Tabur, BULIR.ID – Tim dari Satuan Mabes Polri menangkap Direktur PT Kutama Mining Indonesia (KMI) yang diduga melarikan diri dan mangkir dari panggilan polisi di Kalimantan Tengah. Penangkapan itu dilakukan melalui sebuah operasi senyap pihak kepolisian beberapa pekan lalu.
Dalam proses penangkapan tersebut, tersangka tidak melakukan perlawanan dan langsung dibawa ke Jakarta untuk menjalani proses hukum yang sedang berlangsung.
Berdasarkan pantauan awak media, tersangka seharusnya sudah diserahkan ke kejaksaan untuk tahap penuntutan, namun selama ini terkendala karena tersangka tidak hadir meski sudah dipanggil secara patut dan sah sehingga akhirnya ditangkap oleh kepolisian.
Berkas perkara tersangka WXJ alias Susi telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan pada bulan Februari 2022 lalu dan diketahui hingga saat ini tersangka masih ditahan di Mabes Polri dan belum diserahkan ke Kejaksaan.
“Kami sangat apresiasi kinerja Polri dan Kejaksaan yang profesional dalam menangani kasus ini. Karena tersangka yang lahir dan berasal dari Fujian Tiongkok tetapi memiliki paspor Indonesia ini diketahui sangat licin terutama setelah adanya sengketa hukum antara PT Tuah Globe Mining dan KMI yang dipimpin WXJ alias Susi,” tegas Sabungan Pandiangan selaku pengacara senior TGM yang sejak awal senantiasa mengawal perkara ini.
Selain dugaan tindak pidana yang disangkakan terhadap direktur KMI ini, ternyata masih ada sengketa hukum perdata di Pengadilan Negeri Palangkaraya yang telah memenangkan PT Tuah Globe Mining dengan amar membatalkan seluruh perjanjian kerjasama antara TGM dan KMI serta menyatakan bahwa uang pinjaman Rp15 miliar menjadi milik TGM.
“Mengapa Kami meminta pengadilan membatalkan perjanjian kerjasama? Hal ini semata-mata karena KMI telah ingkar janji tidak membayar hak bagi hasil terhadap TGM padahal telah ada penjualan batubara. Selain itu Kami berupaya mencegah KMI melakukan tindakan yang berpotensi merugikan investornya dengan alasan masih memiliki perjanjian kerjasama yang bersifat eksklusif,” kata H. Onggowijaya, SH, MH dari Firma hukum ONGGO & Partners.
Onggo berpendapat bahwa dalam perkara ini patut diduga pihak KMI berupaya mengambil paksa tambang milik TGM dengan cara membuat narasi seolah – olah salah satu pemegang saham TGM Hery Susianto selama ini menghambat kegiatan penambangan yang dilakukan oleh KMI.
Padahal berdasarkan bukti-bukti yang diperlihatkan Onggo, justru TGM pernah ditegur oleh Dinas ESDM karena pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan KMI seperti mendatangkan tenaga kerja asing sejumlah 83 orang padahal ada aturan yang mewajibkan harus menyertakan tenaga kerja Indonesia, membuang limbah langsung ke sungai dan sebagainya.
“KMI yang melakukan pelanggaran maka TGM yang kena sanksi karena TGM sebagai pemegang IUP, batubara sudah dijual ke PT Kaishun Industries Indonesia oleh KMI pada 2019 tetapi hak TGM tidak diberikan. Upaya perdamaian beberapa kali baik lisan dan tertulis sudah kami sampaikan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tetapi KMI tidak pernah merespons bahkan KMI menyampaikan hanya mau membeli saham TGM dengan harga sangat murah. Ini sungguh keterlaluan dan dapat ditafsirkan sebagai upaya mengambil tambang milik TGM secara paksa.
Ketika sudah berstatus tersangka mulai muncul mediator-mediator siluman yang menjual nama pejabat dan menyampaikan kepada TGM bahwa KMI sudah berinvestasi Rp600 miliar. Jika TGM tidak mau mengganti kerugian investasi 600 miliar, maka berapa kesanggupan TGM? Itu yang diucapkan oleh mediator. Padahal kami sudah sampaikan bahwa di pengadilan KMI hanya minta ganti rugi Rp18,3 miliar lalu mengapa mediator minta kami harus mengganti Rp600 miliar?“ tanya Onggo heran.
“Kami sangat berterima kasih kepada pengadilan karena ternyata masih ada keadilan di Indonesia, pengadilan sebagai benteng terakhir ternyata memenangkan TGM setelah memeriksa seluruh bukti-bukti yang diajukan TGM. Sebaliknya KMI tidak dapat membuktikan kerugiannya Rp18,3 M dalam petitumnya maupun dalam dalilnya yang menyebut mengalami kerugian Rp600 miliar. Kami sekali lagi menghimbau agar tidak ada pihak-pihak yang mengintervensi atau menjadi kaki tangan lawan perkara kami untuk halo-halo membantu lawan perkara,” ujar Onggo mengakhiri.*