Sekilas Memori tentang Kunjungan Sri Paus Johanes Paulus II ke Indonesia, Oktober 1989.

“SAYA BANGGA AKAN KALIAN ORANG KATOLIK INDONESIA. BIAR HANYA MINORITAS KECIL TAPI KONTRIBUSINYA SIGNIFIKAN TERHADAP PENDIDIKAN DI INDONESIA” ujar Sri Paus.

0

Pesta Santo (Sri Paus) Johanes Paulus II, 22 Oktober.

“SAYA BANGGA AKAN KALIAN ORANG KATOLIK INDONESIA. BIAR HANYA MINORITAS KECIL TAPI KONTRIBUSINYA SIGNIFIKAN TERHADAP PENDIDIKAN DI INDONESIA” ujar Sri Paus.

Oleh: Ans Gregory da Iry, Bogor

Pada hari ini, Jumat, 22 Oktober 2021, Gereja Katolik di seluruh Dunia secara fakultatif merayakan pesta Santo Johanes Paulus II. Pagi ini saya mengikuti perayaan ekaristi secara live streaming dari Pusat Pastoral Keuskupan Agung Jakarta di Wisma Samadi. Romo Anton Baur, Pr yang memimpin misa, dalam homilinya mengutip suatu pernyataan St. Johanes Paulus II yang terkenal yaitu “We become what we do – Kita menjadi apa yang kita lakukan”.

Serentak saya teringat akan sebuah tulisan yang pernah saya buat sebagai catatan kenangan akan kunjungan Bapa Suci Sri Paus Johanes Paulus II ke Indonesia 32 tahun silam yaitu pada Oktober 1989. Sri Paus Johanes Paulus II yang kini bergelar Santo Johanes Paulus atau Santo Karol Woityla, yang asal Polandia itu, mengunjungi Indonesia selama lima hari, dari tanggal 8 – 12 Oktober 1989, dengan menyinggahi Jakarta, Jogjakarta, Maumere/Flores dan Dili (Timor Timur, yang waktu itu masih propinsi ke 27 Indonesia) dan terakhir Medan. Dalam kunjungan-kunjungan ini, Sri Paus memimpin Misa Agung dan berdialog langsung dengan lebih dari 1 juta orang Katolik.

Suasana meriah saat Paus Yohanes Paulus II menyapa umat Katolik di Jakarta. Source: 24hourworship.com.

Misa agung pertama berlangsung di Stadion Utama Senayan, kini Gelora Bung Karno, Jakarta, dihadiri lebih dari 120 ribu umat Katolik dari Keuskupan Agung Jakarta,  Keuskupan Bogor, Keuskupan Bandung dan Keuskupan Purwokerto. Di Jogjakarta, misa agung dihadiri kurang-lebih 250 ribu umat dari Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Surabaya dan Keuskupan Malang. Kemudian misa agung di Maumere dihadiri sekitar 300 ribu umat dari keuskupan-keuskupan di Flores; di Dili misa agung dihadiri sekitar 400 ribu umat dan di Medan lebih dari 100 ribu umat.

Selain itu Sri Paus juga mengadakan pertemuan khusus dengan kaum awam dan cendekiawan Katolik di kampus Atma Jaya, Semanggi, Jakarta. Di sini Sri Paus bertatap muka dan memberikan pesan-pesan kegembalaan kepada kaum awam dan cendekiawan Katolik Indonesia dan meresmikan penggunaan gedung baru “Karol Woityla” di kampus tersebut.

Saya mendapat kesempatan mengikuti acara dengan Sri Paus, yaitu misa agung di Senayan dan pertemuan di Atma Jaya. Di Stadion Gelora Bung Karno, saya dan isteri hadir sebagai wakil dari umat  Katolik Paroki Santo Paulus Depok. Bogor; sedangkan di Atma Jaya, kami hadir sebagai alumni universitas tersebut. Dalam dua kesempatan itulah, saya dapat berada berdekatan secara fisik dengan Sri Paus. Ini rasanya tentu berbeda dengan saat menonton kegiatan Sri Paus lewat televisi.

