PPMAN Tolak Segala Bentuk Kriminalisasi Terhadap Advokat Masyarakat Adat

0

JAKARTA, Bulir.id – Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) secara tegas menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap advokat yang membela masyarakat adat serta terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, advokat yang mendampingi masyarakat adat dalam perjuangan hak-haknya justru menjadi sasaran kriminalisasi, baik melalui pelaporan hukum yang tidak berdasar maupun intimidasi.

Terbaru, pada 21 Maret 2025, sekelompok orang yang mengatasnamakan kuasa hukum PT Krisrama melaporkan 12 orang masyarakat adat serta seorang advokat, Anton Yohanis Bala, S.H., yang tengah mendampingi masyarakat adat suku Soge Natarmage dan Goban Runut, NTT, kepada Polda Nusa Tenggara Timur. Laporan tersebut disampaikan dengan tuduhan yang dianggap tidak adil, berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP dengan kejadian yang terjadi pada 9 Agustus 2014 dan 19 Desember 2023.

PPMAN menyatakan bahwa pelaporan ini merupakan upaya pelemahan terhadap hak asasi manusia, hak atas bantuan hukum, serta hak masyarakat adat yang telah dijamin dalam konstitusi dan berbagai instrumen hukum internasional. PPMAN menganggap upaya kriminalisasi ini sebagai bentuk ketidakadilan, yang tidak hanya merugikan individu yang terlibat, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.

Ketua Badan Pelaksana PPMAN, Syamsul Alam Agus, S.H., menegaskan bahwa pembelaan yang dilakukan oleh Anton Yohanis Bala kepada masyarakat adat merupakan langkah yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menjamin imunitas bagi advokat yang menjalankan profesinya dengan iktikad baik. “Perlindungan hukum terhadap advokat yang menjalankan profesinya harus dijunjung tinggi, dan tindakan kriminalisasi terhadap mereka tidak bisa dibenarkan,” ujar Alam

Selain itu, PPMAN juga menilai upaya kriminalisasi ini merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian dari masalah utama, yaitu dugaan cacat prosedural dalam pemberian Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT Krisrama, yang mencakup wilayah adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut. PPMAN sebelumnya telah mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk melakukan audit menyeluruh terhadap status HGU PT Krisrama, yang dianggap mengabaikan hak-hak konstitusional masyarakat adat.

PPMAN juga menyerukan agar aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, bersikap netral dan profesional dalam menangani sengketa tanah yang melibatkan masyarakat adat. “Kami mendesak pemerintah dan lembaga terkait untuk menghentikan segala bentuk represi terhadap advokat dan masyarakat adat, serta segera menyelesaikan konflik agraria dengan pendekatan berbasis hak asasi manusia dan keadilan sosial,” ujar Alam.

Sebagai bentuk dukungan terhadap advokat dan masyarakat adat yang dikriminalisasi, PPMAN bersama 150 advokat dari seluruh Indonesia menyatakan solidaritas dan komitmen untuk tetap memperjuangkan hak-hak mereka. “Kami akan terus mengawal kasus-kasus kriminalisasi ini dan mendukung setiap upaya perlindungan bagi para pembela hak masyarakat adat,” tambahnya.

PPMAN menegaskan komitmennya terhadap penegakan keadilan, perlindungan hak asasi manusia, serta penghormatan terhadap hak masyarakat adat atas tanah dan kehidupan mereka, sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU No. 5 Tahun 1960 tentang Agraria, dan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP).

Dengan adanya pernyataan sikap ini, PPMAN berharap dapat memberikan tekanan kepada pihak-pihak terkait untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi dan mendukung upaya-upaya hukum yang mengutamakan keadilan bagi masyarakat adat.

Atas pelaporan dan upaya kriminalisasi PT. Krisrama, PPMAN menyatakan sikap :

  1. Menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap advokat yang membela masyarakat adat dalam memperjuangkan hak atas tanah dan sumber daya alamnya. Advokat memiliki peran penting dalam penegakan keadilan dan hak asasi manusia, sehingga tidak boleh dikriminalisasi karena menjalankan tugasnya.
  2. Menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan haknya atas tanah dan wilayah adatnya. Masyarakat adat berhak atas pengakuan, perlindungan, dan penghormatan terhadap hak-haknya sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, serta Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP).
  3. Menuntut aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur untuk bersikap netral dan profesional dalam menangani sengketa tanah yang melibatkan masyarakat adat, dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dan supremasi hukum.
  4. Mendesak pemerintah dan lembaga terkait untuk menghentikan segala bentuk represi terhadap advokat dan masyarakat adat, serta mengambil langkah-langkah konkret dalam menyelesaikan konflik agraria dengan pendekatan berbasis hak asasi manusia dan keadilan sosial.
  5. Mendorong solidaritas luas dari masyarakat sipil, organisasi hak asasi manusia, dan komunitas hukum dalam membela hak-hak advokat dan masyarakat adat yang menjadi korban kriminalisasi.
  6. PPMAN bersama 150 advokat seluruh Indonesia menyatakan bersama dengan advokat pembela masyarakat adat yang dikriminalisasi untuk menegakkan officium nobile dan tetap teguh dan konsisten membela anggota masyarakat yang dikriminalisasi.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat, sebagai bentuk komitmen kami terhadap penegakan keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat atas tanah dan kehidupannya.

Bogor, 22 Maret 2025

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)