Kuningan, BULIR.ID – Direktorat Pengembangan Produk Unggulan Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Kementerian Desa Republik Indonesia menggelar Focus group discussion yang diadakan di Ekowisata Curug Sawer, Cisantana, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Bapak Muhammad Fachri, S.STP. M.Si., memberikan sambutan selaku Direktur Pengembangan Produk Unggulan Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Ia menyapa Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kuningan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupatem Kuningan, beberapa Kepala Desa, Akademisi, beberapa Direktur BUMDes, pegiat NGO, serta para Pendamping Desa yang hadir dalam diskusi terpumpun tersebut.
Turut berpartisipasi dalam FGD, Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., yang merupakan Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta sebagai Narasumber yang memberikan tanggapan/masukan dalam upaya optimalisasi potensi unggulan desa melalui perhutanan sosial di desa. Juga hadir Dr. Ika Sartika sebagai Narasumber yang menambahkan insight ke dalam kegiatan ini.
Bicara tentang pemberdayaan desa, tidak lepas dari pendampingan berbagai pihak seperti NGO, lembaga desa, pemerintah desa, serta pendamping desa. Fachri lebih lanjut menjelaskan dua model implementatif percepatan implementasi perhutanan sosial di desa, yaitu pengelolaan mandiri, dan kerja sama dengan kelompok perhutanan sosial.
Dari sudut pandang pemerintah, yang diharapkan melalui dana desa adalah adanya kegiatan yang terus membangun potensi desa. Fachri menganggap saat ini masalahnya bukan lagi di dana, tetapi karena belum menemukenali potensi desa yang sebenarnya dimiliki. Sehingga demi kesejahteraan masyarakat desa yang tinggal di sekitar hutan, pengelolaan perhutanan sosial dapat memengaruhi keberhasilan pengembangan potensi desa.
“Meskipun di kondisi sebelumnya pengelolaan hutan tidak berpihak pada masyarakat, tapi saat ini pemerintah sudah mendorong agar masyarakat dapat mengelola hutan dengan baik,” ujar Kepala Seksi BPSKL Wilayah Jawa dan Banten.
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Jawa Barat juga mengeluarkan berpendapat “ada mindset yang harus diubah ketika masuk hutan, yaitu pikiran bahwa kita memasuki daerah terlarang.” Menurutnya, eksploitasi tidak harus dalam bentuk ugal-ugalan, potensi bisa saja dikembangkan secara pelan-pelan untuk mengurangi masyarakat miskin ekstrim dalam sebuah desa.
Prof. Nurliah Nurdin mengawali tanggapannya dengan mengatakan bahwa negara yang maju adalah negara dengan desa-desa terbaik di dalamya. Pada penjelasannya, Prof. Nurliah menyebutkan luas desa Cisantana yang terletak di Kabupaten Kuningan seluas 7,54km2 dan penduduknya yang berjumlah 6.964 orang.
Menurut Prof. Nurliah, dengan luas dan jumlah penduduk seperti ini, tentu saja ada potensi kesejahteraan masyarakat desa dari pemanfaatan perhutanan sosial. Garis besar potensi pemanfaatan yang dimaksud adalah luas area hutan dan tipe hutan, keanekaragaman hayati, potensi ekonomi dan perhutanan sosial, pemanfaatan kelompok tani dan lembaga desa, pengembangan infrastruktur dan akses serta dukungan kebijakan dan regulasi dari pihak pemerintah.
Lebih dalam lagi, Prof. Nurliah menyampaikan peningkatan pendapatan masyarakat desa dapat diperoleh dari hasil hutan non-kayu seperti buah-buahan, madu, dan rotan. Ini dapat meningkatkan ekonomi lokal dan mengurangi ketergantungan pada sumber pendapatan lain. Pengelolaan hutan secara berkelanjutan ini sekaligus menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat desa, seperti penanaman, pemelliharaan, dan pengolahan produk hutan.
Potensi lainnya yang disebutkan Prof. Nurliah Nurdin adalah pengembangan infrastruktur (jalan, pasar), pemberdayaan komunitas dengan memberi mereka hak dan tanggung jawab dalam pengelolaan hutan, dan yang terakhir pelestarian lingkungan guna mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat desa.
Mengakhiri sesinya, Prof. Nurliah memberikan pesan singkat, “Jika kita berproduksi, yakinlah bahwa kita akan aman. Jangan lagi perhutanan hanya dimiliki oleh segelintir orang—oligarki elit yang memanfaatkan hutan. Kenali juga apa mitigasi resikonya?”
Prof. Nurliah menekankan adanya produksi desa yang kemudian memaksa konsumen untuk membeli produk dari desa tersebut, harus kuat endorse dan jeli memanfaatkan peluang bisa menjadi salah satu cara dan upaya mengoptimalisasi potensi unggulan yang ada di desa, khususnya desa yang dekat dan terhubung dengan wilayah hutan.
Diskusi berlanjut dengan sesi tanya jawab antara narasumber dan kelompok masyarakat yang merupakan NGO (Non-Government-Organization), Kepala Desa, dan juga Pendamping Desa. Kepala Desa mengakui adanya kesulitan menjalin kerja sama dengan pihak Perhutani.
Menurutnya, sudah ada setidaknya 16 potensi wisata di Cisantana namun semuanya belum bisa dioptimalisasi karena kendala perjanjian kerja sama dengan kelompok perhutanan sosial. Sementara untuk Kepala Desa lainnya, ia mengutarakan salah satu kendala di desanya adalah kelangkaan pupuk, sulit mencari pasar sebagai wadah penjualan produk, serta infrastruktur jalan (jalur ke hutannya) yang belum memadai.
N. Tirta Rudiana selaku pegiat Lingkungan Hidup mengemukakan permasalahan terkait konflik dengan perhutani dan SK BUMDes yang mampu menjadi payung bagi masyarakat untuk dapat mengelola hutan, termasuk Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
FGD ditutup oleh Direktur Pengembangan Produk Unggulan Desa dengan menyemangati seluruh stakeholders dan pihak terkait untuk terus mengoptimalisasikan potensi unggulan desa melalui perhutanan sosial di desa dengan mengandalkan masyarakat desa.
Dengan terlaksananya kegiatan diskusi ini sendiri, sebetulnya sudah turut membantu masyarakat desa karena dilakukan di desa, tepatnya di lereng gunung ciremai, memanfaatkan masyarakat sekitar untuk menyiapkan lokasi, makanan, dan lain sebagainya.
Diskusi ini diharapkan mampu mendorong pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan satu persatu ‘pekerjaan rumah’ yang telah dititipkan pemerintah untuk membangun desa masing-masing dengan potensi yang dimiliki oleh desa-desa di Provinsi Jawa Barat tersebut.*
