Tabur, BULIR.ID – Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Rahmadana menilai hingga saat ini KPK terlihat enggan untuk memanggil beberapa saksi yang diduga terlibat dalam perkara kasus bantuan sosial (Bansos) corona. Ia tidak menyebutkan siapa yang dimaksud. Namun, ia menyiratkan orang tersebut adalah politikus.
“Sampai saat ini KPK terlihat enggan untuk memanggil beberapa orang yang diduga memiliki pengetahuan terkait pengadaan bansos. Terutama oknum-oknum politisi yang selama ini santer diberitakan media,” ungkap Kurnia kepada wartawan seperti dikutip dari kumparan.com Senin (15/2).
Kurnia mewanti-wanti agar tak ada oknum di internal KPK yang berupaya melokalisir penanganan kasus bansos corona Jabodetabek. Lokalisir yang dimaksud adalah agar perkara berhenti hanya kepada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara saja.
“Jangan sampai ada oknum-oknum di internal KPK, entah itu Pimpinan, Deputi, atau pun Direktur, yang berupaya ingin melokalisir penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan paket sembako di Kementerian Sosial berhenti hanya pada mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara,” kata Kurnia
Sebagaimana diketahui, salah satu politikus yang santer kaitannya dalam kasus bansos ialah anggota DPR dari PDIP Ihsan Yunus. Pada 27 Januari 2021 lalu Ihsan sempat dipanggil oleh KPK. Namun saat itu, ia tidak tak hadir karena surat panggilan tak sampai ke tangannya.
Ketika itu, KPK menyatakan akan menjadwalkan ulang pemeriksaan Ihsan Yunus. Namun hampir 20 hari berlalu sejak panggilan awal, nama Ihsan Yunus tak juga muncul dalam daftar panggilan saksi KPK.
Kurnia menambahkan, dalam perkara bansos ini, ada sejumlah hal yang dinilai perlu KPK mendalaminya. Salah satunya ialah pertimbangan Kemensos memberikan jutaan paket sembako pada korporasi-korporasi tertentu.
Sebab, kata dia, berdasarkan regulasi LKPP, penunjukan langsung dalam keadaan darurat dapat dibenarkan jika korporasi tersebut pernah terlibat dalam pengadaan pemerintah dengan produk barang atau jasa yang sama.
“Berdasarkan pengamatan ICW, ada beberapa korporasi yang baru berdiri kemudian langsung mendapatkan proyek sembako dari Kemensos. Bukankah itu sebuah kejanggalan yang mesti ditelusuri lebih lanjut?” kata dia.
Selain itu, hal lain yang dinilai perlu diusut KPK ialah soal dugaan faktor kedekatan dengan Juliari Batubara dalam pemilihan vendor bansos.
“Apakah ada unsur nepotisme karena mereka memiliki kedekatan tertentu dengan Juliari?” ujar Kurnia.
Atas dasar dugaan-dugaan tersebut, ICW meminta Dewan Pengawas KPK untuk secara ketat mengawasi penyidikan kasus bansos.
“ICW meminta kepada Dewan Pengawas untuk mengawasi secara ketat penanganan perkara ini. Jangan sampai ada upaya-upaya sistematis atau intervensi dari internal KPK yang berusaha menggagalkan kerja tim penyidik,” pungkas Kurnia.
Dalam perkara bansos ini, KPK menjerat Juliari Batubara selaku Menteri Sosial serta dua Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos, Matheus Joko dan Adi Wahyono, sebagai tersangka penerima suap.
Ketiganya diduga menerima suap hingga Rp 17 miliar dari 2 rekanan bansos Ardian I M dan Harry Sidabuke. Keduanya pun sudah jadi tersangka pemberi suap.
Suap dilakukan agar perusahaan Ardian dan Harry menjadi vendor bansos sembako untuk wilayah Jabodetabek. Diduga, fee untuk Juliari Batubara berasal dari permintaan jatah Rp 10 ribu dari tiap paket bansos yang disalurkan senilai Rp 300 ribu.
Selain itu, KPK terus mengembangkan perkara tersebut dengan mengusut apakah ada kerugian negara dalam pengadaan bansos. Sebab berembus kabar nilai bansos yang diterima warga tak sampai Rp 300 ribu seperti yang dijanjikan pemerintah.*(Rikard Djegadut).