MEMENTO MORI
Kak Sa (= Sayang) dan dek Su (= Cantik), bertemu di penghujung senja temaram di ibukota metropolitan. Dek Su baru saja selesai sumpah kedokteran dan siap-siap ke desa untuk pengabdian negara. Pertemuan mereka kali ini bermakna ganda: kangen sekaligus perpisahan.
*****
Kak Sa, aku akan pergi praktek ke desa paling udik di NTT, Indonesia Timur, desa Waekanta
Terus, what is the problem?
Gak masalah sih kak, mau dong tips-tips untuk hidup sehat dan menua bersama orang-orang terkasih yang kulayani di sana
Aduh dek Su, kamu ini gimana; dokter koq nanya kesehatan ke orang awam; bukan sebaliknya, aku yang nanya kamu
What’s wrong with you, kak Sa; jangan sempit begitu definisi kesehatannya; kesehatan itu cakupannya sangat luas; heran ya, kak Sa, tiba-tiba kerdil begini berpikirnya
Ya sudah, sudah, galak amat sih dek, mentang-mentang dah sarjana kedokteran
Hahahahahaha, kena deh; aku tu senang kalau ngerjain kakak tersayangku
Jangan muji-muji, malessss; straight to the point! tadi kamu nanya menua dan menyehat bersama kekasih?
Iyah kak
Okey, aku terima tantangannya; tapi kita satukan dulu persepsi; kalau aku diminta omong tentang kesehatan, itu tidak berarti aku yang paling sehat di antara kita berdua; Gratias Deo (baca: syukur kepada Allah) bahwa Allah selalu sayang dan memelihara, merawat kesehatanku sampai umur 60 sekarang; sepakat ya dek Su, persepsinya
Lha, point kak Sa, apa?
Maksudku, aku sekarang terima tantanganmu untuk omong tentang kesehatan; tapi tidak berarti aku-lah yang paling pantas untuk ngomong tentang kesehatan; karena mungkin saja orang yang paling tahu kesehatan adalah orang yang sakit; jadi, tolong, yang penting dengar apa yang aku katakan, gak usah dipertimbangkan apakah aku sehat atau sakit
Setuju, kak; go ahead!
Aku mulai dari prinsip dasarnya dulu; pertama, hidup sehat atau kesehatan hidup itu merupakan gabungan antara kesehatan jiwa, kesehatan badan, dan kesehatan hubungan manusia dengan Tuhan; aku katakan gabungan karena hubungan mereka bersifat dialektis, terkait satu sama lain; saling mendukung satu sama lain serta bersifat komprehensif; artinya, saling terkait dan mendukung itu benar-benar terjadi dengan semua unsur: badan atau jasad, jiwa atau rohani, juga dengan posisi hubungan manusia atau makhluk dengan Tuhan; itu prinsip dasarnya!
Wah, udah serius neh; tolong dielaborasi, kak!
Oke, oke, prinsip dasar ini mau mengatakan bahwa Tuhan-lah yang bikin manusia, yang bikin jiwa dan badannya, serta yang memberi ketetapan tentang sistem kehidupan yang hasilnya adalah hidup sehat; oleh karena itu, ketergantungan makhluk untuk sehat atau tidak sehat itu, nomor satu ada pada relasi dengan yang menciptakannya, yaitu Allah
Wouuuuw, ini baru; relasi dengan Allah yang utama untuk maintain jiwa dan raga; terus, apa lagi…
Hal kedua, kesehatan raga tidak bisa berdiri atau bekerja sendiri; ia berposisi saling tergantung dengan kesehatan jiwa atau rohani, serta dengan sehatnya hubungan manusia dengan Tuhan, dari hari ke hari; jadi, kalau kamu merawat kesehatan pasien, tentu yang mau disembuhkan bukan saja badannya tetapi sekaligus jiwa dan hubungan pasien itu dengan Tuhannya; kita semua tahu-lah; ilmu kesehatan modern sangat rajin meneliti dengan seksama hal-hal yang menyangkut kesehatan badan; ada juga sedikit yang meneliti kaitannya dengan kesehatan psikologi atau psikis; tetapi, umumnya penelitian itu tidak sampai pada spektrum kesehatan rohani, di mana Tuhan disadari sebagai pangkal ujung sehat dan sakitnya semua makhluk; khusus untuk mengenali posisi Tuhan, ya, aku mau katakan begini: Tuhan itu memiliki hak mutlak atas sakit atau sehatnya terhadap siapa dan apa yang IA ciptakan; Tuhan tidak berpihak pada sehatnya manusia berdasarkan konsep manusia tentang sehat; sehat dan sakit menurut Tuhan berbeda, atau sangat berbeda, atau bahkan bisa sangat terbalik, dibanding sehat dan sakit menurut ilmu kita; kesehatan di mata Tuhan adalah keberadaan manusia di dalam kepatuhannya kepada kehendak-Nya, kepada rencana-NYA; maka pemahaman atas kesehatan manusia, bisa saja terbalik dari konsep kesehatan menurut Tuhan
Ya, ya, ya, kayak dengar siraman rohani aja ini
Lho kenapa dek, jangan bego begitu; emang ada yang salah? siapa yang bisa memisahkan hidupnya sekecil apa pun dari penyelenggaraan Tuhan? Proof me wrong kalau kamu gak setuju
Setuju, setuju; back to laptop, kak; dari penjelasanmu tadi, berarti kita butuh redefinisi kesehatan dan asal muasal hidup sehat; benar-benar beda dengan ilmu yang aku pelajari di fakultas kedokteran; masih ada lagi kah hal-hal yang bisa diturunkan dari prinsip dasar tadi?
