PolisLab Institute Gelar Diskusi Soal Pilkada NTT: Siapa yang Layak Menjadi Pemimpin?

0

Jakarta, BULIR.ID – PolisLab Institute menggelar diskusi bertajuk “Momentum Pilkada NTT 2024: Siapa yang Layak Menjadi Pemimpin?” pada Sabtu, 16 November 2024, di Le’kedai Coffee, Tomang.

Acara yang berlangsung dari pukul 18.00 hingga 21.00 WIB ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga penyampaian hasil riset yang dilakukan sejak September 2024.

Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk perwakilan calon gubernur dan wakil gubernur NTT 2024, serta tim riset dari PolisLab Institute.

Pasangan Yohanis Fransiskus Lema dan Jane Natalia Suryanto (Paket Ansy-Jane) diwakili oleh Dennis Trison Morgan, seorang Dosen di Lemondial Business School.

Sementara itu, pasangan Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johanis Asadoma (Paket Melki-Asadoma) diwakili oleh Emanuel Mikhael Kota, advokat dan ketua relawan Timur For Gibran.

Di pihak lain, akademisi Alen Rhangga dari Politics and Economics Inquiry Center (PEACE) juga turut berpartisipasi dan memberikan analisis mendalam terkait situasi NTT.

Tim riset sendiri diwakili oleh Petrus Fidelis Ngo (Defri Ngo) selaku ketua PolisLab dan Ruben Nabu selaku program manager.

Keseluruhan diskusi diawali dengan pemaparan hasil riset PolisLab yang menyoroti karakteristik pemilih NTT dan isu-isu strategis.

Defri Ngo, pada kesempatan pertama menjelaskan bahwa NTT merupakan wilayah dengan heterogenitas pemilih yang berlatar belakang budaya, agama, dan bahasa yang beragam.

Hal ini berpengaruh pada preferensi masyarakat dalam memilih pemimpin. Mereka, ungkap Defri akan cenderung memilih pemimpin yang ramah terhadap perbedaan.

“Pemilih di NTT sangat beragam. Ini karena kita memiliki 45 suku, 72 bahasa daerah dan 5 agama besar. Potensi tersebut harus menjadi pijakan yang harus ditangkap para pemimpin,” ujarnya.

Bagi Defri, heterogenitas pemilih juga dapat berpengaruh pada isu identitas yang kerap menjadi komoditas kampanye, seperti yang terlihat pada kemenangan Paslon Victory-Joss di 2018 lalu.

“Di Pilkada 2024 sekarang, pola yang sama diulang, misal dengan memainkan isu agama, ras dan golongan tertentu. Pemilih perlu cerdas dalam menafsir model kampanye demikian,” tegasnya.

Di sisi lain, Ruben Nabu, anggota tim riset PolisLab, menambahkan bahwa NTT menghadapi berbagai persoalan mendasar seperti pendidikan, kemiskinan, pelanggaran HAM, dan ekologi.

“Kalau kita lihat data, pendidikan kita masih sangat jauh dari daerah-daerah lain. Problemnya apa? Kemiskinan. Jalan keluarnya kemana? Jadi TKW? Skema ini justru menghantarkan kita dalam lubang persoalan yang sama” ungkap Ruben.

“Persoalan-persoalan yang saya sebutkan tadi setali tiga uang dengan kapasitas pemimpin kita sebelumnya. Pertanyaannya adalah kita pilih pemimpin yang bagaimana untuk Pilkada 2024?”.

Sorotan Visi dan Misi

Dennis Trison Morgan, perwakilan dari Paslon Ansy Lema dan Jane Natalia, menekankan keunggulan pasangan Ansy-Jane dalam hal integritas dan transparansi.

“Selama menjabat sebagai anggota DPR RI, Pak Ansy selalu menyampaikan laporan kerja berkala kepada masyarakat. Integritas dan transparansi ini perlu diberi nilai lebih. Kita butuh pemimpin yang demikian,” ujar Dennis menyinggung keunggulan paket Ansy-Jane.

Selain itu, Dennis memperlihatkan bahwa dalam Pilkada NTT 2024, Paket Ansy-Jane juga memiliki program strategis yang jelas dalam menjawab persoalan yang dialami masyarakat.

“Program mereka juga jelas dan fokus, seperti Desa Manyala yang mendukung tenaga kerja kesehatan dan menjanjikan alokasi Rp100 juta per desa setiap tahun,” papar Dennis.

Sementara itu, Emanuel Mikhael Kota yang mewakili pasangan Melki-Jhony juga menampilkan keunggulan paslon yang didukungnya.

Bagi Mance, demikian panggilan akrabnya, Pak Melki dan Wakilnya adalah sosok yang ideal untuk memimpin NTT.

“Selama jadi DPR RI, Pak Melki sudah buktikan betapa ia bekerja dengan sungguh untuk NTT. Dia memperjuangkan hak-hak masyarakat dengan mengurus masalah buruh dan tenaga kerja” ungkap Mance

Selain itu, Mance menyinggung betapa pentingnya pemimpin daerah yang program kerjanya sinkron dengan pimpinan pusat.

“Kita di NTT ini APBD kecil. Lalu dari mana kita mau bangun yang besar-besar kalau tidak punya relasi dengan pusat? Kehadiran Pak Melki dengan kendaraan partai justru mendukung NTT membuat pembangunan untuk menyejahterakan rakyat,” pungkasnya.

Terakhir, Alen Rhangga selaku penanggap memberikan beberapa poin penting untuk memilih pemimpin di NTT. Terlebih dahulu ia menyinggung hasil riset yang dipaparkan tim PolisLab.

“Persoalan-persoalan yang dipaparkan tadi nyata terjadi di NTT. Masih banyak persoalan lain seperti ekologi, masyarakat adat dan air bersih. Semuanya menjadi ukuran sejauh mana kita harusnya memilih pemimpin NTT,” terang Alen.

Baginya, pemimpin yang ideal untuk NTT adalah dia yang mampu turun langsung ke lapangan dan menjawab persoalan praktik yang dijumpai masyarakat.

“Atas semua persoalan tadi, maka pilih pemimpin di NTT haruslah dia yang ‘bau tanah’. Artinya dia yang merasakan secara betul masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan merasakan, dia akan membantu mereka keluar dari jerat persoalan,” tutup Alen.

Rangkaian diskusi berjalan dengan lancar. Para tamu undangan yang terdiri dari mahasiswa, aktivis dan diaspora NTT menyampaikan sejumlah pertanyaan penting terkait masalah-masalah yang dihadapi di NTT.

Salah satu pertanyaan menarik adalah upaya para Paslon menjawab persoalan bencana. Pertanyaan lain soal isu geothermal juga disinggung untuk melihat keseriusan para calon Gubernur dan Wakil Gubernur.

Ketua PolisLab, Defri Ngo, menutup acara dengan menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat.

“Diskusi ini adalah bukti cinta kita kepada NTT. Edukasi kepada masyarakat menjadi penting agar pemimpin yang terpilih benar-benar membawa perubahan positif,” pungkasnya.

Rangkaian diskusi berjalan lancar dan meninggalkan harapan besar bagi NTT, bahwa Pilkada 2024 menjadi momentum perubahan nyata di provinsi yang kerap dijuluki “Nanti Tuhan Tolong” ini.