Piring Keramik Johanes Paulus II

Menjelang kunjungan Sri Paus ke Indonesia, berbagai persiapan dilakukan oleh panitia dari Pemerintah Indonesia maupun Gereja Katolik Indonesia melalui Majelis Agung Walligereja Indonesia

(MAWI), kini Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dengan Keuskupan Agung Jakarta sebagai pelaksana utama. Suatu panitia nasional dibentuk untuk mempersiapkan kunjungan tersebut, sedangkan di paroki-paroki di semua keuskupan diadakan doa-doa khusus termasuk novena agar kunjungan Sri Paus dapat berjalan dengan lancar dan aman.

Setiap paroki di keuskupan-keuskupan di Jakarta, Bogor, Bandung dan Purwokerto mendapat jatah untuk mengirimkan wakil-wakil umat menghadiri misa agung di Senayan. Paroki kami, St. Paulus Depok, mendapat jatah 50 umat.

Waktu itu saya bekerja sebagai manager Corporate Communications sebuah konglomerasi nasional di Jakarta dengan puluhan anak perusahaan, salah satunya adalah produsen barang-barang dari keramik.

Pada suatu hari di pertengahan Agustus 1989, saat bekerja di kantor Chase Plaza lantai 22, saya kedatangan tamu dua orang ibu dari pengurus Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Mereka minta kami ikut membantu mensukseskan kunjungan Sri Paus dengan partisipasi berupa sponsorhip.

Tentu saja saya sangat senang dan ingin sekali berpartisipasi, apalagi ini juga kesempatan untuk sekaligus mempromosikan produk perusahaan kami. Kami sepakat bahwa perusahaan akan menyumbang sejumlah piring keramik dengan foto Sri Paus Johanes Paulus II.

Ketika saya melaporkan kepada direktur perusahaan, yang juga pemilik perusahaan itu, beliau menyambutnya dengan antusias. Kata sang direktur, yang bukan seorang Katolik, “Johanes Paulus itu orang besar, mau berkunjung ke Indoneisa, berarti perhatian beliau kepada Indonesia dan khususnya umat Katolik sangat besar”. Dan direktur memutuskan bahwa kami akan menyumbang 4000 piring keramik kualitas terbaik kepada panitia.

Dalam waktu tiga pekan, pabrik keramik kami di Tangerang itu berhasil memproduksi 4000 piring keramik tersebut dengan foto Sri Paus Johanes Paulus II, dan diserahkan kepada panitia. Sebagai tanda penghargaan, panitia mengirmkan serifikat ucapan terima kasih kepada kami.

Sampai saat ini saya masih menyimpan sebuah piring keramik dengan foto wajah Sri Paus Johanes Paulus II sebagai kenangan akan kunjungan beliau ke Indonesia. Piring tersebut saya pajang di ruang keluarga dan biasa kami gunakan jadi focus ketika berdoa kepada Santo Johanes Paulus II.

Piring dengan print wajah Bapa Suci Yohanes Paulus II. Source dokumen pribadi.

Misa dalam Bahasa Indonesia

Kembali ke misa agung di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Sejak pagi rombongan kami berangkat dari Depok dengan bus ke Senayan untuk mengikuti misa agung yang akan dipimpin Sri Paus. Jalan-jalan di sekitar Senayan macet, karena banyaknya bus dan mobil yang menuju ke stadion. Polisi dan tentara sibuk mengatur lalulintas dan memberi jalan kepada kendaraan yang akan masuk Senayan. Ketika kami tiba, lapangan parkir timur Senayan yang luas itu sudh dipadati kendaraan.

