Oleh: Lorent Logam*)
Tilik, BULIR.ID – Menyikapi opini saudara Sil Joni CS dalam media elektronik letangmedia.com yang diterbitkan pada (23/3/2021) dan Bulir.id pada Rabu (24/3/21) terkait pernyataan saya mengenai aksi sidak Bupati EE sebagai sebuah bentuk halusinasi, gerakan reflek serta euforia yang berlebihan. Berikut saya kembali kemukaka pendapat saya terangkan sesuai isi kepala mereka (Sil Joni Cs.)
Saya menegaskan bahwa aksi sidak Bupati EE bukanlah sebuah ciri khas atau kebiasan yang dipelihara (dilakukan) oleh sosok EE. Sebagai dasar dari pernyataan ini, saya mengacu pada kondisi pelayanan public serta produk pembangunan pemerintah yang buruk pada masa EE duduk di Legislatif.
Sehingga, jika Sil Jonis Cs mempersoalkan bahwa aksi sidak bukanlah tupoksi DPRD, maka sebaiknya teman-teman perlu mendalami Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dimana fungsi pengawasan DPRD diwujudkan dalam bentuk pengawasan pertama dalam hal Pelaksanaan Perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota;
Kedua, DPRD bertugas mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota;
Ketiga, DPRD bertugas mengawasi pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Artinya jelas bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPRD sebagai lembaga legislatif terhadap pemerintah sebagai lembaga eksekutif dapat diartikan sebagai proses kegiatan peninjauan/kontrol, pemeriksaan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang dilaksanakan untuk menjamin agar semua kebijakan, tindakan atau program yang dilakukan pemerntah daerah khususnya lembaga publik berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pengawasan DPRD dapat dilakukan dengan cara dengar pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan tersebut, DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, pemerintahan dan pembangunan.
Fungsi pengawasan sebagai agenda kerja DPRD dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahapan waktu sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya, yaitu:
Pertama. Preliminary Control, merupakan pengawasan anggota DPRD pada saat pembahasan anggaran.
Dalam pengawasan pendahuluan ini anggota DPRD sangat diharapkan perannya dapat meneliti setiap usulan anggaran khususnya dari penyedia layanan publik, baik dari sisi harga layanan, output maupun outcomes dari setiap jenis layanan.
Kedua. Interim Control, dimaksudkan untuk memastikan layanan publik berjalan sesuai standar yang ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat selama pelayanan dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
Ketiga. Post Control, selain memastikan layanan publik berjalan sesuai harapan, juga diperuntukkan atas evaluasi terhadap target yang direncanakan.
Istilah Sidak atau Control
Dalam sistem pengawasan oleh DPRD memang tidak menggunakan istilah sidak melainkan control atau monitor di lapangan. Tetapi keduanya memiliki nilai representase yang sama yakni memantau di lapangan.
Selanjutnya, temuan DPRD di lapangan nanti dievaluasi melalui mekanisme dan ketentuan yang berlaku sesuai Standar Operasional Peraturan.
Seperti kita ketahui bersama, produk pembangunan zaman Bupati EE berada di lembaga legislatif sangat buruk dan memprihatinkan, belum lagi pelayan public yang ramai diperbincangkan.
Pegawai yang malas-malasan, toilet yang kotor karena penyaluran air bermasalah yang sampai sekarang terjadi. Ini merupakan warisan dan kultur akibat fungsi pengawasan DPRD yang tidak produktif.
Pertanyaan saya yang pertama, apakah produk pembangunan serta pelayanan yang buruk ini dari tahun ke tahun tidak pernah ditemukan atau diketahui? Kalau tidak pernah ditemukan sebelumnya, berarti DPRD kita dari dulu ongkang-angking doang.
Pertanyaan yang kedua, Kalau ini ditemukan dari dulu dan sengaja dibiarkan dengan alasan bukan ranahnya DPRD, saya kira DPRD tersebut gagal paham.
Sekarang begitu EE menjadi bupati, mendadak tancap gas mengeluarkan jurus kramatnya dengan aksi sidak ini. Apakah ini bukan halusinasi namanya? Apakah ini bukan gerakan reflek dan spontanitas? Aksi sidak inikan bagian dari euphoria yang berlebihan semua.
Hal yang tidak pernah terlihat sebelumnya, tiba-tiba di suatu musim dipertontonkan. Sehingga saya menyimpulkan ini gerakan halusinasi, gerakan reflek serta euphoria yang berlebihan.*
*) Lorent Logam adalah Ketua Umum Lembaga Pengkajian Kebijakan Daerah Mabar (LPK-DM)
Catatan Redaksi: Opini pada kolom ini merupakan pandangan pribadi penulis dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis, tidak mewakili redaksi Bulir.id.