Liberalisme, Demokrasi dan Pragmatisme dalam Filsafat John Dewey

0

FILSAFAT, Bulir.id – John Dewey percaya bahwa kebebasan sejati terdiri dari kemampuan untuk berpartisipasi secara aktif dalam demokrasi dan masyarakat. Selain itu, ia menegaskan bahwa ini hanya dapat dicapai melalui pendekatan pemecahan masalah yang dikenal sebagai pragmatisme, yang menekankan pengalaman praktis dan eksperimen.

John Dewey merupakan seorang pragmatis sekaligus seorang psikolog berpengaruh dan pembaharu pendidikan yang hidup dari tahun 1859 hingga 1952.

Dikenal luas sebagai salah satu filsuf terkemuka Amerika, Dewey memainkan peran utama dalam membentuk kehidupan intelektual AS sepanjang kariernya yang panjang. Lahir di Burlington, Vermont, ia mengajar di beberapa lembaga bergengsi, termasuk Universitas Chicago dan Universitas Columbia.

Filsafat Dewey berpusat pada pragmatisme yang menyatakan bahwa konsekuensi praktis, bukan teori abstrak, harus menentukan kebenaran.

Menolak anggapan bahwa pengetahuan itu tetap atau objektif, ia berpendapat bahwa pengetahuan berkembang melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Perspektif ini membuatnya menekankan pentingnya belajar dengan melakukan, memperoleh keterampilan bukan untuk kepentingannya sendiri tetapi karena keterampilan itu diperlukan atau berguna.

Namun ini hanya sebagian dari kontribusinya: Dewey juga membuat kemajuan signifikan dalam psikologi khususnya psikologi fungsional dengan menekankan bagaimana pikiran dan tindakan tidak dapat dipisahkan.

Manusia bukanlah pengamat pasif, melainkan agen aktif yang membentuk dunia mereka seiring berjalannya waktu, bereksperimen untuk menemukan apa yang berhasil, dan memecahkan masalah yang muncul.

Akhirnya, Dewey melakukan intervensi penting ke dalam teori dan praktik pendidikan, menganjurkan pembelajaran yang berpusat pada siswa di mana siswa berpartisipasi secara aktif daripada menerima informasi secara pasif, sesuatu yang disebut ” pembelajaran berdasarkan pengalaman ” (yaitu, menggunakan konteks kehidupan nyata untuk belajar).

Liberalisme dalam Filsafat Dewey

Liberalisme dalam kerangka filsafat John Dewey, dapat digambarkan sebagai sistem kepercayaan yang menggarisbawahi kebebasan dan hak individu di samping pemerintahan yang demokratis.

Dalam banyak hal, Dewey berpendapat bahwa liberalisme harus melampaui lingkup politik atau ekonomi dan meresapi semua aspek kehidupan manusia, termasuk hubungan sosial, pendidikan, dan budaya.

Penekanan Dewey pada kebebasan dan hak individu berasal dari pandangannya bahwa setiap orang memiliki nilai intrinsik; mereka juga harus memiliki kesempatan untuk berkembang dan mengembangkan potensi penuh mereka.

Ia menganjurkan masyarakat yang menciptakan kondisi yang memungkinkan individu untuk mengejar tujuan mereka tanpa batasan. Kebebasan sejati bagi Dewey tidak hanya terletak pada kebebasan tetapi pada kemampuan untuk secara aktif membentuk kehidupan seseorang.

Dewey juga banyak berbicara tentang otoritarianisme, ideologi dogmatis yang menekan kebebasan individu menjadi sasaran kritiknya yang keras.

Sistem kaku yang menghambat pertumbuhan atau kemajuan intelektual ditentang, masyarakat yang benar-benar demokratis seharusnya juga mendorong keterbukaan pikiran, perspektif yang beragam, dan pemikiran kritis.

Dewey melihat dogmatisme sebagai sesuatu yang sangat mengancam karena ia menghalangi penyelidikan secara intelektual, kreativitas menjadi terkekang.

