Utama, BULIR.ID – Dewasa ini, kehidupan sebagian besar penduduk dunia sulit dipisahkan dari internet. Menariknya, penduduk Indonesia menempati urutan teratas dibandingkan negara-negara lainnya di dunia dengan jumlah pengguna internet terbanyak.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengungkapkan, saat ini Indonesia adalah negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak ke-4 di dunia.
Rinciannya, jelas Plate, penetrasi internet di Indonesia sebesar 73,7 persen dari total populasi atau berjumlah sekitar 202,7 juta pengguna.
“Selain itu, pengguna layanan digital di Indonesia juga mengalami pertumbuhan sekitar 37 persen selama pandemi,” jelas Plate, dikutip dari siaran pers, Kamis (4/11/2021) lalu.
Plate memaparkan, pertumbuhan pengguna internet berkontribusi pada pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi di Indonesia sebesar 10,58 persen cumulative-to-cumulative pada 2020.
Sementara mengutip data yang dirilis HootSuite dan We Are Social dalam laporan bertajuk “Digital 2021“, pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa.
Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu. Masih dari laporan yang sama, pengguna internet Indonesia rata-rata menghabiskan waktu selama 8 jam 52 menit untuk berselancar di internet setiap harinya.
Pemanfaatan Internet atau Ruang Digital
Corona virus deseases 2019 atau covid-19 yang menjadi pandemi “memaksa” masyarakat menggunakan internet lebih sering dari sebelumnya. Hal ini sebagai akibat dari kebijakan pemerintah terkait belajar dan bekerja dari rumah.
Selain untuk urusan pekerjaan, penggunaan internet yang semakin pesat menjadi ajang bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan produktif di ruang digital atau internet.
“Tanpa disadari hal ini memunculkan adaptasi atau transformasi digital bagi masyarakat Indonesia berjalan lebih cepat,” ujar Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Prof. Henry Subiakto, pada webinar “Merajut Nusantara: Optimalisasi Teknologi Digital di Masa Pandemi” pada Jumat (19/3/2021).
Dalam pemaparannya, Prof Subiakto mengutip laporan e-Conomy SEA 2020 yang diterbitkan Google, Temasek, dan Bain & Company pada awal November 2020 lalu. Laporan itu menyebut nilai ekonomi berbasis internet negara-negara di Asia Tenggara mencapai USD105 miliar atau sekitar Rp1.470 triliun (kurs rupiah per dolar Rp14.000).
Menariknya, sebanyak USD44 miliar atau Rp616 triliun di antaranya disumbang Indonesia. Adapun nilai ekonomi digital di Indonesia diperkirakan tumbuh 11 persen dibandingkan tahun lalu, sementara Vietnam hanya mampu menyumbang 16 persen.
Proyeksi nilai ekonomi tersebut berdasarkan transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) lima sektor, yakni e-commerce, berbagi tumpangan (ride-hailing), dan pesan-antar makanan, media digital, online travel, serta finansial.
Peningkatan jumlah transaksi lewat e-commerce tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam mendorong akseptasi digital kepada masyarakat, serta terus mengakselerasi perkembangan fintech dan digital banking.
Sejalan, pemerintah melalui Kementerian Kominfo juga serius memperkuat infrastruktur digital hingga ke pelosok wilayah terpencil dan terluar serta rutin mengadakan kegiatan literasi digital. Hal ini memberikan optimisme dan membuka pintu peluang bagi kegiatan di internet atau ruang digital semakin pesat.
Dalam kesimpulannya, Prof Subiakto mengatakan data-data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia bukan saja sebagai pasar dari pemain digital, melainkan juga harus meningkatkan potensi sosial ekonominya. Penggunaan ruang digital dalam kegiatan produktif saat ini sudah dilakukan di kota-kota besar di Tanah Air seperti DKI Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Senada dengan Prof Subiakto, Anggota Komisi I DPR RI, Ilham Pangestu mengakui dampak Covid-19 membuat ekonomi nasional melesu. Tapi di sisi lain, teknologi digital juga semakin memudahkan produsen untuk menjajakan produknya langsung ke masyarakat.
Menurut Pangestu, hal ini membuat transaksi digital melonjak. Peningkatan pesat ini terlihat pada konsumsi makanan-minuman, produk kesehatan, elektronik, maupun transaksi keuangan online.
Kegiatan produktif yang dilakukan melalui ruang digital oleh sebagian besar masyarakat Indonesia akan membuat dampak positif bagi perekonomian bangsa. Dengan begitu, pemulihan perekonomian dalam negeri dapat diraih dalam waktu yang relatif lebih cepat.
