Oleh: Fransiskus Manek
OPINI, Bulir.id – Perjalanan Apostolik Paus Fransiakus ke Indonesia tak hanya mendapat sambutan hangat dari umat Katolik melainkan juga segenap rakyat Indonesia. Sejatinya pemimpin umat Katolik sedunia itu merupakan duta perdamaian.
Terdapat beberapa agenda dalam kunjungan kenegaraan dan keagamaan Paus Fransiskus ke Indonesia. Dua agenda yang dapat disebutkan antara lain pertemuan Paus Fransiskus dengan Presiden Joko Widodo pada 4 September 2024 di Istana Presiden dan pertemuan Paus Fransiskus dengan imam besar Nasarudin Umar di mesjid Istiqlal.
Pada kunjungan itu, Presiden Jokowi menyambut hangat Paus Fransiskus dengan menyebutnya sebagai “yang teramat mulia”. Di hadapan Paus, Jokowi juga menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk. Namun dalam kemajemukan itu terdapat harmoni yang menyatukan bangsa Indonesia.
Kunjungan Paus ini pun menambah khasana persaudaraan antar umat manusia. Ia ingin menjembatani dan menembus tembok perbedaan yang seringkali dipertentangkan.
Sekaligus kunjungan Paus Fransiskus ini memiliki makna yang mendalam dengan kemajemukan bangsa Indonesia, yang ditandai dengan tujuh ratus empat belas (714) etnis dan tujuh belas ribu (17.000) pulau yang dihuni. Oleh karenanya kita sebagai entitas ciptaan Tuhan kita perlu menjaga haromoni sebagai sebuah tatanan yang telah diletakan oleh Sang Pencipta.
Para pendiri bangsa ini telah meletakan dasar yang kokoh dengan menjadikan perbedaan sebagai sebuah kekuatan sekaligus sebagai anugerah, sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam sambutannya. Baginya toleransi adalah pupuk untuk keberagaman.
Sementara itu Paus Fransiskus dalam pidatonya beberapa kali menyebutkan semoboyan negara Indonesia “Bhineka Tunggal Indonesia”. Dalam negara Indonesia semua orang saling menghormati. Maka kita perlu menumbuhkan bersama sikap toleransi agar mampu melawan paham ekstrimisme yang dapat berujung pada sikap intoleransi dan melakukan kekerasan antas nama agama. Sebab hambatan untuk mencapai perdamaian adalah bahwa orang tidak menghargai perbedaan.
Banyak sekali konteks di mana tidak ada usaha untuk mencapai keadilan, untuk mencapai kehidupan tanpa kekerasan dan hidup yang bebas. Untuk bisa melewati kekerasan, orang perlu membangung keluarga.
Dalam hal ini filosofi negara Indonesia: Bhineka Tunggal Ika dapat menjadi pedoman untuk mencapai hidup yang penuh keberagaman. Untuk itu sangat dibutuhkan dialog. Dialong menjadi alat untuk menghapus prasangka, menumbuhkan suasana saling menghargai dan saling percaya.
Pada momen pertemuan bersama imam besar Nasarudin Umar yang bertempat di mesjid Istiqlal, Paus Fransiskus menyerukan pentingnya kewaspadaan terhadap dehumanisasi (penghancuran martabat kemanusiaan) dan memikirkan bersama krisis lingkungan hidup.
Paus Fransiskus menghimbau bahwa sebagai makhluk yang beriman, kita perlu memiliki harapan. Dan harapan itu membuat kita tetap berusaha agar kita menjadi juara kasih dalam olimpiade akbar kehidupan ini.
Agenda terakhir yang dilakukan di mesjiq adalah sesi foto bersama imam besar Nasarudin Umar. Dalam kesempatan itu kedua tokoh agama ini menunjukkan kepada umat manusia khususnya orang Indonesia arti penting toleransi.
Imam besar Nasarudin Umar mencium kening Paus Fransiskus sebagai lambang persaudaraan dan persahabatan sesama manusia. Hal itu dibalas oleh Paus Fransiskus dengan mencium tangan Nasarudin Umar.
Dengan sikap tubuh yang demikian, kedua tokoh agama ini hendak mengajak seluruh umat manusia untuk saling menerima satu sama lain. Bahwasannya martabat setiap manusia adalah sama terlepas dari latar belakang agama, suku, ras tertentu. Semua manusia adalah bersaudara di planet bumi ini terlepas dari apa agamanya.
*Fransiskus Manek merupakan alumnus Fakultas Filsafat di IFTK Ledalero yang kini giat dalam pelestarian lingkungan di belantara Borneo.