Ada, dan ini mungkin butuh ketenangan berpikir untuk benar-benar paham; begini: kalau kita sabar bahwa Tuhan bisa buat apa saja untuk kita, maka bersiap-siaplah menerima kemungkinan-kemungkinan ini; misalnya, Tuhan bisa saja memberi sakit kepadamu, tetapi fungsinya adalah penyehatan jiwamu; Tuhan memberi pandemi covid-19 kepada manusia, maksud atau posisinya bisa saja sebagai ujian atau pendidikan, atau peringatan, atau mungkin hukuman; sebaliknya, Tuhan memberi sehat kepada manusia juga bisa merupakan ujian, pendidikan, peringatan atau hukuman
Wah, jadi abu-abu ya rumusan kesehatannya; semua-muanya serba kemungkinan
Iya gak lah dek, semua omongan saya ini masih dalam garis prinsip dasar tadi; kalau setuju dengan kesehatan dalam artian demikian, maka sehat dan sakit menurut kita bisa sangat terbalik dengan sehat dan sakit menurut Tuhan, tergantung, kita bisa menemukan gak latar belakang kenapa Tuhan bikin kita sakit; ditemukan gak alasan kenapa Tuhan bikin kita sehat? sakitnya manusia bisa membuatnya rendah hati dan sadar ketergantungannya kepada Tuhan; sementara sehatnya manusia bisa merupakan semacam azab bagi manusia, yang membuatnya sombong dan tergelincir hidupnya, serta kelak ketika tiba di depanTuhan, manusia tidak seperti posisi yang Tuhan menghendaki ketika DIA menciptakannya
Wah, wah, wahhhh
Kenapa dek Su
Kagum, kak, sama penjelasannya; berarti harus mengubah seluruh konstruksi sehat sakit dan hidup matinya manusia; wualahhhhhh….
Betul, betul! konsep Tuhan tentang hidup matinya manusia tentu tidak sama dengan pemahaman kita, manusia; aku beri contoh ya, mudah-mudahan konkrit; banyak kita alami, bahwa sakit berlanjut ke kematian; tapi bisa juga terjadi kematian tanpa sakit sebagai sebab-musabab kematian; ini berarti apa, ya, tentu karena di dalam konsep Tuhan, hidup dan mati bisa berkait, bisa juga tidak berkait, terserah-terserah Tuhan; IA pencipta koq! Tuhan menghidupkan dan Tuhan mematikan hanya terkait dengan kehendak-Nya itu sendiri; tidak harus berhubungan dengan sakit atau tidak sakit
Berarti menjaga kesehatan juga berbeda maknanya dalam artian ini
Persis, dek; hidup dengan selalu menjaga kesehatan, tidak harus diartikan supaya awet hidup dan tidak cepat mati; yang paling murni dan masuk akal adalah: menjaga kesehatan karena kesetiaan kepada Tuhan, yang menitipkan badan dan jiwa ini kepada manusia dan kita semua
Percuma dong kita merawat kesehatan kalau ujung-ujungnya Tuhan yang menentukan
Lho, apa yang salah?