Internet dan e-commerce
Menengok beberapa tahun ke belakang, 2015 adalah tahun emas bagi startup yang bergerak di industri e-commerce. Hal ini ditandai dengan banyaknya kemuculan marketplace. Marketplace sendiri merupakan salah satu konsep bisnis yang digunakan oleh para e-commerce tersebut.
Marketplace digambarkan sebagai pasar tradisional yang berada di internet atau ruang digital. Pemilik marketplace memiliki peran sebagai pihak yang mempertemukan antara penjual dengan pembeli pada website mereka.
Pertumbuhan e-commerce di Indonesia memang bisa dikatakan sangat pesat, bahkan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan e-commerce terpesat di dunia. Menurut International Data Corporation (ICD), pertumbuhan e-commerce Indonesia merupakan yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Mengacu data yang dirilis Katadata, pada tahun 2014 nilai transaksi e-commerce Indonesia hanya berada di angka Rp25,1 triliun. Namun naik empat kali lipat pada tahun 2016 yang mencapai angka Rp108,4 triliun. Sementara menurut data Bank Indonesia (BI), nilai transaksi pada tahun 2020 mencapai Rp266,3 triliun.
Menteri Pedagangan Muhammad Lutfi, mengatakan perdagangan transaksi e-commerce di Indonesia di tahun 2021 diperkirakan melonjak signifikan, baik dari sisi nilai perdagangan hingga jumlah volume transaksi.
“Kami informasikan market share e-commerce di Indonesia sudah mencapai 45% dibandingkan negara ASEAN lainnya. Diperkirakan transaksi e-commerce Indonesia tahun 2021 mencapai Rp354,3 triliun naik 33,11% per tahun,” kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI, Senin (23/8/2021).
Menurut Lutfi, sementara ini volume transaksi e-commerce Indonesia juga naik signifikan mencapai 68,34% pertahun, sehingga diprediksi pada tahun 2021 volume transaksi diperkirakan mencapai 1,3 miliar.
“Volume transaksi e-commerce naik signifikan mencapai 68,34% per tahun (rata-rata, red). Pada 2021, diprediksi volume transaksi mencapai 1,3 miliar transaksi atau naik 38,17%,” jelasnya.
Lutfi mengatakan Indonesia memiliki ekonomi digital yang sedang berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan jumlah penduduk yang besar, begitu juga dengan pengguna internet yang tumbuh. Sehingga iklim perdagangan digital harus dibenahi.
Salah satunya dengan cara merevisi Permendag 50/2020 yang juga memperjelas aturan agar praktik predatory pricing lebih jelas. Sehingga iklim perdagangan digital juga lebih kondusif juga dengan mendorong pelaku UMKM supaya produknya lebih bersaing.
“Pemerintah juga sedang aktif merespon kebijakan e-commerce nasional yang saat ini sedang merevisi aturan Permendag Nomor 50/2020 untuk mengurangi ancaman UMKM dalam negeri,” jelasnya.
UMKM Bendung Badai Produk Impor
Salah satu isu besar yang sedang ditangani Kementerian Perdagangan (Kemendag) saat ini adalah berupaya meningkatkan ekspor dan menjaga neraca perdagangan agar tidak defisit. Defisit akan terjadi bila jumlah barang impor lebih besar ketimbang yang diekspor.
Salah satu penyebabnya adalah perkembangan e-commerce yang pesat, yang membuka peluang semakin besar bagi masuknya produk dari luar negeri. Pemain luar negeri tertarik untuk menguasai pasar Indonesia . Pada tahun 2011, misalnya, marketplace fashion asal Singapura Zalora mendirikan Zalora Indonesia.
Pantaun pada sejumlah marketplace Indonesia seperti Shoppe, Lazada dan lain-lain beberapa online shop (oslop) atau toko online justru beroperasi dari luar negeri. Para Oslop ini memberikan tawaran yang menggiurkan beruapa harga barang super murah dan ongkos kirim yang terjangkau dari luar negeri.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kontribusi produk luar negeri dari barang yang listing di online marketplace di Indonesia mencapai 93 persen, sedangkan produk lokal hanya 6 sampai 7 persen. Lantas, apakah marketplace bisa membendung produk impor masuk ke Indonesia?
“Karena kami bukan importir, kami tidak bisa bendung. Kami juga bukan regulator, jadi agak susah jawabnya,” kata Kusumo Martanto, CEO salah satu marketplace Indonesia saat ditemui di Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2018, Jumat (2/2/2018) silam.