Untuk mengilustrasikan lebih jauh, praktik pendidikan tradisional kurang mendapat persetujuan dari Dewey jika mereka mengutamakan hafalan dibanding pengalaman belajar aktif (buku Democracy And Education, tahun 1916).

Argumennya adalah bahwa metode tersebut membatasi kapasitas siswa untuk berpikir secara mandiri atau kritis. Sebaliknya, ia menyerukan pendekatan yang berpusat pada peserta didik di mana siswa terlibat secara aktif dengan lingkungan mereka melalui pengalaman langsung dan kegiatan pemecahan masalah.

Secara keseluruhan (dalam filsafat John Dewey), liberalisme tampak jelas melalui fokusnya pada kebebasan dan hak individu sambil menantang otoritarianisme dan ideologi dogmatis yang menghambat pengembangan pribadi/membatasi seberapa banyak yang dapat dicapai manusia.

Kritik Dewey terhadap Liberalisme Tradisional

Meskipun menganut liberalisme sampai batas tertentu, John Dewey mengkritik prinsip-prinsip liberal tradisional. Salah satu aspek yang membuatnya gelisah tentang liberalisme klasik adalah ketergantungannya pada prinsip-prinsip abstrak dan kaku yang tidak selalu dapat mengatasi kompleksitas situasi kehidupan nyata.

Dewey berpendapat bahwa penerapan ide-ide tetap, seperti yang ditemukan dalam teori liberal klasik, dapat menghambat kemajuan dan membatasi potensi perubahan positif.

Masyarakat terus berkembang, menurutnya; lembaga politik dan sosial perlu beradaptasi dan responsif. Pendekatan yang lebih fleksibel yang memberi ruang untuk eksperimen dan adaptasi akan memungkinkan tantangan baru untuk dihadapi secara efektif.

Lebih jauh lagi, apa yang Dewey lihat sebagai pemahaman sempit tentang kebebasan berlaku dalam liberalisme tradisional: sesuatu yang sepenuhnya negatif.

Kaum liberal klasik menekankan tidak adanya kendala eksternal terhadap pilihan individu, tetapi kebebasan sejati harus melibatkan partisipasi aktif dalam membentuk nasib seseorang dalam konteks sosial, pikir Dewey.

Kebebasan individu juga membutuhkan partisipasi dan kolaborasi kolektif jika ingin benar-benar berfungsi, sehingga gagasannya melampaui kebebasan negatif atau hak individu.

Visi partisipatifnya mengupayakan keterlibatan demokratis oleh semua warga negara (semakin lokal, semakin baik), keterlibatan masyarakat di seluruh spektrum kehidupan (termasuk sekolah) dan tanggung jawab bersama untuk menciptakan masyarakat yang inklusif.

Dalam pandangan ini, mengakui saling ketergantungan itu penting, baik dipahami melalui argumen keberlanjutan atau karena semuanya saling terhubung; menumbuhkan tanggung jawab bersama juga merupakan kunci. Kebebasan bukan hanya tentang otonomi semata, tetapi tentang individu yang bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan bersama.

Pragmatisme sebagai Filsafat Komplementer

Filsafat pragmatis John Dewey merupakan pelengkap yang praktis bagi liberalisme klasik, yang menambahkan kepraktisan dan dinamisme pada penjelasannya tentang pengalaman manusia. Pragmatisme adalah pendekatan filosofis yang menghargai konsekuensi praktis dari ide dan keyakinan.

Pragmatisme menerapkan prinsip-prinsip liberal dengan menghubungkannya dengan penerapan di dunia nyata dan pemecahan masalah, dan berpendapat bahwa hal ini membuat prinsip-prinsip tersebut lebih efektif.

Sementara liberalisme klasik sering kali tampak jauh dari kehidupan sehari-hari (dengan berfokus pada prinsip-prinsip abstrak atau hak-hak individu), pragmatisme adalah tentang implikasi praktis dari hal-hal ini, bagaimana hal-hal tersebut membuat perbedaan dalam praktik dan bukan hanya dalam teori.

