Jakarta, BULIR.ID – Komplek Sekolah Katolik Sang Timur yang bernaung di bawah Yayasan Sang Timur terisolir selama hampir 20 tahun tanpa akses jalan.
Sekolah yang dikelola Suster-suster Sang Timur itu berlokasi di Jl. Barata Pahala, Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten.
Sebetulnya, komplek sekolah yang siswanya tak hanya Katolik tapi juga beragama Islam itu terhubung dengan jalan umum, tetapi ditutup paksa oleh warga sekitar.
Soal penutupan akses jalan menuju sarana pendidikan itu, Romo Joy membuat videonya dan viral di sosial media.
20 Tahun Terisolir
Komplek Pendidikan Sang Timur itu nyaris selama 20 tahun terisolasi, lantaran sejak 2004 tidak memiliki akses jalan yang diblokade oleh warga sekitar.
Ketua Yayasan Sang Timur, Suster Clarissa menjelaskan, bahwa lokasi sarana pendidikan itu diapit oleh dua komplek perumahan, yaitu Komplek Keuangan, dan Komplek Barata.
Tahun 2004, warga sekitar melakukan blokade jalan masuk komplek Sang Timur lantaran dipicu isu pendirian Gereja Katolik Santa Bernadeta yang sekarang sudah pindah ke Pinang, Kota Tangerang.
Namun demikian, aksi blokade warga terhadap akses jalan menuju komplek Pendidikan Sang Timur hingga saat ini masih berlangsung.
Bawa Kesenggsaraan Buat Murid
Padahal, komplek pendidikan dengan luas lahan 2,5 hektare itu menyelenggarakan pendidikan mulai dari Paud, TK, SD, SMP, dan juga pendidikan khusus bagi penyandang disabilitas.
Selain telah menurunkan jumlah siswa, akibat blokede akses jalan itu, semua jenjang yang awalnya mencapai 3500 siswa kini hanya tinggal kurang dari separuhnya atau sekitar 1500 siswa saja.
“Selama 20 tahun blokade itu juga telah membawa kesengsaraan bagi siswa kami. Terlebih untuk siswa penyandang disabilitas yang harus berpayah-payah ke sekolah terutama saat musim penghujan,” jelas Suster Clarissa dikutip Semartaranews.com, Selasa (11/4/22).
Dijuluki Tembok Ratapan
Lebih lanjut Suster Clarissa memaparkan, bahwa selama 20 tahun itu juga pihaknya terus berupaya untuk membuka jalur akses menuju komplek pendidikan tersebut.
Setidaknya sudah ada 5 titik akses jalan masuk yang dicoba untuk dibuka. Namun semuanya kandas, ditolak dan diblokade warga setempat.
Salah satu akses jalan itu adalah yang disebut-sebut ‘Tembok Ratapan’. Akses jalan tersebut dibuka sekitar tahun 1999 dan diblokade warga pada 2004 saat isu pendirian gereja mencuat.
Warga Ingkar Janji
Kemudian pihak Yayasan Sang Timur juga berupaya membuka jalur masuk dengan cara membeli lahan warga dengan perjanjian akan diperuntukan akses jalan menuju komplek pendidikan.
Namun warga yang sudah dibebaskan lahannya itu setelah pelunasan mengingkari dan lagi-lagi akses jalan masuk itu diblokade warga.
“Pada waktu kami membuat pintu gerbang untuk masuk. Warga Komplek Barata menutup dengan merantai dan mengancam pidana bagi yang membuka blokade itu,” ujar Suster.
Sementara itu, Penasehat Hukum Yayasan Sang Timur, Hari Wijayanto menyatakan, bahwa pihaknya sudah melakukan identifikasi tanah yang dibeli oleh Yayasan Sang Timur.
Dan berdasarkan hasil penelusuran selama 6 bulan, setidaknya ada 10 girik tahun 1989 dan beberapa sertifikat yang sudah dikuasai Sang Timur.
Sempat dokumen tanah milik Yayasan Sang Timur tersebut tidak diketahui keberadaannya. Namun setelah diurus dan ditelusuri dokumen tanah tersebut sudah didapat.
“Dalam waktu dekat ini kami akan memproses kepemilikan lahan itu. Dan kami juga akan berkirim surat kepada Wali Kota Tangerang mengajukan permohonan agar akses jalan yang diblokade itu bisa segera dibuka,” imbuhnya.
Dituduh Lakukan Kristenisasi
Front Pemuda Islam, sebuah organisasi masyarakat di wilayah itu menuding kehadiran Sang Timur di wilayah Ciledung Karang Tengah sebagai upaya menyebarkan agama kristen atau kristenisasi.
Front Pemuda Islam ini lantas menolaknya dengan berbagai cara, salah satunya menebarkan spanduk dengan tulisan yang tidak wajar, Yakni: “Tolak Agama Penjajah”.
Tuduhan penyebaran kristenisasi ini bermula ketika sebuah gedung sekolah Sang Timur ini digunakan sebagai gereja oleh sekitar 900-an umat Katolik setempat.
Izin penggunaan gedung sekolah ini sebagai tempat ibadat sebenarnya telah berdasarkan izin Kepala Desa Karang Tengah sejak tahun 1992.
Namun, sejak Juli 2004 setelah 12 tahun berjalan, izin ibadah itu dicabut Kanwil Depak Tangerang lalu diikuti Lurah Karang Tengah.
Sejak itulah sekelompok orang yang menamakan dirinya Front Pemuda Islam Karang Tengah berunjuk rasa dan puncaknya menutup akses menuju lokasi itu.
Mereka sangat marah ketika ibadah terus berlanjut. Sehingga Pastor setempat di bawah tekanan menandatangani pernyataan untuk tidak menggunakan tempat itu untuk ibadah lagi.
Padahal sudah 12 tahun, tidak ada yang protes.Pada hari Sabtu dan Minggu Umat Katolik ke gereja untuk beribadah dan mereka tidak pernah mengganggu, selain ibadah di gedung mereka sendiri.