Epictetus dari Budak Hingga Filsuf Paling Dicari di Dunia

0

FILSAFAT, Bulir.id – Salah satu hal yang membuat Stoisisme menarik untuk dipelajari adalah tiga praktisi Stoisisme yang paling terkenal memiliki latar belakang yang sangat beragam. Mereka di antaranya Marcus Aurelius, kaisar Kekaisaran Romawi yang memegang salah satu posisi paling berkuasa di dunia. Seneca, yang merupakan penasihat kaisar, penulis drama terkenal dan salah satu orang terkaya di Kekaisaran Romawi.

Lalu ada Epictetus, yang sangat berbeda, yang lahir sebagai budak. Itulah yang membuat Stoisisme begitu kuat: Stoisisme dapat memberikan prinsip-prinsip abadi untuk membantu kita dalam keadaan baik maupun buruk, tidak peduli status dan kehidupan kita.

Epictetus lahir hampir 2.000 tahun yang lalu di Hierapolis (sekarang Pamukkale di Turki) sebagai seorang budak di rumah tangga kaya. Epafroditus sebagai pemiliknya, memberinya izin untuk mengejar studi dan begitulah cara Epictetus menemukan filsafat melalui Stoic Musonius Rufus yang menjadi guru dan mentornya.

Kemudian, Epictetus memperoleh kebebasannya tak lama setelah kematian kaisar Nero dan mulai mengajar filsafat di Roma selama hampir 25 tahun. Ini berlangsung sampai kaisar Domitianus mengusir semua filsuf di Roma.

Epictetus melarikan diri ke Nicopolis di Yunani di mana ia mendirikan sekolah filsafat dan mengajar di sana sampai kematiannya.

Pengaruh Epictetus yang kuat dan luas dapat dilihat dalam beberapa contoh. Marcus Aurelius, dalam Meditations berterima kasih kepada gurunya Junius Rusticus karena telah memperkenalkannya kepada Epictetus.

Ada kemungkinan kecil bahwa Rusticus benar-benar menghadiri kuliah Epictetus dan memberikan catatannya sendiri kepada Marcus. Namun, kemungkinan yang paling besar adalah Marcus membaca catatan yang beredar luas oleh murid Epictetus, Arria, yang akan kita bahas di bawah ini.

James Stockdale, yang menjadi tawanan perang di Vietnam selama lebih dari 7 tahun, memuji Epictetus karena memberinya kerangka kerja tentang cara menanggung siksaan yang dialaminya. Saat Stockdale diborgol, ia tentu ingat bahwa Epictetus memiliki kaki cacat, yang mungkin dipatahkan oleh tuannya meskipun tidak ada kepastian mengenai hal ini.

Bagi Epictetus, “Penyakit adalah halangan bagi tubuh, tetapi tidak bagi kemampuan untuk memilih, kecuali jika itu pilihan Anda. Kepincangan adalah halangan bagi kaki, tetapi tidak bagi kemampuan Anda untuk memilih. Katakan ini kepada diri Anda sendiri sehubungan dengan segala sesuatu yang terjadi, maka Anda akan melihat hambatan tersebut sebagai halangan untuk sesuatu yang lain, tetapi tidak bagi diri Anda sendiri.”

Epictetus tidak pernah benar-benar menuliskan apa pun. Melalui muridnya Arrian, kita memiliki catatan tertulis tentang pelajarannya.

Titik awal yang bagus untuk Epictetus adalah Enchiridionnya yang sebagai ‘buku pegangan’. Ini adalah pengantar yang yang bagus karena dikemas dengan prinsip Stoic yang singkat. Tidak seperti Seneca dan Marcus, Epictetus agak lebih sulit dibaca.

3 Latihan & Pelajaran Dari Epictetus

1. Ingat Apa yang Berada dalam Kendali Anda

Enchiridion dimulai dengan salah satu pepatah terpenting dalam filsafat Stoik. Pentingnya membedakan hal-hal yang berada di bawah kendali kita dan hal-hal yang tidak. (Pikirkan ini sebagai Doa Ketenangan Stoik). Ini adalah pengingat untuk tidak marah dan kesal dengan hal-hal yang tidak dapat kita pengaruhi seperti orang lain dan kejadian eksternal dan hanya fokus pada diri kita sendiri, perilaku kita sendiri.

Ini membuat segalanya sedikit lebih mudah. Pengingat yang merendahkan hati tentang betapa banyak hal terjadi yang tidak dapat kita pengaruhi dan belajar untuk melepaskan dan menerima segala sesuatu sebagaimana adanya. Bahwa tindakan dan pilihan kita sepenuhnya berada dalam kendali kita sendiri.

“Beberapa hal berada dalam kendali kita dan beberapa lainnya tidak. Hal-hal yang berada dalam kendali kita adalah pendapat, pengejaran, keinginan, penolakan dan dengan kata lain, apa pun yang merupakan tindakan kita sendiri. Hal-hal yang tidak berada dalam kendali kita adalah tubuh, harta benda, reputasi, perintah dan dengan kata lain, apa pun yang bukan merupakan tindakan kita sendiri.”

2. Tetapkan Standar

Pemimpin terbaik jarang berbicara tentang bagaimana sesuatu seharusnya dilakukan, tindakan mereka berbicara sendiri. Pikirkan tentang seseorang yang Anda kagumi dan berapa banyak pelajaran yang diperoleh secara tidak langsung dari pilihan yang telah mereka buat dan contoh yang telah mereka berikan. Demikian pula, kita perlu fokus pada bagaimana kita sebenarnya hidup dan pilihan apa yang kita buat. Di situlah waktu dan energi kita akan digunakan dengan sebaik-baiknya.

“Jangan pernah menyebut dirimu seorang filsuf, atau berbicara banyak tentang teorema di antara orang-orang yang tidak terpelajar, tetapi bertindaklah sesuai dengan teorema tersebut. Jadi, saat sedang menikmati jamuan, jangan berbicara tentang bagaimana orang seharusnya makan, tetapi makanlah sebagaimana seharusnya.”

3. Tetapkan Karakter untuk Diri Anda Sendiri

Epictetus memahami seberapa sering kita bertindak berdasarkan kebiasaan dan bagaimana kita cenderung berpikir bahwa cara kita melakukan sesuatu sudah ditetapkan. Ia menasihati murid-muridnya untuk menetapkan beberapa prinsip dan standar yang perlu mereka ikuti dan tidak menyimpang sebanyak mungkin.

Hal tersebut di atas tentu tidak mudah, tetapi dengan langkah-langkah kecil, setiap hari mengingatkan kita ke arah mana kita ingin pergi, kita dapat lebih dekat dengan karakter yang kita inginkan.

“Segera tentukan beberapa karakter dan bentuk perilaku untuk dirimu sendiri, yang dapat kamu terapkan baik saat sendiri maupun bersama teman-temanmu.”*