Jakarta, BULIR.ID – Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menciptakan perubahan signifikan melalui berbagai pembangunan di Papua, terutama dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan menurunkan tingkat kemiskinan. Melalui program-program yang terfokus dan berbasis pada kebutuhan masyarakat, pemerintah berhasil mengatasi tantangan yang dihadapi di Bumi Cenderawasih.
Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga menegaskan, selama sepuluh tahun terakhir, tingkat IPM di Papua naik sebesar 5,6%, dan tingkat kemiskinan turun dari 27,6% pada 2014 menjadi 21% pada 2023.
“Peningkatan IPM di Papua tidak terlepas dari implementasi Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP), yang menyasar tiga variabel utama, yakni Papua cerdas, sehat, dan produktif,” ujarnya dalam Forum Merdeka Barat (FMB9) dengan tema ’10 Tahun Membangun Papua dengan Pendekatan Indonesia-Sentris’, Senin (14/10).
Dalam kerangka ini, pemerintah telah meluncurkan berbagai program yang fokus pada pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Kastorius menjelaskan, RIPP memiliki delapan variabel turunan yang lebih spesifik, termasuk penanganan stunting, akses pendidikan, dan harapan hidup.
“Pendekatan ini secara langsung menargetkan masalah-masalah riil yang dihadapi masyarakat Papua,” tegasnya.
Tak hanya itu, pemerintah dalam mendorong kemajuan Papua juga telah menggelontorkan dana otonomi khusus (otsus) yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan dasar. Selama 10 terakhir, sekitar Rp117 triliun telah dialokasikan pemerintah untuk dana otsus.
Dana otsus dalam 10 tahun terakhir itu meningkat 16 persen dari yang digelontorkan sejak 2004. Peningkatan alokasi dana otsus ini berkontribusi besar terhadap kemajuan yang telah dicapai di Papua, termasuk dalam sektor kesehatan dan pendidikan.
“Pengelolaan dana otsus ini semakin efektif berkat pengawasan ketat dari Badan Pengawas dan Pemberdayaan Pembangunan Otonomi Khusus (BP3OK),” ujar Kastorius.
Meskipun pembangunan Papua menghadapi berbagai tantangan, termasuk geografis yang kompleks dan akses yang sulit dijangkau, namun upaya pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur transportasi dan aksesibilitas yang telah dibangun mampu menurunkan angka kemiskinan. Konektivitas yang lebih baik dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap peningkatan IPM.
“Kami berkomitmen untuk memperbaiki konektivitas antar wilayah, yang sangat krusial bagi distribusi logistik dan pelayanan masyarakat,” tegasnya.
Tak hanya itu, program penanganan stunting juga merupakan salah satu langkah konkret pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua. Dengan target penurunan stunting minimum 4% setiap tahunnya, pemerintah berfokus pada penyediaan gizi yang baik bagi anak-anak.
“Kami percaya bahwa dengan mengatasi masalah gizi, kita dapat meningkatkan produktivitas dan kesehatan generasi muda Papua,” tambahnya.
Kemudian pemekaran wilayah di Papua yang menghasilkan empat daerah otonomi baru (DOB) juga diharapkan dapat mempercepat laju pembangunan. Belajar dari pengalaman pemekaran Papua Barat pada 1999 silam, wilayah ini menunjukkan laju peningkatan IPM dan penurunan kemiskinan jauh lebih impresif.
“Dengan enam provinsi baru di Papua, kami yakin dampak positif akan semakin meluas,” ungkap Kastorius.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang terencana dan fokus, pembangunan di Papua dapat memberikan hasil yang signifikan. Selain itu, dengan upaya yang berkelanjutan, Papua diharapkan akan terus mengalami kemajuan dalam meningkatkan IPM dan menurunkan tingkat kemiskinan, menjadikan wilayah ini lebih sejahtera dan berdaya saing.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain untuk memastikan setiap program diarahkan untuk kemajuan Papua,” tutupnya.*