Benny Wenda Sebut Pemekaran Sebagai Jurus Licik RI Pecah Belah Masyarakat Papua

0

Tabur, BULIR.ID – Pemimpin Papua Barat Benny Wenda menilai rencana pemerintah Indonesia membagi Papua Barat menjadi tiga wilayah atau provinsi sebagai upaya adu domba. Pernyataan dilontarkan menyusul banyaknya pengiriman pasukan ke wilayah itu.

Dia menuduh Jakarta “memecah belah dan memerintah rakyatnya” dengan mengukir Papua Barat ketika 450 tentara lain tiba untuk menegakkan kebijakannya dengan tangan besi dan moncong bedil.

“Pasukan Indonesia menyiksa dan menikam tubuh kami, korporasi internasional membelah hutan dan gunung kami, dan sekarang pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk memecah belah persatuan kami. Kami bukan tiga wilayah yang terpisah, kami adalah orang Papua Barat, satu orang dengan satu jiwa dan satu misi: kebebasan,” kata pemimpin kemerdekaan itu, dilansir dari Morning Star Online.

Rencana baru tersebut merupakan bagian dari usulan untuk menggantikan undang-undang “otonomi khusus”, yang mengarahkan pemerintah Papua Barat dan segera berakhir pada penghujung tahun ini.

United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) besutan Wenda menolak pemberlakuan status otonomi khusus yang kontroversial. Pasalnya, kata dia, itu rentan mencabut hak rakyat. Satu-satunya solusi untuk masa depan bangsa adalah referendum kemerdekaan.

Lebih dari 600.000 orang telah menandatangani petisi yang menolak otonomi khusus. Namun, langkah tersebut telah dicap “program palsu” oleh ketua majelis rakyat Papua, sebuah lembaga di bawah kendali Jakarta.

“Otonomi khusus jalan buntu. Ini keinginan Jakarta,” kata Wenda lagi.

Referendum dan kemerdekaan penuh adalah keinginan kami. Indonesia telah mengecewakan dunia dan mengecewakan rakyat Papua Barat.

Untuk menegakkan pembaruan ‘otonomi khusus’ ini, lebih banyak lagi pasukan Indonesia yang membanjiri Papua Barat: 450 dalam sebulan terakhir saja. Setidaknya 6.000 pasukan baru dikirim pada 2019 dan lebih dari 1.000 lebih pada 2020,” tuturnya pada sumber yang sama.

“Indonesia mengubah tanah kami menjadi zona perang, koloni darurat militer dengan pos pemeriksaan militer di setiap sudut jalan. Pemerintahan sipil di Indonesia hanyalah mitos: militer masih memegang kekuasaan. Pensiunan jenderal yang berpengalaman dalam genosida di Timor Timur terus menembak,” ucapnya.

Indonesia telah menduduki Papua Barat sejak 1963 dan secara resmi mencaplok wilayah tersebut pada 1969 dalam apa yang disebut Undang-Undang Pemilihan Bebas. Saat itu, Indonesia mengklaim, ada lebih dari 1.000 orang yang dipilih sendiri meratifikasi pemerintahan oleh Jakarta dalam pemungutan suara yang diadakan di bawah todongan senjata.

Di setiap kesempatan, mereka memperlakukan kami seperti orang terjajah, tidak seperti manusia. Kami disebut monyet, diludahi, diusir dari tanah kami,” kata Wenda.

ULMWP membentuk pemerintahan sementara pada 1 Desember tahun lalu dan bersikeras rakyat Papua Barat “tidak lagi tunduk pada aturan Jakarta.”

Pemimpin yang diasingkan itu menyerukan kepada komunitas internasional untuk membantu membawa Indonesia ke meja perundingan dengan menarik dukungan untuk proyek otonomi khusus.

“Dunia mungkin dilarang melihat apa yang terjadi di Papua Barat. Namun, kita bisa melihatnya dan kami akan dengan damai melanjutkan perjuangan panjang untuk kebebasan sampai dunia akhirnya mendengar teriakan kami,” tutup Wenda.

Penerjemah: Anastacia Patricia*