FILSAFAT, Bulir.id – Teori etika deontologis adalah teori yang menilai dan mempertimbangkan tindakan di atas konsekuensinya. Ini berarti bahwa tindakan pada hakikatnya salah atau benar, dan nilai moralnya harus dipertimbangkan dalam dirinya sendiri, berdasarkan motifnya, terlepas dari konsekuensinya. Ini sangat kontras dengan teori etika teleologis, yang menilai nilai moral berdasarkan konsekuensi tindakan, salah satu contohnya adalah Utilitarianisme.
Misalnya, jika dua petugas pemadam kebakaran berusaha menyelamatkan 10 orang yang terlantar, dan salah satu dari mereka meninggal dalam perjalanan, sementara yang lain berhasil, keduanya harus dipandang sama-sama heroik karena seperti dikatakan Kant, mereka berdua memiliki niat baik moral yang sama, meskipun konsekuensinya berbeda bagi keduanya.
Niat baik mengacu pada tindakan berdasarkan kewajiban yang melibatkan pengalaman imperatif. Kant mengatakan bahwa imperatif kategoris adalah sumber moralitas.
Anda berkewajiban secara moral untuk tidak melanggar hak-hak seseorang. Itu berarti mengikuti kewajiban moral demi kewajiban. Ketika Kant mengajukan teori moralnya, ia tidak mengklaim telah menciptakan teori baru, melainkan, ia menyatakan bahwa ia hanya menjelaskan dan menggambarkan moralitas umum yang kita miliki. Sebagian besar dari kita menentang perbudakan dan pelecehan anak.
Prinsip-prinsip intrinsik ini bersifat apriori, artinya prinsip-prinsip ini tidak didasarkan pada bagaimana orang berperilaku, tetapi didasarkan pada bagaimana orang seharusnya berperilaku.
Kant mengklaim bahwa satu-satunya hal yang baik tanpa syarat adalah niat baik. Bahkan hal-hal seperti kebahagiaan, keberanian, dan kecerdasan bisa menjadi buruk jika hal-hal tersebut mengilhami tindakan/motif yang tidak bermoral.
Misalnya, menemukan kebahagiaan dengan menyakiti orang lain (menjadi seorang sadis), dan memiliki keberanian untuk membunuh seseorang tidak diragukan lagi adalah hal yang buruk. Hal penting lainnya adalah bahwa niat baik adalah satu-satunya hal yang berada di bawah kendali kita. Ini berarti bahwa kebebasan yang datang bersama niat baiklah yang memiliki nilai moral.
Bahkan jika orang melakukan hal yang sama tetapi dengan motif yang berbeda, tindakan mereka memiliki nilai moral yang berbeda. Jika Penjual A tidak menjual barang kedaluwarsa karena akan berdampak buruk bagi bisnis jika berita itu tersebar, tindakannya tidak bermoral karena diilhami oleh motif tersembunyi dan bukan niat baik.
Namun jika Penjual B menolak menjual barang kedaluwarsa karena ia tahu itu salah dan merupakan kewajibanya untuk mencegahnya, ia bertindak berdasarkan niat baik. Hal ini memperjelas perbedaan antara tindakan yang sesuai dengan kewajiban dan tindakan yang tidak berdasarkan kewajiban.
Imperatif Kategoris
Kant menjelaskan dalam Imperatif Kategoris sebuah prinsip moral tertinggi, yang menyatakan bahwa bertindak berdasarkan kewajiban berarti bertindak berdasarkan akal budi, dan akal budi ini bersifat universal dan berlaku bagi semua orang.
Ada dua jenis imperatif. Memahami hal ini akan memperjelas konsep kewajiban dan apa yang ‘harus kita lakukan’, yang merupakan makna dari ‘imperatif’. Yang pertama adalah imperatif hipotetis yang bersifat non-moral. Imperatif ini didasarkan pada keinginan dan kebutuhan.
Misalnya, jika saya ingin mendapat nilai bagus, maka saya harus belajar. Karena keinginan setiap orang berbeda, maka begitu pula keharusan hipotetis. Imperatif muncul ketika ada keinginan untuk mencapai sesuatu.