Rombongan umat Katolik dari keuskupan Bogor mendapat jalan masuk stadioun melalui Pintu IX. Ketika sampai di dalam stadion, tampak ribuan orang sedang berdoa Rosario dan menyanyikan lagulagu rohani sehingga suasana stadion siang itu terasa seperti suatu tempat ziarah. Letak tempat duduk rombongan kami kira-kira 30 meter sebelah kiri altar di mana Sri Paus, para uskup dan imam-imam akan menyelenggarakan misa agung.

Stadion Utama yang biasanya gaduh dan riuh apabila ada pertandingan sepakbola atau pertunjukan lainnya, terasa lengang walaupun sudah dipadati kurang-lebih 100 ribu orang. Siang itu, stadion tersebut terasa seolah-olah telah berubah menjadi sebuah gereja raksasa yang menampung demikian banyak umat. Tampak spanduk-spanduk berwarna putih dengan tulisan nama-nama kelompok umat yang hadir. Ribuan bendera Merah-Putih berukuran kecil           bersama bendera kuning Vatican tampak dipasang berdampingan di seluruh stadion.

Doa dan nyanyian dari berbagai kelompok umat terus terdengar. Tidak terasa waktu sudah satu jam berlalu sejak kami memasuki stadion. Lalu terdengar pengumuman melalui pengeras suara bahwa misa agung akan segera dimulai. Paduan suara yang berada di sebelah kanan altar mulai memperdengarkan lagu pembukaan “Ecce. Sarcerdos Magnus – Lihatlah Imam Agung datang..!” Dan pada saat itu juga masuklah rombongan misdinar, imam-imam, uskup-uskup, kardinal-kardinal dan Sri Paus Johanes Paulus II dalam pakaian kebesaran ibadah menuju ke altar. Ketika Sri Paus tiba di altar, suasana sangat hening. Lalu terdengarlah suara Sri Paus yang lantang dan berwibawa, mengucapkan doa Tanda Salib: “Atas nama Bapa, Putera dan Roh Kudus” dalam bahasa Indonesia yang lancar, yang dijawab umat “Amin!”

Upacara perayaan misa agung itu seluruhnya berlangsung dalam bahasa Indonesia. Sri Paus dapat melafalkan doa dan nyanyian dalam bahasa Indonesia dengan sangat baik dan lancar, nyaris tanpa salah, termasuk ketika menyanyikan lagu Prefasi yang panjang dan mulia itu.

Umat mengikuti ibadah dengan penuh khusyuk dan khidmat detik demi detik. Tidak terdengar suara atau bunyi-bunyi yang mengganggu selama dua setengah jam ibadah misa agung berlangsung. Paduan suara yang membawakan lagu-lagu pujian dan doa-doa yang dilantangkan Sri Paus sungguh terasa menyentuh dan mendalam bahkan menggidik sampai buluh kuduk berdiri.

Karena itu begitu intens mengikuti ibadah siang itu, rasanya saya kehabisan kata-kata untuk melukiskan suasana itu dalam tulisan singkat ini. Tetapi seorang wartawan surat kabar Suara Pembaruan (dia bukan Katolik) yang hadir dan meliput misa agung itu menulis dalam laporannya dengan sangat tepat dan menarik di surar kabarnya. Dia menulis bahwa baru kali ini dia menghadiri ibadah misa orang Katolik, dan itu berlangsung di stadion olahraga, bukan di gereja, tetapi suasananya begitu khusyuk dan khidmat. Lebih dari 100 ribu jemaat duduk, berdiri, berdoa dan menyanyi serempak dalam suasana yang sangat khidmat. Tak ada suara lain yang terdengar selain doa dan nyanyian. Dan semua mata hanya tertuju ke altar tempat Sri Paus mempersembahkan misa agung.

Suasana saat Paus Yohanes Paulus memimpin misa kudus di gelora Samador Maumere, Flores, NTT.

Sang wartawan menutup laporannya sebagai berikut: “Saya bukan Katolik tetapi saya juga terhanyut dalam suasana ibadah yang sangat khidmat itu. Saya merasa Tuhan sungguh hadir di stadion saat itu!”