Gak, kak
Gak ada yang sia-sia dek; silahkan ikhtiarmu merawat kesehatan; tapi tolong, keep in your mind: manusia mencari dan menemukan amat sedikit dari ilmu kesehatan yang Tuhan Maha Menguasai keseluruhannya; engkau sebagai dokter wajib berikhtiar merawat kesehatanmu, merawat kesehatan pasienmu, tapi harus diingat, adalah hakikinya Allah-lah yang mengambil keputusan tentang sehat-tidaknya dirimu dan pasienmu; manusia wajib menjalani hidup yang sehat, tetapi Tuhan berhak menentukan orang yang merawat kesehatannya diambil nyawanya terlebih dulu dibanding dengan orang yang berlaku seenaknya dan ngawur terhadap kesehatan hidupnya; itu terserah-terserah Tuhan; dan kita sebaiknya tidak usah membantah; ikut sajalah kepada Tuhan; untuk itu, tidak ada gunanya menyalahkan Tuhan dengan keputusannya yang dari sudut kepentingan kita seolah-olah semena-mena dan diktator itu; sebab, setiap kondisi sehat atau sakit di suatu titik, di suatu area, di penggalan atau petak dalam proses kehidupan, baru bisa dinilai kesejatian sehat atau tidaknya kelak, pada momentum tertentu, di alam yang rumusnya adalah komprehensi dunia-akhirat sekaligus; apa yang kita tahu di sini? yah, hanya sepetak kecil dari urusan dunia; dan kita sebenarnya tidak berada dalam posisi yang ilmiah untuk mengambil keputusaan saat ini juga mengenai kita sehat atau sakit
Gimana dong sikap yang terbaik untuk semua ini?
Gini lho, aku selalu katakan, kita manusia ini tetap memerlukan iman, takwa dan pasrah kepada Tuhan, dalam keadaan sakit maupun sehat; semua kondisi ilmu dan pemahaman tentang kesehatan atau apapun saja, selalu dimasukkan ke dalam spektrum iman; istilah mudahnya begini: jika sehat ya silakan, sakit ya silakan, asal tetap berada dalam iman akan Tuhan; ukurannya itu!
Lalu di mana nilai segala upaya ilmiah kedokteran, misalnya obat-obatan yang tujuan akhirnya untuk kesembuhan dan kesehatan?
Iyah, tetap ada nilainya; memang tugas kita-lah untuk meneliti penyakit, kesehatan, kemudian berikhtiar mengobati, tetapi ingat sekali lagi, kita manusia tidak mampu berposisi untuk menyembuhkan; ibarat bertani sawah, kita manusia menanam benih, Tuhan yang menyemaikan; manusia berjuang, Tuhan yang menentukan pencapaian atau kegagalan; nah, di sini letaknya dilema yang membingungkan manusia bahwa Tuhan bisa berlaku sesuai dengan rumus kesehatan manusia, dengan rumus ilmiah kita, misalnya menyembuhkan orang yang sakit, yang diobati oleh obat jenis ini atau itu; tapi juga Tuhan berhak melakukan berbagai variasi perilaku yang lain: IA bisa saja tidak menyembuhkan orang yang diobati, atau menyembuhkan orang yang tidak diobati; IA bisa mengabulkan kesembuhan seseorang berdasarkan pengetahuan kedokteran dan farmasi, bisa juga tidak menyembuhkannya, atau malah menyembuhkan dengan obat dan sebab yang lain sama sekali, atau bahkan ditentang oleh kedokteran dan farmasi
Ini yang buat aku tambah bingung; bagaimana menjelaskan kenyataan jika kesembuhan seseorang disebabkan oleh obat yang diminum; apakah benar mengatakan bahwa itu adalah akibat minum obat?
