Jakarta, BULIR.ID – Mendukung gerakan kesetaraan gender secara global, salah satu universitas di Pakistan tepatnya di Lahore, mengadakan kegiatan rutin yang dikenal dengan Oneline Series Talk in Leadership Lab, forum ini dilakukan untuk membahas seputar isu-isu dunia seperti politik, sosial budaya, kepemimpinan, gender equity dan sebagainya.
Pertemuan hybrid yang diselenggarakan oleh Information Technology University dari Pakistan ini dihadiri oleh akademisi dari berbagai kampus yaitu mahasiswa dari Universitas Teknologi Informasi Pakistan, dosen-dosen dan mahasiswa Politeknik STIA LAN Jakarta, mahasiswa-mahasiswi program studi magister dan doktor dari IPDN Kemendagri.
Acara ini dimoderatori oleh Dr. Abiha Zahra, Assistant Professor in the Department of Governance and Global Studies, Information Technology University. Turut hadir juga di dalam zoom meeting, Prof. Young Hoon Ahn dari Inha University sebagai partisipan aktif di dalam study talk tersebut.
Hadir sebagai narasumber, Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta memberikan eksplanasi terkait Rekrutmen dan Promosi PNS dalam Lensa Kesetaraan Gender. Mengawali pemaparannya, Prof. Nurliah menjabarkan peta dunia dengan negara-negara yang memiliki pempimpin seorang perempuan.
Mengutip riset dari Global Gender Report di tahun 2014, setidaknya ada 63 perempuan yang memimpin negara (Presiden dan Perdana Menteri), salah satunya adalah di Indonesia yang pernah dipimpin oleh Presiden wanita yaitu Megawati dengan masa jabatan dari tahun 2001 hingga 2004, dan di Pakistan yang pernah dipimpin oleh Perdana Menteri wanita yaitu Benazir Bhutto di tahun 1993 hingga tahun 1996.
Menurut Prof. Nurliah Nurdin, sistem merit yang seharusnya diterapkan di tiap negara adalah melalui proses rekrutmen dengan analisa pekerjaan sebelumnya, metode seleksi yang baik dan benar, serta calon pemimpin dari keanekaragaman dan inklusi. Sedangkan untuk kriteria promosi jabatan, sudah sepatutnya dinilai dari kinerja, jalur/jenjang karir, dan pengembangan kepempinan dari calon pemimpin tersebut. Tantangan dan pertimbangan yang selalu dihadapi saat proses perekrutan adalah bias dan keadilan, transparansi, dan adaptasi dengan perubahan.
Lebih lanjut lagi Prof. Nurliah menjelaskan keterwakilan perempuan di birokrasi Indonesia dan parlemen, dimana persentase jumlah ASN antara laki-laki dan perempuan adalah 56% perempuan dan 44% laki-laki, namun perempuan yang menduduki jabatan eselon 1 hanya 101 orang dari total 611 JPT Madya.
Sementara untuk eselon 2, hanya 3.425 dari total 21.466 JPT Pratama. Hal ini menguatkan opini bahwa di Indonesia kesetaraan gender belum mencapai tingkat optimal. Prof. Nurliah juga menambahkan informasi bahwa jumlah perempuan di DPR belum meraih angka persentase 30% yang sudah diatur sesuai dalam peraturan KPU Pasal 8 Nomor 10 tahun 2023.
Tidak luput dalam pemaparannya, Prof. Nurliah menguraikan beberapa regulasi hukum terkait pemberdayaan perempuan yang berlaku di Indonesia. Di tahun 1978, Presiden mengeluarkan keputusan berbunyi pembentukan badan nasional untuk kemajuan perempuan. Di tingkat internasional dan nasional, melalui pengesahan konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1984.
Selanjutnya MPR mengeluarkan keputusan nomor IV/MPR/1999, dalam tingkat nasional membahas tentang garis-garis besar haluan negara. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2000 yang berbunyi pengarusutamaan gender dalam pembangunan juga menjadi penguat dalam kesetaraan gender. Di tahun 2021, Presiden mengeluarkan regulasi baru Nomor 36 yang mengatur hak laki-laki dan perempuan untuk menerima upah/gaji yang setara dalam pekerjaan dengan nilai yang sama pula.
Peserta dalam diskusi leadership lab, mulai dari akademisi, pejabat pemerintah, hingga pendukung kesetaraan gender, menggambarkan dengan gamblang hambatan yang dihadapi perempuan dalam birokrasi. Meskipun ada kemajuan menuju keseteraan gender dalam beberapa dekade terakhir, tetap saja ada tantangan struktural yang mengakar kuat, khususnya dalam praktik perekrutan dan promosi.
Misalnya kebijakan yang bergantung pada hubungan kekeluargaan, bias yang tidak disadari dalam pengambilan keputusan, dan kurangnya kriteria transparan untuk kemajuan seringkali menciptakan lapangan pekerjaan di birokrasi tidak seimbang bagi aparat sipil negeri perempuan.
Kegiatan yang kerap disebut studies talk ini terus berlangsung dengan beberapa pertanyaan dari partisipan yang dijawab satu persatu oleh Prof. Nurliah Nurdin sehingga membentuk diskusi aktif antara narasumber dan penanya.
Prof. Nurliah kemudian menutup penjelasan-nya dengan menyimpulkan beberapa kebijakan yang memungkinkan digunakan untuk meningkatkan keterwakilan dan keberadaan perempuan di parlemen dan birokrasi, salah satunya adalah dengan mendorong peluang bimbingan dan kepemimpinan bagi perempuan, membuka kelas pendidikan latihan dan mengadakan program seperti ASN Talent’s Academy.
Dr. Abiha Zahra, Assistant Professor in the Department of Governance and Global Studies, Information Technology University selaku moderator dan panitia dalam Oneline Series Talk, mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Nurliah Nurdin yang telah bersedia menjadi narasumber, dan seluruh audiens yang berkenan hadir dalam diskusi terbuka tersebut.