Setelah berkat penutup misa, Sri Paus turun ke lapangan menemui dan memberkati orang-orang sakit dan jompo yang duduk di kursi roda atau pembaringan masing-masing. Tepuk tangan terdengar meriah tanpa suara sorakan atau teriakan, saat Sri Paus naik mobil terbuka berkeliling stadion sambil memberikan berkat kepada umat yang hadir.

Sore itu, seusai misa agung, rombongan pulang ke tempat masingmasing. Sepanjang perjalanan dengan bus ke Depok, hampir setiap orang berbicara tentang kesan dan kenangannya akan misa agung tersebut. Masing-masing tentu merasa mendapatkan sesuatu yang istimewa dalam pengalaman hari itu, khususnya pengalaman iman yang akan memperkuat kehidupan spiritualitas, karena mendapat kesempatan mengikuti misa agung yang dipersembahkan oleh Sri Paus Johanes Paulus II.

Gedung Karol Woityla di Kampus Atma Jaya

Keesokan harinya, saya dan isteri bersama ratusan alumni dan mahasiswa Atma Jaya serta kaum awam dan cendekiawan Katolik  datang ke kampus tercinta di Semanggi, Jakarta. Mereka diundang untuk hadir dan beramahtamah dengan Sri Paus.

Sebagaimana biasa untuk tamu Negara, kedatangan Sri Paus di kampus ini juga mendapat pengawalan yang ketat dari aparat keamanan. Tamu undangan masuk ke aula tempat acara berlangsung. Karena demikian banyaknya orang yang hadir, sebagian hanya bisa berdiri berdesa-desakan di koridor masuk ke aula upacara. Ternyata Sri Paus juga masuk melalui koridor ini sehingga kami yang masih berada di koridor dapat melihat dari dekat Pemimpin Gereja Katolik Sedunia yang sangat terkenal itu dari jarak yang sangat dekat, ketika beliau lewat sambil memberikan berkatnya, yang kami sambut dengan tepuk tangan.

Misa syukur yang dipimpin Paus Yohanes Paulus II di gedung Unika Atmajaya. Source: 24hourworship.com.

Dua orang tokoh Katolik memberikan pidato sambutan yaitu Bapak Jacob Oetomo dari Kompas-Gramedia dan Bapak Frans Seda. Sedangkan acara puncaknya adalah pidato dan pesan-pesa Sri Paus kepada para cendekiawan Katolik Indonesia. Kata Sri Paus, beliau sangat menghargai upaya-upaya yang dilakukan oleh Gereja dan Umat Katolik Indonesia dalam perjalanan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Gereja dan Umat Katolik telah, sedang dan akan terus ikut serta berperan aktif dalam dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia, khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan. Di bidang pendidikan, Sri Paus menyatakan kebanggaannya akan kontribusi umat Katolik dalam pendidikan tinggi. Berpidato dalam bahasa Inggris yang lancar dan lantang, beliau berkata, “Therefore I’m proud that you, Catholics who are only a small minority, are making a significant contribution toward higher education in Indonesia – Oleh karena itu saya bangga bahwa Anda, orang Katolik yang hanya merupakan minoritas kecil, membuat kontribusi yang signifikan terhadap pendidikan tinggi di Indonesia”.

Sri Paus Johanes Paulus II yang asal Polandia itu juga menandatangani sebuah prasasti untuk memberi nama “Karol Woityla”, nama asli beliau sendiri, kepada sebuah gedung baru di kampus Atma Jaya, sebagai kenang-kenangan akan lawatan beliau hari itu.  Selesai acara di Atma Jaya, Sri Paus  dan rombongan kembali ke penginapan di Istana Negara, Jakarta.

Itulah sekilas memori tentang kunjungan Sri Paus Johanes Paulus II di Indonesia, 32 tahun lalu.

Santo Johanes Paulus (Santo Karol Woityla) doakan kami, amin!

(Bogor – 22 Oktober 2021)