Tabur, BULIR.ID – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Muara Enim (nonaktif), Juarsah dengan hukuman 5 tahun penjara dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Palembang, Jumat (8/10/2021).
Hal ini disampaikan JPU KPK, Ricky Benindo Magnaz. Selain hukuman 5 tahun penjara, Juarsah juga dikenakan denda Rp300 juta dan subsider 6 bulan. Menurutnya, terdakwa terbukti menyalahi aturan tindak pidana korupsi dengan menerima uang fee pengerjaan proyek jalan dengan total Rp4 miliar.
“Terdakwa Juarsah juga diminta mengembalikan kerugian negara Rp4 miliar karena dianggap terbukti menerima suap dan gratifikasi. Kalau tidak diganti akan dikenakan tambahan pidana satu tahun,” katanya.
Dalam fakta persidangan, Juarsah yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Muara Enim menerima uang dari kontraktor atau direktur PT Enra Sari selaku pemenang lelang pembangunan 16 paket proyek jalan di Kabupaten Muara Enim.
Sejak awal, terpidana Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim 2018-2019 meminta dinas PUPR untuk mencarikan kontraktor yang berani membayar fee di awal pengerjaan sebesar 15 persen dari nilai proyek sekitar Rp129 miliar.
Adapun dari keterangan para terpidana membenarkan jika terdakwa Juarsah menerima fee dari bagian Ahmad Yani. Fee itu diberikan sebesar Rp 3 miliar didapat dari proyek jalan dan Rp1 miliar dari kontraktor lain yang diserahkan dua kali. Yakni untuk pencalonan legislatif istrinya dan saat Idul Fitri masing-masing Rp500 juta,” katanya.
Maka dari itu, terdakwa dituntut 2 pasal dakwaan kumulatif. Yakni pasal 12 A dan pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 tentang pidana korupsi. Ditambah lagi pada dakwan pertama JPU menilai terdakwa terbukti menerima suap, dan dakwaan kedua pasal gratifikasi.
“Terdakwa sebagai kepala daerah tidak mencontohkan sikap anti korupsi, dengan menerima fee proyek. Lalu erdakwa dianggap hanya menyanggah dan tidak mengakui perbuatannya,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Juarsah, Saipuddin Zahri mengatakan, pihaknya menghargai tuntutan JPU KPK . Namun menurutnya tuntutan yang diberikan tidak berdasar fakta persidangan.
“JPU hanya memberikan tuntutan berdasarkan hasil BAP dan dakwaan. Tidak ada unsur fakta persidangan yang dimasukan. Kami yakin klien kami akan bebas dan diputus tidak bersalah,” katanya.
Oleh karena itu, pada sidang berikutnya pihaknya akan membacakan pledoi terkait fakta persidangan dengan menjawab tuntutan yang diberikan oleh JPU. “Kita buktikan pada pledoi jika tuntutan tidak benar,” katanya.
Ketua Majelis Hakim, Syahlan Efendi menunda persidangan satu pekan dengan agenda pembacaan pledoi. Selain itu, hakim juga mengabulkan permintaan terdakwa untuk membuka blokiran nomor rekening anak dan istri terdakwa yang disita KPK sebagai barang bukti.
“Untuk sidang ditunda dengan agenda pledoi pada pekan depan tanggal 15 Oktober mendatang,” katanya.