Tilik, BULIR.ID – Salam sejahtera untuk kita semua
Saya, Aloysius Hartono, saudaramu, kembali menyapa saudara-saudara sekalian, semoga anda semua sehat dan diberkati Tuhan. Amen.
Bagi yang masih ingat tulisan saya “Sudah Bulan Februari 2021, FPI Masih Terus Dikerjai Polisi. Kapan Polisi Setop Bikin Gaduh?”, kini sudah bukan Februari dan Maret lagi, tetapi sudah memasuki bulan April, dan FPI masih belum selesai dijadikan obyek operasi labelling teroris oleh polisi.
Padahal, FPI sudah pasif dan pasrah setelah dibubarkan, mereka tidak melawan. Ternyata… FPI tidak anarkis, mereka kalem dan taat hukum. Namun, justru polisi yang nampak semakin beringas menyerang FPI. FPI tak mereka beri napas sedikitpun untuk membangun diri kembali.
Apakah betul ini karena polisi sedang menjalankan doktrin “Jendral tua” seperti meme yang banyak beredar? Hajar hajar hajar terus FPI (Baca; Eks FPI) secara non stop setiap hari?
Entah punya dosa apa FPI sama polisi… Sampai polisi bagai tidak tidur untuk habis-habisan memberi label Teroris ke FPI, padahal FPI nya sudah mereka bubarkan, tapi masih terus digorang-goreng. Tugas polisi sangat banyak, tetapi pikiran dan energi mereka dikerahkan untuk mengurusi FPI. Apakah mereka digaji rakyat hanya untuk itu?
Kalau kita mau bicara aksi teroris, semua agama mengutuk terorisme, saya tahu pasti itu. Jikalau benar agama Islam mengajarkan terorisme dan memerintahkan umatnya untuk membunuh umat agama lain, tentu saya yang beragama Katolik dan minoritas tidak pernah hidup di bumi Indonesia ini. Faktanya kami mendapat hidup yang layak di Indonesia, tidak pernah diganggu peribadatan kami.
Bagi saya, sungguh aneh, melihat isu bom selalu muncul justru disaat situasi sedang “berpihak” untuk FPI.
Para “teroris” itu justru bekerja untuk merugikan FPI, dan aksi terorisme mereka akhirnya selalu dipakai sebagai dalih untuk menyerang dan mengkambing hitamkan FPI.
Saat ini tuntutan pengusutan kasus Km 50 masih terus dilakukan oleh masyarakat khususnya TP3. Mereka bahkan sudah berhasil bertemu langsung Presiden Jokowi, yang tentu hal ini membuat gelisah para pelaku pembunuhan. Ternyata… Masyarakat masih belum lupa tragedi ini.
Terakhir, TP3 bahkan sudah mendatangi Fraksi PKS dan akan keliling Fraksi lainnya untuk mengupayakan hak angket kasus ini. Makin tak bisa tidur saja Jendral tua dan para pelaku pembunuhan Km 50…
Selain itu, HRS pun nampak leading di persidangan atas berbagai perkara yang ia hadapi di PN Jaktim. Eksepsi nya begitu tajam dan kuat, nyaris tak terbantahkan.
Untuk sedikit mengurangi kegemilangan HRS di persidangan, bahkan khusus saat HRS bacakan Eksepsi, maka livestreaming dilarang dilakukan oleh PN Jaktim. Saat giliran Jaksa bacakan dakwaan, PN Jaktim lakukan livestreaming kembali. Luar biasa…
Tapi disaat itu pula, tiba-tiba.. Blarrr!.. Disaat masyarakat ingin fokus mengawal persidangan HRS dan mengusut kasus Km 50… Bom bunuh diri meledak di pintu gerbang Gereja Katedral di Makassar di hari Minggu (28/3).
Lalu muncul lagi “teroris” perempuan yang katanya mau menyerang Mabes Polri, Rabu (30/3).
Sebelum itu, sejumlah penangkapan sudah dilakukan oleh kepolisian dan Densus pada orang-orang yang disebut sebagai anggota teroris, yang kemudian mereka sangkut pautkan ke FPI.
Sungguh tak bisa dicerna akal sehat, mau menyerang Gereja kok pakai pakaian muslim, bagaimana dia bisa masuk ke dalam Gereja? Sudah tentu langsung dicegah Satuan Pengamanan di pintu gerbang Gereja.
Yang perempuan ini, lebih menggelikan lagi. Mau menyerang markas polisi kok sendirian… nekad sekali. Sudah pasti tak membawa hasil apa-apa, sama seperti pelaku bom bunuh🎉 diri di Makassar, dimana satu jemaat gereja pun tak ada yang lecet, jadi, apa yang sebetulnya tujuan teroris itu?
Kita tak bisa menanyakan langsung ke mereka, karena pelaku mati, jadi andai pun mereka dicuci otak, dihipnotis atau diperintahkan oleh seseorang untuk melakukan aksi terorisme… Kita tidak pernah tahu, dan yang memperalat mereka tetap aman tak tersebtuh, karena pelaku mati.
Ingatlah… Tuhan melarang membuat fitnah, sebagaimana dalam Imamat 19:16, Tuhan sudah berfirman: “Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN”.
Keyakinan saya, polisi terus mengerjai FPI sebagai teroris muaranya adalah untuk menutup tragedi pembunuhan 6 Laskar FPI.
Anda tidak perlu menjadi orang pintar untuk memahami kemana arah labeling “teroris” kepada FPI belakangan ini, yaitu bila FPI sudah dinyatakan sebagai organisasi teroris, maka kasus Km 50 pun tutup buku, pelaku pembunuhan aman karena polisi membunuh para anggota teroris. Simple.
But… Come on pak Polisi…
Permasalahan bangsa ini sudah begitu banyak, perekonomian kita tidak baik-baik saja. Mari kita bekerja bersama-sama membangun bangsa ini. Janganlah energi aparat kepolisian dihabiskan hanya untuk membuktikan (secara paksa) bahwa FPI itu teroris.
Pakar terorisme Sidney Jones pun sudah bilang bahwa FPI sedang berusaha dikait-kaitkan oleh pemerintah dengan aksi terorisme.
Aparat kepolisian harus sadar itu, jangan terus berkeras hati, karena masyarakat sudah cerdas dan paham ke arah mana operasi ini. Upaya rekayasa nya sudah over, berlebihan. Kami muak pak!
Polri tidak boleh dijadikan alat oleh kelompok jahat untuk menghantam sesama anak bangsa, termasuk oleh Jendral tua dan para pembunuh 6 Laskar FPI, yang setelah melakukan kejahatan, mau menjadikan polisi sebagai tameng, dan polisi pula yang disuruh hadapi FPI dan masyarakat.
Sementara si otak pembunuhan santai di peraduan. Oh Jendral tua.. Entah seburuk apa kematianmu nanti.
Aloysius Hartono
Kamis, 1 April 2021
Catatan Redaksi: Tulisan ini sudah dimuat di Adamchannel, kembali ditayangkan di sini untuk kepentingan informasi. Opini pada kolom ini merupakan pandangan pribadi penulis dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis, tidak mewakili pandangan redaksi Bulir.id.