Pragmatisme “menyempurnakan” liberalisme karena memberi kita alat untuk mempraktikkannya, kemajuan sosial tidak hanya membutuhkan nilai-nilai liberal seperti kesetaraan, kebebasan, dan demokrasi. Namun, jika kita dapat menerapkan nilai-nilai tersebut secara efektif, maka kita memerlukan cara untuk membuatnya dapat diterapkan: eksperimen, kemampuan beradaptasi, dan keterbukaan pikiran.

Pemikiran pragmatis melengkapi liberalisme karena tanpa pragmatisme (gagasan bahwa ada banyak cara berbeda untuk mengatasi masalah apa pun), Anda berisiko menjadi dogmatis, berasumsi bahwa solusi yang cocok untuk semua akan selalu berhasil dalam setiap konteks.

Wawasan utama yang mengalir melalui semua pemikiran pragmatis adalah pentingnya menghargai konteks saat menerapkan konsep abstrak: sesuatu mungkin berhasil di suatu tempat lain, tetapi itu tidak berarti hal itu masih tepat atau terbaik untuk dilakukan saat ini.

Dewey memberi contoh di mana menurutnya ada ruang bagi orang untuk lebih fleksibel dalam menerapkan beberapa prinsip inti yang mereka yakini dengan memperhitungkan varian konteks dengan lebih baik.

Dalam bidang pendidikan, misalnya, ia berpendapat bahwa anak-anak akan belajar lebih efektif jika pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga mereka memiliki pengalaman langsung dalam lingkungan mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang dibutuhkan untuk menjadi warga negara aktif dalam masyarakat yang demokratis.

Demokrasi sebagai Poros Liberalisme dan Pragmatisme

Demokrasi, liberalisme, dan pragmatisme merupakan konsep yang saling terkait bagi John Dewey. Baginya, demokrasi lebih dari sekadar sistem politik, demokrasi adalah cara hidup. Konsepsinya tentang demokrasi melampaui ranah politik dan mencakup partisipasi aktif dan inklusif dalam semua aspek masyarakat.

Dewey meyakini adanya hubungan yang erat antara kebebasan individu dan proses demokrasi. Ia berpendapat bahwa kebebasan sejati hanya dapat terjadi dalam lingkungan yang memungkinkan warga negara berpartisipasi secara efektif dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka sendiri.

Dalam pandangan Dewey, demokrasi memungkinkan orang untuk mengekspresikan perspektif mereka yang beragam dan membentuk hasil kolektif.

Pragmatisme juga berperan penting dalam meningkatkan operasi demokrasi liberal bagi Dewey. Pragmatisme mengutamakan pengalaman praktis dan eksperimen sebagai cara pemecahan masalah.

Menurut Dewey, pendekatan ini meningkatkan demokrasi dengan mendorong keterlibatan pikiran terbuka terhadap masalah sosial dan pengambilan keputusan berdasarkan bukti dan konsekuensi.

Dalam masyarakat demokrasi liberal yang diilhami oleh pragmatisme, penyesuaian lebih diutamakan daripada berpegang teguh pada posisi ideologis, ide-ide dapat terus dinilai ulang berdasarkan umpan balik waktu nyata.

Orientasi pragmatis mendorong pembelajaran dari kesalahan atau perubahan arah bila perlu. Kemajuan bergantung pada peninjauan berkala terhadap cara kerja berbagai hal melalui eksperimen refleksi-tindakan.

Selain itu, menghargai pengetahuan berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui situasi yang dialami akan meningkatkan keterlibatan warga negara. Pemikiran pragmatis mengakui bahwa pengalaman individu membantu membentuk perspektif tersebut, sehingga wawasan yang relevan terhadap beberapa tantangan sosial muncul dari pengalaman tersebut.

Singkatnya, demokrasi adalah poros yang menghubungkan liberalisme dengan pragmatisme karena berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi idealnya memengaruhi cita-cita liberal berbasis prinsip.

Mereka menyediakan peluang bagi tata kelola efektif yang diperkaya oleh informasi yang diperoleh dari penggunaan metode pemecahan masalah yang pragmatis.

