Jakarta, Bulir.ID – Diundangkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang telah menghapus Pancasila sebagai Pelajaran atau mata kuliah Wajib merupakan peristiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi dan dapat dicegah.
Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang diteken/ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 30 Maret lalu, dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna Laoly pada 31 Maret 2021.
“Yang dimana Standar Nasional Pendidikan digunakan pada Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat pada Jalur Pendidikan formal, Jalur Pendidikan nonformal, dan Jalur Pendidikan informal,” demikian yang berbunyi dalam PP NO 57 Tahun 2021 pada Pasal 2 ayat (1). dan dalam Pasal 40 ayat (3),
PP ini menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam standar nasional pendidikan pada kurikulum pendidikan tinggi.
Sedangkan dalam UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pancasila dan Bahasa Indonesia masuk dalam kurikulum pendidikan tinggi.
Berikut ini bunyi pasalnya:
PP 57/2021 (PP Terbaru)
Pasal 40
(3) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
Sedangkan UU 12/2012 (UU Pendidikan Tinggi)
Pasal 35 Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah:
a) agama;
b) Pancasila;
c) kewarganegaraan; dan
d) bahasa Indonesia.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi X DPR RI Fraksi Golkar Adrianus Asia Sidot menegaskan, pihaknya tidak setuju dengan PP 57 Tahun 2021 yang telah diundangkan oleh pemerintah.
“Saya tidak setuju. Bagaimana mungkin presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan menghapus begitu saja Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam standard pendidikan Indonesia,” tegas Adrianus Asia Sidot.
Mantan Bupati Landak tersebut juga mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memperkuat penanaman Pendidikan Pancasila kepada generasi penerus bangsa.
“Komitmentnya (pemerintah) semakin diragukan, dan ini merupakan skenario besar upaya mengganti Pancasila denganideologi lain. Mau dibawa kemana pendidikan Indonesia yang mengakar kuat pada Pancasila,” ujarnya.
Asia Sidot menilai, hal ini terjadi akibat Presiden terkesan selalu tergesa-gesa ambil keputusan. termasuk aparatur negara yang terlibat dalam penyusunan kebijakan maupun regulasi di bidang pendidikan terkesan masih belum memiliki pandangan yang sama tentang arti penting Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara untuk diajarkan kepada generasi penerus bangsa.
Padahal, tambahnya, saat ini Indonesia tengah menghadapi tantangan besar terkait serbuan ideologi transnasional seperti komunisme, ekstrimisme agama dengan cita-cita khilafahnya dan liberalisme dengan individualisme dan juga pasar bebasnya.
“Para aparatur negara yang terlibat dalam penyusunan kebijakan temasuk para staf ahli khusus sangat teledor sehingga sangat tidak profesional dalam hal ini ini. Jadi saya mengusulkan terkait PP 57/2021 harus direvisi sebagai solusi kembalikan Pancasila dalam Pendidikan Nasional,” tutupnya.*