Hepatitis Akut Menyerang, Pemerintah Pastikan Sekolah PTM Aman

0

Tabur, BULIR.ID – Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH menyampaikan per Minggu (22/5/22) sebanyak 614 kasus hepatitis akut telah ditemukan di 31 negara di seluruh dunia. Sementara di Indonesia, terdapat 14 dugaan kasus.

“Per 22 Mei kemarin, kasus hepatitis akut sudah ditemukan di 31 negara dengan jumlah 614 kasus. Sementara di Indonesia itu ada 14 dugaan kasus hepatitis akut, satu di antaranya probable. Yang 13 adalah case pending,” ujar Syahril dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 bertajuk “Hepatitis Akut Dicegah, Sekolah PTM Aman” pada Senin (23/5/22).

Pending classification, Syahril menjelaskan, adalah status kepastiannya masih menunggu hasil pemeriksaan lab untuk hepatitis A-E. Berdasarkan definisi WHO atas kasus hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya terdapat 5 kategori.

“Berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan WHO ada lima kategori yakni confirmed, probable, Epi-Linked, pending classification dan discarded. Sementara yang ada di Indonesia itu masih pending classification,” ungkapnya.

Syahril menyampaikan, pemerintah menerapkan metode yang sama pada penderita hepatitis A-E. Jika pasien hanya menunjukan gejala, mual muntah atau sakit perut sampai diare, penanganan bisa dilakukan di Puskesmas atau RSUD.

“Jadi tidak mesti disampaikan ke rumah sakit pusat. Kemudian yang kedua, jika gejalanya berlanjut- contoh kencingnya seperti air teh, BAB-nya seperti keputihan dan ada kuning di mata, penanganannya juga ada step-nya,” paparnya.

Namun jika pasien menunjukkan gejala lebih berat, misalnya mengalami kejang, kesadaran yang menurun, maka harus ditangani di rumah sakit yang lebih besar seperti RS Cipto Mangunkusumo dan RSPI Sulianti Saroso.

Syahril mengatakan, Kementerian Kesehatan, telah menunjuk RSPI Sulianti Saroso sebagai salah satu RS rujukan untuk kasus Hepatitis Akut yang masih belum diketahui penyebabnya ini.

“Dan Indonesia saat ini, dengan keputusan Dirjen Kemenkes, sudah menunjuk rumah sakit-rumah sakit umum pusat Kemenkes yang tersebar di seluruh provinsi untuk menjadi rumah sakit rujukan hepatitis. Untuk di Jakarta ada rumah sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RSPI Sulianti Saroso,” terangnya.

Pada kesempatan yang sama, Anang Ristanto selaku pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud mengungkapkan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Kemenkes dalam penanganan kasus hepatitis akut yang belum diketahui ini.

Namun, Anang juga menghimbau kepada seluruh satuan pendidikan di Tanah Air agar tetap tenang dalam menghadapi penyakit hepatitis ini. Ia berharap masyarakat terus meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan.

“Masyarakat pada satuan pendidikan kami harapkan tetap tenang dan melaksanakan anjuran pencegahan penularan hepatitis akut dengan meningkatkan kebersihan diri. Begitu juga di lingkungan serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat,” harapnya.

Menurutnya, protokol kesehatan hepatitis akut yang belum diketahui ini, selaras dengan protokol pembelajaran tatap muka di masa pandemi. Hal ini tertuang dalam SKB empat menteri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi covid-19.

Kemendikbud Ristek, lanjutnya, mengajak semua pihak untuk bergotong royong dalam memenuhi hak anak-anak dalam mendapatkan layanan pendidikan, khususnya untuk mencegah terjadinya learning loss dan dampak negatif akibat tidak optimalnya pembelajaran di masa pandemi.

“Dinas pendidikan dan kebudayaan tentunya harus meningkatkan kewaspadaan dan kerjasama yang solid antara orang tua, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan,” ujarnya.

Pendapat lainnya di forum yang sama, Lies Dina Liastuti, Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo mengatakan, sebagai rumah sakit rujukan nasional, pihaknya telah menerima satu kasus hepatitis akut yang belum diketahui.

“Sebagai rumah sakit rujukan nasional, kami adalah rumah sakit pertama yang menerima rujukan kasus ini sehari sebelum lebaran. Kasusnya waktu itu datang dari Jakarta Timur, dua anak kecil,” tuturnya.

Ia menyampaikan kasus itu merupakan yang pertama yang ditangani rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Pihaknya kemudian berkoordinasi dan melaporkan kepada Kemenkes setelah mengetahui hasil lab pasien yang dirujuk.

“Itu pertama kali kita menerima rujukan. Sehingga melaporkan kepada kemenkes bahwa ada kasus terduga hepatitis akut. Kita kaget dengan temuan laboratorium yang mengarah pada kerusakan hati yang berat sekali,” ungkapnya.

Menurutnya, hepatitis akut bukanlah penyakit baru. Namun hepatitis akut yang ditemukan ini menyebabkan kerusakan pada hati yang cukup parah dengan gejalanya yang cepat.

“Bahwasannya hepatitis akut sudah banyak sekali sebelumnya, makanya ada imunisasi. Tapi yang ini sangat berat, cepat dan kerusakannya pada hati sangat parah,” tegasnya.

Sebagai informasi, saat kasus covid-19 terus menunjukkan tren melandai, Indonesia justru kembali diserang penyakit baru yakni hepatitis akut. WHO menyebutkan kemunculan penyakit hepatitis akut ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Pertengahan Mei ini, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa menyatakan jumlah kasus hepatitis akut yang diselidiki di antara anak-anak di seluruh dunia telah mencapai 450 kasus.

Sementara merujuk pada data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pemerintah telah menemukan 14 kasus di Indonesia per 17 Mei 2022. Penyakit yang pertama kali ditemukan di Inggris Raya ini muncul saat pemerintah mulai menerapkan sistem pembelajaran tatap muka (PTM).*