Kemajuan masyarakat terjadi karena setiap orang memiliki kebebasan mendasar, yang memungkinkan mereka untuk sepenuhnya melakukan apa yang secara praktis dibutuhkan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bersama.

Harmoni Antara Hak Individu dan Tanggung Jawab Sosial

Tujuan John Dewey adalah menyeimbangkan hak individu dan kewajiban sosial, menantang pandangan bahwa liberalisme semata-mata tentang kepentingan pribadi. Ia memandang pembelaan kebebasan sipil dan pengakuan tugas kolektif sebagai dua sisi mata uang yang sama.

Dewey menepis gagasan atomistik tentang kebebasan liberal yang kurang atau sama sekali tidak memperhatikan keterhubungan kita dengan orang lain. Ia percaya bahwa kebebasan sejati tidak berarti melepaskan diri dari tanggung jawab sosial, tetapi secara aktif membentuk masyarakat yang lebih adil.

Untuk menegosiasikan medan rumit antara hak dan tanggung jawab ini, Dewey sangat menghargai pragmatisme, mengambil keputusan berdasarkan manfaatnya dalam situasi tertentu yang juga berarti mempertimbangkan dampak potensial kita terhadap orang lain sambil menghormati otonomi pribadi.

Jadi, dalam hal kebebasan berbicara, apa yang disebut Dewey sebagai “ekspresi yang bertanggung jawab” memperhitungkan berbagai pandangan dan bahaya yang mungkin ditimbulkan melalui ujaran kebencian atau disinformasi.

Menikmati hak kita untuk berbicara dengan bebas harus berjalan seiring dengan kesadaran akan implikasi terhadap kesejahteraan individu yang terpengaruh oleh kata-kata yang kita gunakan dan terhadap fungsi masyarakat yang lebih luas.

Pragmatisme Dewey memungkinkan kita untuk berjalan di atas tali: menimbang antara rasa hormat terhadap kebebasan individu dengan perhatian terhadap kesejahteraan kolektif. Sebaliknya, ia menyerukan penyelesaian masalah praktis melalui dialog dan negosiasi yang berkelanjutan meskipun kompromi terkadang terasa tidak nyaman.

Dengan membuang bentuk-bentuk individualisme yang ekstrem, merangkul pendekatan yang berakar pada pragmatisme, mengubah apa yang berhasil tergantung pada konteks dan menekankan latihan yang bertanggung jawab daripada menghindarinya sama sekali saat menjalankan hak-hak sendiri.

Inti Filsafat Dewey

Beberapa ide dan konsep utama mendorong filsafat John Dewey. Inti dari pemikirannya adalah mengintegrasikan demokrasi, liberalisme, dan pragmatisme. Dewey berpendapat bahwa demokrasi bukan sekadar sistem politik : demokrasi adalah cara hidup yang membutuhkan partisipasi aktif dan pengambilan keputusan yang inklusif dalam semua aspek masyarakat.

Dewey menyerukan keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial, penangkal bagi penafsiran liberalisme yang terlalu individualistis. Kebebasan sejati menuntut lebih dari sekadar mengejar kepentingan diri sendiri. Menurutnya kebebasan terletak pada pembentukan kehidupan kita secara aktif sambil mempertimbangkan kebutuhan dan kesejahteraan orang lain.

Pragmatisme memainkan peran penting dalam filsafat Dewey dengan menekankan pengalaman praktis dan eksperimen sebagai cara untuk memecahkan masalah. Dengan mendorong keterbukaan pikiran, pembelajaran kolektif dari pengalaman, dan adaptasi yang fleksibel saat menangani kesulitan sosial yang kompleks, pragmatisme memperkaya demokrasi liberal.

Pada hakikatnya, filsafat John Dewey menggabungkan prinsip-prinsip demokrasi dengan nilai-nilai liberal ditambah pendekatan pragmatis.

Artinya, mengambil bagian daripada berdiri di pinggir, menyeimbangkan kebebasan pribadi dengan tugas terhadap masyarakat, dan menggunakan pengalaman praktis, bukan dogma, untuk menavigasi kompleksitas pemerintahan demokratis.*