Tipe kedua, Imperatif kategoris muncul dari sifat rasional seseorang. Imperatif kategoris memberi tahu kita bahwa tindakan seperti berbohong dan mencuri adalah salah.
Meskipun Kant adalah seorang teis, ia tidak percaya bahwa moralitas didasarkan pada Tuhan. Ia mengatakan bahwa seseorang tidak perlu beriman kepada Tuhan untuk menjadi bermoral.
Kant percaya bahwa kewajiban dan ‘keharusan’ kita tidak berasal dari budaya kita . Sebaliknya, kewajiban dan ‘imperatif’ itu berasal dari impratif kategoris yang merupakan standar rasional dan mutlak kita untuk menilai budaya dan keinginan kita.
Imperatif kategoris membantu memilah yang benar dari yang salah. Hal ini menjadikan konsep tersebut sinonim dengan hati nurani.
Dalam Imperatif Kategoris, Kant telah menguraikan 3 formulasi utama. Rumusan pertama dari imperatif kategoris menyatakan bahwa kita harus:
Bertindaklah hanya berdasarkan maxim yang dapat Anda andalkan dan pada saat yang sama menjadikannya hukum universal.
Ini berarti bahwa kita harus bertanya pada diri sendiri apakah tindakan yang akan kita lakukan harus bersifat universal, yaitu apakah tidak masalah jika semua orang melakukannya setiap saat dan di semua tempat? Jika tindakan tersebut mengarah pada kontradiksi logis di sini, maka tindakan tersebut tidak dapat diterima secara moral.
Jika saya membuat janji tanpa berniat untuk memenuhinya, apakah saya bersedia menjadikannya sebagai hukum universal tanpa membuat ekspektasi untuk diri saya sendiri? Dengan kata lain, apakah saya akan baik-baik saja jika semua orang membohongi saya setiap saat? Ini berarti janji tidak akan memiliki nilai sama sekali.
Dengan kata lain, jika suatu tindakan tidak sesuai untuk menjadi sebuah maxim, atau aturan, maka tindakan tersebut tidak boleh dilakukan.
Bagi Kant, kehendak bebas sangat penting karena menjamin otonomi moral. Dengan kata lain, kebebasan sangat penting untuk mengalami imperatif kategoris dan kemudian membuat pilihan untuk mengikutinya atau melanggarnya. Kant bahkan mengatakan bahwa tanpa kehendak bebas, tidak ada moralitas.
Moralitas memerintahkan kita untuk mengatasi keinginan egois kita ketika keinginan tersebut berbenturan dengan penalaran moral.
Rumusan kedua menyatakan bahwa Anda harus: Bertindaklah sedemikian rupa sehingga Anda memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri Anda sendiri maupun orang lain, selalu sebagai tujuan dan bukan sekadar sarana.
Setiap makhluk rasional, kata Kant, layak diperlakukan dengan hormat, semata-mata karena mereka adalah makhluk yang mengatur dirinya sendiri.
Formulasi ketiga adalah otonomi. Bertindaklah hanya sesuai dengan maksim (prinsip subjektif) yang melalui keinginan Anda sendiri dapat dijadikan sebagai sebuah Hukum Alam yang Universal.
Kant menjelaskan hal ini melalui hukum-hukum universal seperti gravitasi. Hukum-hukum ini tidak dipengaruhi oleh otoritas eksternal apa pun. Keinginan perlu dikesampingkan untuk merumuskan hukum-hukum semacam ini.
Formasi yang berbeda merupakan cara yang berbeda untuk menggambarkan imperatif kategoris. Semua formulasi ini menyiratkan hal yang sama tidak ada ‘perbedaan objektif’ dalam hal kewajiban.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari imperatif kategoris Kant adalah nalar itu penting dalam etika jika Anda menerima nalar dalam satu kasus, Anda harus menerimanya dalam kasus lain, jangan membuat pengecualian untuk diri Anda sendiri.
Kedua, motif itu penting bahkan lebih penting daripada konsekuensinya. Ketiga, manusia memiliki nilai intrinsik, dan karenanya harus dihormati. Dan terakhir, penilaian moral tidak dapat direduksi menjadi emosi dan preferensi subjektif.*