Oleh: Yasinta Betan, S.Kep., Ns., MNS
JAKARTA, Bulir.id – Seiring berjalannya waktu, masalah Diabetes Melitus (DM) semakin meningkat di seluruh penjuru dunia. Menurut laporan terbaru dari Federasi Diabetes Internasional (IDF) yang dirilis tahun 2023, satu dari setiap sepuluh individu berusia 20 hingga 79 tahun harus berjuang melawan cengkeraman diabetes (537 juta jiwa). Namun, angka ini diperkirakan akan melonjak lebih tinggi, mencapai 643 juta jiwa pada tahun 2030. Lebih mengkhawatirkan lagi, datangnya sorotan pada fakta bahwa hampir empat dari setiap lima penderita diabetes (79%) berada di negara-negara berkembang dan salah satunya adalah Indonesia.
Di Indonesia, berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tingkat penderita diabetes telah melonjak secara dramatis: dari 5,3% pada tahun 2007, menjadi 6,9% pada tahun 2013, dan semakin meningkat pada 10,9% pada tahun 2018.
Tidak dapat diabaikan pula bahwa Nusa Tenggara Timur, di antara rangkaian pulau-pulau Indonesia, muncul sebagai provinsi dengan tingkat prevalensi diabetes mellitus keempat di Indonesia setelah Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Penyakit diabetes melitus, yang kerap dikenal luas sebagai “penyakit gula” atau “kencing manis,” merupakan suatu kondisi yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor kompleks. Genetika, riwayat keluarga, kelebihan berat badan, dan kekurangan aktivitas fisik adalah beberapa di antara pemicunya.
Faktor utama terletak pada rendahnya atau bahkan absennya hormon insulin yang dihasilkan oleh sel β di pankreas. Hormon insulin memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan kadar gula dalam darah. Dampak dari kekurangan hormon ini sangat signifikan, memicu lonjakan kadar gula dalam sirkulasi darah. Akibatnya, penderita diabetes akan mengalami rangkaian gejala yang mencakup rasa lapar dan haus secara terus menerus, frekuensi buang air kecil yang meningkat terutama pada malam hari, penurunan berat badan yang drastis, serta sering kali mengalami sensasi pusing yang mengganggu.
Fakta Kritis yang Perlu Disadari: Diabetes Melitus, Tak Tersembuhkan
Salah satu pemahaman mendasar yang seyogyanya diterima oleh masyarakat adalah sifat tak tersembuhkan dari penyakit ini. Hal ini menjadi pengetahuan yang vital bagi penderita dan keluarganya. Menariknya, dalam konteks ini, maraknya iklan-iklan mengenai obat herbal yang diklaim dapat menyembuhkan penyakit diabetes patut diberikan perhatian. Namun, kehati-hatian mutlak diperlukan dalam menerima klaim semacam ini.
Kesadaran akan hal ini menjadi semakin penting karena banyak masyarakat yang akhirnya tergoda dan mempercayai klaim tersebut, terkadang tanpa mempertimbangkan solusi medis. Akibatnya, muncul risiko komplikasi yang berpotensi lebih cepat terjadi seperti gagal jantung, gagal ginjal, kebutaan, dan kecacatan seperti amputasi akibat luka ganggren. Kurangnya pemahaman tentang tata cara mengelola kondisi ini turut berperan dalam skenario ini.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk meneguhkan pemahaman bahwa diabetes melitus adalah suatu kondisi kronis yang memerlukan pendekatan medis yang cermat dan terstruktur. Dengan begitu, Masyarakat dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengelola penyakit ini demi mencegah terjadinya komplikasi yang merugikan.
Kendali Dalam Genggaman: Menjaga Keseimbangan gula darah dengan Langkah-Langkah Sehari-hari
Berita baiknya adalah, kendali atas penyakit ini dapat dipegang oleh penderita sendiri dengan langkah-langkah yang sederhana namun berdampak besar. Salah satu cara utama adalah dengan secara teratur memantau kadar gula darah di rumah, menggunakan alat pemeriksaan yang tersedia bebas di apotik. Alternatif lainnya adalah menjalani pemeriksaan berkala di pelayanan kesehatan.
Tidak hanya itu, upaya menjaga keseimbangan juga bisa terwujud melalui aktivitas fisik yang terencana. Rutinitas olahraga minimal 30 menit, 3-5 kali dalam seminggu. Selain itu, pilihan pola makan juga memegang peranan penting. Mengendalikan konsumsi karbohidrat, karena karbohidrat akan beralih menjadi gula di dalam tubuh, serta mengurangi asupan gula, adalah langkah bijak.
Tidak boleh dilupakan bahwa mematuhi penggunaan obat anti diabetes oral atau insulin dengan teratur adalah langkah tak terelakkan. Faktor ini memiliki bobot yang sangat besar, sebab seringkali pasien yang mengabaikannya berisiko menghadapi beragam komplikasi serius. Kehati-hatian ini menjadi krusial karena seringkali terdapat penderita yang memandang sebelah mata akan hal ini.
Dalam kebanyakan kasus, alasan bagi Masyarakat yang enggan mengkonsumsi obat medis seringkali berkaitan dengan sensasi pusing atau efek negatif lainnya yang diduga akan muncul. Namun, di dunia nyata, buktinya adalah, ketika obat diambil sesuai petunjuk dokter, stabilitas kadar gula darah dapat dijaga. Kunci dalam hal ini adalah menjalani perawatan sesuai dengan saran dari tenaga medis yang kompeten.
Jangan ragu untuk berdiskusi dan mendapatkan pandangan dari dokter mengenai penggunaan obat yang paling cocok bagi Anda. Konsultasi ini adalah pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang langkah yang perlu diambil demi menjaga kesehatan dan kualitas hidup yang baik, bahkan dalam menghadapi tantangan diabetes melitus.
Melalui rangkaian tindakan ini, penderita diabetes melitus dapat memegang kendali atas kesehatan mereka dengan penuh keyakinan. Dengan melibatkan diri dalam perawatan diri yang cermat, mereka membuktikan bahwa bahkan dalam tantangan kesehatan, ada banyak langkah positif yang dapat ditempuh untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik.*
*Yasinta Betan, S.Kep., Ns., MNS merupakan dosen Program Studi Keperawatan Universitas Citra Bangsa, Nusa Tenggara Timur.