Tabur, BULIR.ID – Penyebab gelombang tsunami covid-19 yang menghantam India beberapa minggu terakhir belum bisa dipastikan sepenuhnya sebagai akibat dari mutasi varian baru covid-19. Namun diduga disebabkan faktor euforia vaksinasi yang masih rendah.
Demikian disampaikan Ahli Virologi Universitas Udayana Bali, Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika dalam Dialog Produktif bertema “Belajar dari India Tingkatkan Kepatuhan Prokes Sekarang Juga” yang diselenggarakan KPCPEN Kamis (29/4).
Sebagaimana diketahui, sejumlah negara di dunia terus melaporkan perkembangan adanya varian baru. India secara khusus terus meembus rekor baru setiap harinya. Beberapa hari terakhir, negara tersebut
mencatatkan penambahan kasus positif harian di atas 300 ribu dengan tingkat fatalitas mencapai ribuan.
“Apa yang terjadi di India masih belum pasti disebabkan oleh mutasi virus Covid-19 tapi kita belajar bahwa kerumunan, dan euforia vaksinasi menjadi faktor terbesar yang membuat terjadinya tsunami Covid-19 di India. Hal ini bisa dicegah dengan bersama-sama mematuhi protokol kesehatan 3M,” kata Prof. Mahardika.
Prof Mahardika menjelaskan bahwa capaian vaksinasi di India sebenarnya masih berkisar di angka 7% dari jumlah penduduknya. Artinya, euforia vaksinasi masyarakat di India masih dini namun sudah lalu menerapkan protokol kesehatan.
“Euforia vaksinasi di India masih dini. Jangan sampai ini terjadi di Indonesia, karena lingkup vaksinasi di Indonesia baru menyentuh angka sekitar 2,5% dari jumlah penduduk,” terangnya.
Maka dari itu, ia menyarankan agar gelombang tsunami covid-19 yang menghantam India harus dijadikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Sebab seiring meningkatnya kasus covid-19, akan diikuti oleh meningkatnya fatalitas.
“Pelajaran yang harus kita pegang dari kejadian di India adalah, begitu kasus COVID-19 meningkat maka diikuti oleh meningkatnya fatalitas atau angka kematian,” kata Prof Mahardika.
Ia menambahkan, peristiwa tsunami covid-19 di India bisa dicegah agar tidak terjadi juga di Indonesia yakni dengan bersama-sama mematuhi protokol kesehatan 3M antara lain mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak.
“Hal ini bisa dicegah dengan bersama-sama mematuhi protokol kesehatan 3M,” ungakpnya Prof Mahardika.
Senada juga disampaikan Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr. Ede Surya Darmawan. Menurunya, pandemi COVID-19 masih belum berakhir. Oleh karena itu, protokol kesehatan tidak boleh ditawar. Harapannya PSBB dan PPKM Mikro di Indonesia tetap berjalan.
“Konteks utama protokol kesehatan itu adalah menjaga jarak, ini artinya kita tidak boleh berkerumun sama sekali, kedua memakai masker, dan terakhir mencuci tangan setelah menyentuh apapun,” ungkapnya.
Selain memperketat 3M, Dr. Ede mengimbau agar elemen masyarakat waspada. Sebab kasus covid-19 menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. ”Ini tanggung jawab kita bersama bukan kewajiban individu semata,” pungkasnya.*
Sementara itu, Mahasiswa Indonesia di India, Agoes Aufiya membeberkan kondisi di India saat ini. Ia menceritaka bahwa dalam 24 jam terakhir, telah terkonfirmasi sebanyak 379 kasus baru.
“Dalam 24 jam terakhir, telah terkonfirmasi 379 ribu kasus baru sehingga angka kasus aktif mencapai 3 juta dengan kasus kematian mencapai 3.646. Kalau melihat laporan ketersediaan ruang ICU Covid19 di New Delhi, dari 4.821 kamar yang ada, kini tersisa 18 ICU saja,” tutur Agoes.
Atas kondisi ini, KBRI di New Delhi telah memberikan imbauan kepada WNI yang berada di India untuk tetap di rumah saja, tetap mematuhi protokol kesehatan, dan memenuhi pasokan logistik agar tidak keluar rumah kalau tidak perlu.
KBRI dan KJRI Mumbai memberikan nomor telepon darurat apabila ada WNI yang memerlukan bantuan atau asistensi untuk saat ini.Saat ini New Delhi memasuki masa lockdownfase kedua yang sudah diperpanjang.
“Lockdownsebelumnya dilakukan pada 20-26 April. Kini diperpanjang 27 April sampai 3 Mei 2021. Untuk keluar rumah ke tempat yang lebih jauh, perlu menggunakan izin tertentu dari pemerintah India,” terang Agoes.*