Kusumo menjelaskan, untuk produk yang pajang di marketplacenya, tercatat hanya sekitar 100.000 barang lokal dari total 2,5 juta barang yang diperdagangkan di sana. Barang-barang impor tersebut juga sebenarnya sudah terlebih dahulu banyak yang masuk secara offline atau bukan dari kegiatan e-commerce.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya menyatakan mendukung keinginan pemerintah mendorong produk hasil usaha kecil menengah (UKM) masuk ke marketplace besar di Indonesia.
“Kami pengin majuin produsen lokal dengan target sampai sebanyak mungkin. Dari UMKM bisa naik jadi lebih besar lagi hingga harapannya bisa menjadi eksportir,” tutur Kusumo.
Direktur Bisnis dan Pemasaran SMESCO Indonesia, Wientor Rah Mada menyebut Presiden Jokowi menargetkan ada 30 juta UMKM pada tahun 2024 secara onboarding. Artinya, tidak hanya masuk dalam marketplace tetapi sudah berjualan melalui medsos, dan mudah untuk masuk e-commerce bagi pelaku UMKM di lintas daerah.
Untuk mendorong UMKM masuk ke ekosistem digital, fokus Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah adalah sesegera mungkin membuat UMKM naik kelas dengan indikator yang tadinya informal menjadi formal. Ia juga menilai Kemenkop UKM sudah responsif dalam membendung produk impor ke dalam negeri.
“Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah juga sangat responsif dengan menahan laju produk impor dan menggenjot inovasi dan kreativitas produk UKM dan go digital dengan cara masuk ke pasar melalui e-commerce,” ujar Rah Mada dalam keterangan tertulis, Kamis (8/7/2021).
Semangat Bangga Buatan Indonesia
Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga terbukti serius dalam upaya membendung badai produk luar negeri masuk dan menguasai pasar Tanah Air. Dalam banyak kesempatan, Jokowi kerap meminta kepada seluruh jajarannya untuk terus berkampanye mencintai produk dalam negeri.
Tujuannya, agar masyarakat bangga terhadap produk buatan putra-putri Indonesia sendiri, produk bangsa sendiri. Puncaknya, Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 tahun 2021 tentang Tim Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Tim Gernas BBI).
“Branding Bangga Buatan Indonesia harus melekat agar masyarakat lebih mencintai produk Indonesia dibandingkan produk luar negeri. Konsumen kita harus yang paling loyal untuk produk-produk sendiri,” kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, Kamis (4/3/2021) lalu.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dipilih sebagai Ketua Tim Gernas BBI. Dalam menjalankan tugasnya, tim ini berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
“Membentuk Tim Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Tim Gernas BBI,” demikian bunyi Pasal 1 ayat 1 sebagaimana dikutip dari salinan Keppres, Senin (20/9).
Gernas BBI mengharapkan keterlibatan aktif dari para pelaku UMKM, marketplace, pemerintah, dan seluruh masyarakat Indonesia untuk mencapai hasil yang diharapkan. Masyarakat Indonesia diharapkan lebih memilih barang-barang buatan dalam negeri dibandingkan produk luar negeri.
Selain mendorong masyarakat mengutamakan produk dalam negeri, Gernas BBI juga mendorong pemerintah untuk mengutamakan produk UMKM untuk pengadaannya. Sehingga, UMKM dan ekonomi Indonesia akan berjaya di negeri sendiri.
Berdasarkan Pasal 3, ada empat tugas Tim Gernas BBI. Pertama, melaksanakan kegiatan pencapaian target Gernas BBI mulai dari peningkatan jumlah UMKM termasuk pelaku ekonomi kreatif yang masuk dalam ekosistem digital, peningkatan jumlah penjualan atau transaksi pembelian produk lokal.
Kemudian, peningkatan daya beli masyarakat, perluasan pasar, akses permodalan, pelatihan, pendataan, dan percepatan siklus ekonomi lokal melalui belanja produk lokal. Lalu, stimulus ekonomi untuk UMKM termasuk pelaku ekonomi kreatif Gernas BBI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, menyelaraskan program Gernas BBI dengan kampanye publik Gernas BBI. Ketiga, monitoring dan evaluasi pelaksanaan pencapaian target Gernas BBI. Keempat, pelaporan data perkembangan Gernas BBI.
“Dalam pelaksanaan tugas, Tim Gernas BBI dapat melibatkan kementerian lembaga lain, pemerintah daerah, asosiasi, industri, organisasi profesi, akademisi, dan media,” jelas Pasal 4.
Semoga dengan gerakan bangga buatan Indonesia ini, masyarakat Indonesia dapat tumbuh bersama dalam rangka membangun negeri dan mencapai kesejahteraan bersama. Mari cinta dan bangga buatan dalam negeri.*