Mohon maaf dek, aku katakan itu salah; kalau dokter, tabib, dukun atau siapapun disebut menyembuhkan seseorang dari sakitnya, dengan menggunakan obat, atau ramuan atau perlakuan yang dikenal baku dan diakui oleh ilmu manusia, mohon izin, kesimpulannya bukan ilmu dan obat itu pasti benar; bukan, bukan; kesimpulan yang lebih bijak adalah, Tuhan mengabulkan kesembuhan melalui apa yang diyakini, dan dipergunakan oleh dokter atau tabib dan dukun itu; sementara di saat yang lain, Tuhan bisa saja tidak mengabulkannya atau justru memberi manusia pengalaman, di mana seseorang menjadi sembuh tidak berdasarkan ilmunya manusia tentang kesehatan dan pengobatan, melainkan ilmu yang tidak dikenal oleh manusia sama sekali
Okey kak Sa, dari tadi aku ini bingung, sebenarnya yang kita omongkan ini apakah ilmu kesehatan, filsafat atau teologi, atau ilmu campur sari; bingung aku…
Menurutku, yang kita bicarakan ini ialah teologi kesehatan
Nah, tambah bingung lagi kan, sudah ah, ini yang terakhir…
Dek Su, dek Su, kamu ini jangan pernah sebut terakhir; ingat ya, kita ini gak pernah sepakat, awal dan akhir kita ini tadi ada di mana dan seperti apa, bikin tambah bego aja
Bodohhhhhh, yang penting ini pertanyaanku: apa syaratnya untuk hidup sehat berdasarkan seluruh penjelasan ini
Nah, ini baru pertanyaan cerdas; ada dua syaratnya, yang sebaiknya kita pilih, meskipun kita bisa saja dibiarkan oleh Tuhan tetap sehat tanpa memilih kedua-duanya; pertama, memastikan secara permanen dan simultan pemfokusan hati kepada Tuhan; hati yang bersyukur dan berpasrah kepada kehendak-NYA; gembira dan sukacita adalah buah dari sikap dasar ini; apa pun situasi kita: susah, senang, miskin, kaya, harus dalam bingkai syukur dan sukacita
Wah, hidup kita sendagurau dong
Iyah, you are right; tapi beda dengan hahahihi ya dek
Terus, syarat kedua apa, kak
Oh ya, syarat kedua: berpikir rasional-hakiki; berpikir sehat; berpikir jujur; berpikir positif, positive thinking, istilah anak milenial sekarang; berpikir kompatibel dengan kemauan Tuhan; roh dan jasad kita ini kan adalah sebuah organisme, sebuah sistem, suatu putaran ekosistem, hardware maupun software-nya; setiap ketidakjujuran rohani, ketidakjujuran hati dan pikiran, akan mengubah manajemen ekosistemik di dalam hidup kita, sehingga potensial untuk menjadi destruksi, dismanagement, kekacauan, dekonstruksi, atau kerusakan susunan-susunan, yang akhir-akhirnya produknya ialah sakit
Jangan abstrak begitu kak; konkrit saja, mana hidup yang potensial sehat?
Mudah! hidup yang paling potensial untuk sehat adalah menghormati dan patuh kepada hakikinya kehendak Tuhan, kemudian membuka diri pada setiap kemungkinan pada ilmu manusia yang menyangkut sehat dan sakit; biar pun kamu seorang dokter, tapi ingat, gak ada ukuran ilmu kesehatan modern atau tradisional; gak ada acuan-acuan karena dokter atau dukun atau tabib, atau mungkin orang biasa yang tidak dianggap expert (ahli) dalam kesehatan; ukuran yang sejati, dan yang lebih dekat kepada kesehatan hanyalah kejujuran ilmu kesehatan di tangan atau di pihak siapapun, serta sadar ketergantungan kepada kehendak Allah; dari Allah kita hindari amarah-NYA, dan kita upayakan dekat dengan kasih sayang-Nya; paham?
Gak paham, hahahahahaha
Kamu ma, becanda mulu; oh ya, lupa satu dek
Apa ya kak
Aku mau katakan bahwa salah satu dalam berpikir rasional hakiki ialah memento mori
Apa lagi itu
Istilah Latin; memento mori berarti ingat akan kematian
Lha, apa hubungannya dengan cerita kita tentang kesehatan?
Ya, hubungannya tak langsung, yaitu terkait syarat kedua hidup sehat tadi: berpikir rasional hakiki! dengan berpikir rasional hakiki, kita tiba pada kesadaran bahwa hidup kita ini fana, sementara, tidak abadi; berpikir untuk selalu ingat bahwa suatu saat engkau, aku dan kita semua ini, pasti mati; itulah esensi dari memento mori; istilah memento mori dalam sejarahnya telah menjadi tema utama dalam karya seni, lukisan, gambar, sastra; bisa dalam bentuk elemen kecil, seperti gambar tengkorak kecil di sudut sebuah lukisan yang bertujuan mengingatkan audiens akan kematian; sering juga memento mori diungkapkan dengan berbagai figura seperti tengkorak, jam pasir, lilin yang padam, bunga atau buah yang layu dan serangga; di kuburan, sering kita lihat lukisan atau gambar yang memperlihatkan esensi memento mori
Huhhhff, Tuhang (=dibaca: Tuhan) Allah eeeee, ending-nya gak enak ini pertemuan; malah omong tentang kematian
Lha, emang-nya dek Su mau hidup kekal di sini?
Gak juga kak, tapi rasioku menerima; intinya, memento mori setiap hari maka dijamin hidup sehat
Hahahahahahaaha, itu sudah, selamat memento mori dek di desa Waekanta
Sama-sama kak, salam memento mori juga;luv u pull!
***(gnb:tmn aries:jkt:kamis:28.7.22)
*) Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menahbiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta