, salah satu langkah strategis yang perlu disiapkan dari sekarang adalah melalui pengembangan desa adat menjadi desa wisata. Kata dia, desa wisata tidak hanya meningkatkan ekonomi lokal tetapi sekaligus bisa melestarikan budaya.
Apalagi, di Mabar sendiri, sejumlah desa adat menyimpan potensi besar karena menggabungkan kearifan lokal, tradisi yang unik, serta keindahan alam yang otentik.
Mario sudah sering berdiskusi dengan masyarakat adat di beberapa desa di Manggarai Barat. Ia banyak mendapat cerita dari mereka soal potensi desa wisata untuk memndonkrak pertumbuhan ekonomi.
Dengan adanya transformasi yang serius, desa wisata membuka peluang ekonomi baru dengan menarik wisatawan baik dosemtik maupuk internasional.
“Juga memberikan peluang lapangan kerja di bidang jasa, kuliner, dan kerajinan tangan. Sementara, desa yang sebelumnya hanya mengandalkan sektor pertanian bisa punya peluang ekonomi yang lebih beragam,” kata Mario, Senin (21/10/2024).
Kendati demikian, Mario menekankan bahwa keberhasilan pengembangan desa wisata memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang matang.
Ia menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara peningkatan ekonomi dan pelestarian budaya agar desa-desa adat tetap mempertahankan identitasnya.
“Tanpa perencanaan yang tepat, desa adat bisa kehilangan esensinya karena tekanan komersialisasi,” kata dia.
Karena itu, keterlibatan aktif masyarakat adat dalam setiap tahap pembangunan, tambahnya, “menjadi sangat penting.”
Begitu juga kerja sama antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam merumuskan konsep pariwisata berkelanjutan. Hal ini bertujuan agar dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya lokal dapat diminimalisir.
Di sisi lain, kebijakan dan regulasi, seperti pembatasan jumlah wisatawan serta pengelolaan limbah, sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem di desa wisata.
“Desa wisata harus dikelola dengan prinsip keberlanjutan agar tidak hanya memberikan manfaat ekonomi jangka pendek, tetapi juga memastikan lingkungan dan tradisi budaya tetap terjaga,” kata Mario.
Selain itu, ia menyebut pentingnya pembangunan infrastruktur pendukung, seperti akses jalan, transportasi, dan fasilitas umum, agar wisatawan merasa nyaman selama berkunjung.
Namun, lagi-lagi ia menekankan “pembangunan infrastruktur harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan tidak merusak keaslian desa adat.”
Tak hanya itu, calon anggota DPRD Mabar dengan suara terbanyak ini, juga menyoroti peran teknologi sebagai faktor penting dalam mendukung pengembangan desa wisata.
Ia mendorong masyarakat desa adat untuk memanfaatkan media sosial dan platform digital sebagai alat promosi. Dengan cara ini, potensi desa dapat dipromosikan ke pasar yang lebih luas, sehingga mampu menarik lebih banyak wisatawan.
“Desa-desa yang mampu memanfaatkan teknologi akan lebih mudah dikenal dan berpotensi mengalami peningkatan kunjungan wisatawan secara signifikan,” ujarnya.
Untuk menunjang keberhasilan itu, pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal, tidak boleh diabaikan.
Mario menganggap peningkatan keterampilan dalam manajemen pariwisata, pemasaran, dan layanan pelanggan sangat penting agar masyarakat dapat mengelola destinasi wisata dengan baik.
Hanya dengan terobosan itu, masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton dalam industri pariwisata, tetapi juga pemain aktif yang mendapatkan manfaat langsung dari sektor tersebut.
Ia punya harapan, nantinya Mabar bisa tumbuh sebagai contoh daerah yang berhasil mengembangkan pariwisata secara berkelanjutan dan merata.
“Pengembangan desa adat menjadi desa wisata adalah langkah penting untuk pemerataan ekonomi di Manggarai Barat.”
“Dengan keterlibatan masyarakat dan perencanaan yang matang, desa adat kita bisa menjadi destinasi wisata yang unggul dan berkelanjutan,” katanya dengan penuh optimis.
Hilirisasi Pertanian dan Penguatan UMKM
Strategi penting lainnya adalah hilirisasi sektor pertanian dan penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Menurut Mario, kedua sektor ini perlu dikelola secara sinergis untuk mendorong kemandirian ekonomi masyarakat, terutama di desa-desa yang selama ini kurang tersentuh pembangunan.
Hilirisasi pertanian, sebutnya, akan membuka peluang baru bagi petani, tidak hanya sebagai produsen bahan mentah, tetapi juga sebagai pelaku dalam proses pengolahan produk bernilai tambah.
“Kita tidak boleh hanya berhenti pada produksi hasil tani. Petani harus didorong agar bisa memproses hasilnya menjadi produk olahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi, seperti kopi bubuk, makanan olahan, atau produk herbal,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa hilirisasi akan memutus ketergantungan pada tengkulak, sekaligus memperkuat posisi petani di pasar.
Apalagi, Mabar, memiliki potensi besar dalam produk-produk unggulan seperti kopi, kakao, dan hasil laut.
Jika dikelola dengan baik melalui program hilirisasi, produk-produk ini tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan pasar lokal, tetapi juga mampu bersaing di pasar nasional dan internasional.
Selain hilirisasi pertanian, penguatan UMKM sebagai motor penggerak ekonomi lokal juga sangat mendesak.
UMKM memainkan peran penting dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengurangi ketergantungan pada sektor formal.
Kata Mario, penguatan UMKM ini harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pelatihan manajemen, pemasaran, hingga kolaborasi dengan lembaga keuangan untuk mempermudah akses kredit bagi para pelaku UMKM.
Bahkan sinergi antara hilirisasi pertanian dan penguatan UMKM akan menciptakan ekosistem ekonomi yang saling mendukung.
Produk-produk hasil pertanian yang telah diolah bisa dipasarkan melalui jaringan UMKM, termasuk melalui toko-toko lokal, pasar wisata, dan platform digital.
“Desa-desa yang memiliki produk khas harus kita bantu agar dapat memasarkannya, baik secara langsung kepada wisatawan maupun melalui media digital,” katanya.
Selama menahkodai Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Manggarai Barat, Mario merekam banyak keluhan dari pelaku UMKM yang tidak tersentuh kebijakan pemerintah.
Ia misalnya mengunjungi beberapa UMKM, seperti UMKM Langke Rembong di Kampung Deru, Desa Lale, Kecamatan Welak dan Kelompok UMKM Mawar di Desa Ponto Ara, Kecamatan Lembor. Kedua UMKM ini bergerak bidang tenun ikat bercorak budaya.
Masalah yang sering dijumpai adalah ketiadaan sinergisitas antara pemerintah dengan pelaku UMKM. Mereka bingung mencari pasaran hasil produksi.
“Ini sebenarnya menjadi tugas pemerintah untuk menjadi jembatan pemasaran,” katanya.
Mario menegaskan, pembangunan di Mabar harus mencakup semua sektor dan wilayah, tidak hanya terpusat di kota wisata, Labuan Bajo.
Dengan kombinasi antara hilirisasi pertanian, penguatan UMKM, dan pengembangan desa wisata, kesejahteraan masyarakat bisa meningkat secara merata.
“Kita ingin membangun Manggarai Barat dengan pendekatan yang berkeadilan. Semua potensi harus dioptimalkan agar tidak hanya Labuan Bajo yang berkembang, tetapi seluruh desa dan masyarakatnya juga maju,” tutupnya.