Indonesia Capai Kesepakatan Strategis dengan AS, Tarif Impor Turun Signifikan hingga 19%

0

Jakarta, BULIR.ID — Setelah melalui proses negosiasi intensif tingkat tinggi, Indonesia berhasil menekan tarif impor Amerika Serikat (AS) untuk produk asal Indonesia dari 32% menjadi 19%. Keberhasilan ini merupakan hasil langsung dari kesepakatan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump, menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang mencapai kesepakatan setelah pengumuman resmi AS pada Juli lalu.

Menindaklanjuti keberhasilan tersebut, Pemerintah Indonesia menggelar sosialisasi kebijakan tarif resiprokal kepada pelaku usaha dan asosiasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (21/07). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa tarif baru sebesar 19% merupakan angka terendah di antara negara-negara ASEAN dan beberapa negara pesaing ekspor utama Indonesia.

“Angka 19% ini lebih rendah dibandingkan Vietnam dan Filipina (20%), Malaysia dan Brunei (25%), Kamboja (36%), hingga Bangladesh dan India yang berada di kisaran 27% hingga 35%,” ujar Menko Airlangga.

Airlangga juga menjelaskan bahwa struktur tarif Bea Masuk Most Favoured Nation (MFN) Indonesia saat ini memberikan dominasi pada tarif rendah, dengan 11,7% pos tarif dikenakan 0% dan 47,1% dikenakan 5%.

“Dengan perjanjian ini, kita perluas skema 0% ke AS sebagaimana yang sudah kita berikan pada mitra CEPA lainnya, seperti ASEAN-China FTA, IEU-CEPA, dan lainnya,” tambahnya.

Selain penurunan tarif, kesepakatan antara kedua negara juga mencakup penghapusan hambatan non-tarif yang selama ini menghambat kelancaran perdagangan. Detail dari kesepakatan ini akan diumumkan melalui Joint Statement resmi dalam waktu dekat.

Terkait pembelian produk asal AS dalam skema kerja sama ini, Airlangga memastikan tidak akan mengganggu neraca perdagangan Indonesia. Komoditas seperti gandum, kedelai, dan energi yang dibeli dari AS akan menggantikan produk serupa yang sebelumnya diimpor dari negara lain.

Lebih jauh, kesepakatan ini diyakini akan berdampak strategis bagi Indonesia dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, serta menyelamatkan hingga satu juta tenaga kerja yang bergantung pada sektor industri padat karya. Produk ekspor unggulan Indonesia seperti kelapa sawit juga akan semakin kompetitif di pasar global, khususnya AS dan Eropa.

“Satu juta tenaga kerja bisa terdampak jika tarif tidak diturunkan. Amerika melihat Indonesia sebagai mitra penting—demokrasi terbesar ketiga di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara,” tegas Menko Airlangga.

Pemberlakuan tarif baru sebesar 19% akan mulai efektif 1 Agustus 2025, dan Indonesia tidak akan dikenai tarif tambahan seperti negara lainnya yang belum mencapai kesepakatan.

Acara sosialisasi tersebut turut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara seperti Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Wakil Menteri dari berbagai kementerian strategis, perwakilan lembaga negara, BUMN, serta asosiasi pelaku usaha nasional.