TABUR, BULIR.ID – Kasus dugaan penggelapan dana komite yang diungkapkan salah satu anggota pengurus Yayasan Bina Sari (YBS), Bertolomeus Gadjon atau Eus Gadjon memasuki babak baru. Kasus yang diperkirakan merugikan sekolah mencapai Rp1,3 miliar tersebut melibatkan Kepala dan Bendahara Sekolah SMK St. Gabriel Maumere.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya media ini sudah menayangkan klarifikasi Kepalasa Sekolah (Kepsek) SMK St. Gabriel Mamumere, Stanislaus Adil atas tudingan Eus Gadjon. Terkini, Giliran Eus Gadjon membantah sejumlah poin dalam klarifikasi dari Kepsek Stanislaus Adil itu.
Dalam keterangannya, Eus Gadjon mengatakan sejumlah poin yang disampaikan oleh Kepsek Stanislaus dalam klarifikasinya tidak benar. Menurutnya, Kepsek Stanislaus mencoba mengelabui masyarakat dengan menutupi fakta-fakta yang sebenarnya.
“Soal pembangunan tahun 2020/2021 benar. Tetapi, pada tahun itu tidak ada realisasi fisiknya atau nol persen. Anehnya, meski fisiknya nol persen, tetapi ada realisasi Rp758 000.000 dari anggaran yang direncanakan sebesar Rp750.000.000. Inikan laporan fiktif,” kata Gadjon dalam keterangannya kepada Bulir.id, (13/11/21) malam.
Dikatakan Eus Gadjon, sebagaimana penjelasan Kepsek Stanislaus yang menyebutkan bahwa alasan tidak adanya realisasi pembangunan gedung baru dikarenakan pandemi covid-19. Menurutnya, penjelasan ini sama sekali tidak benar. Sebab jika ini alasannya, terang Eus Gadjon, maka seharusnya dicatat dalam neraca sebagai laporan.
Namun anehnya, Eus Gadjon menambahkan, Kepsek Stanislaus bersama kroninya menyimpan anggaran pembangunan tersebut di rekening bank tanpa dicatat dalam neraca sebagai laporan. Lebih anehnya lagi, dalam rapat bersama, mereka melaporkan bahwa anggaran tersebut sudah terealisasi.
“Kalau pandemi covid-19 jadi alasan penundaan kegiatan pembangunan, seharusnya realisasinya nol persen. Maka uang yang disimpan di rekening bank dan harus dicatat di neraca sebagai laporan. Anehnya, maksudnya apa dana-dana yang disimpan di rekening bank tidak dicatat di neraca sebagai laporan?” tanya Eus Gadjon heran.
Terkait adanya pembangunan fisik berupa dua ruang kelas yang saat ini sedang berjalan, Eus Gadjon menjelaskan bahwa dirinya tidak mempersoalkan itu. Namun ia menggarisbawahi, pembangunan tersebut dilakukan setelah digelar pertemuan dimana yayasan mempertanyakan pembangunan fisik sebagai realisasi dari anggaran yang sudah disahkan seblumnya.
“Saya tidak mempersoalkan yang sedang dibangun sekarang. Namun perlu saya garisbawahi bahwa pembangunan itu dilakukan setelah dalam rapat kita mempertanyakan realisasi dari anggaran yang sudah disahkan sebelumnya. Jadi mereka buru-buru bangun ruang kelas itu,” terang Eus Gadjon.
“Alasan ini juga tidak masuk akal. Kenapa dua ruangan itu tiba-tiba dibangun padahal masih dalam masa pandemi. Kenapa itu bisa? Seharusnya alasan yang sama berlaku juga untuk pembangunan gedung dengan anggaran Rp750 juta itu. Menurut saya, ini ada upaya sistematis untuk menggelapkan dana komite. Bagi yang tidak mengerti prosedur dan mekanisme serta peraturan realiasai anggaran ini, pasti tidak akan mempersoalkannya, raiblah itu duit,” jelas Eus Gadjon.
Lebih lanjut, Eus Gadjon menjawab soal kapasitas dirinya mengungkap dan melaporkan kasus ini ke kepolisian dan media. Ia menilai pertanyaan ini sangat lucu. Sebab, dirinya sebagai masyarakat sekaligus pengurus yayasan memiliki tanggung jawab moril untuk mengungkap kebenaran.
“Saya merasa bersalah dan berdosa jika melihat adanya penyelewengan lalu membiarkannya terjadi. Di mana hati nurani saya? Apalagi ini kan dana komite. Sumbernya dari orang tua siswa. Jadi masa kita kasian orang tua mereka susah payah, banting tulang cari uang untuk membiayai sekolah anaknya, lalu kita selewengkan. Di mana hati nurani kita. Apalagi ini dalam lingkungan pendidikan. Jadi, sekali lagi, pertanyaan ini sangat lucu dan konyol,” tegas Eus Gadjon.
Lebih jauh, Eus Gadjon menambahkan, dirinya mencium adanya dugaan pencucian uang dari kasus ini. Sebab ia juga menemukan adanya simpanan di koperasi Tuke Jung sebesar Rp53 juta lebih atas nama sekolah namun tidak dicatat dalam neraca.
“Setelah kami berdebat. Saya hitung-hitung, seharusnya uang yang tercata di neraca itu sekitar Rp2 miliar. Namun faktanya hanya tercatat Rp600an juta. Rinciannya dana pemeliharaan gedung dan peralatan Rp24.374.500, dana pembangunan gedung Rp758.000.000, simpanan dana pensiun mencapai Rp250.000.000, SILPA Rp571.011.451 dan juga Rp53 juta lebih simpanan di Koperasi Tuke Jung,” tutup Eus Gadjon.
Diketahui, Bertolomeus Gajon atau Eus Gajon salah seorang pengurus YBS mengungkap dugaan terjadinya penyelewengan Dana Komite oleh oknum kepala sekolah SMK St. Gabriel Maumere yang bermain mata dengan bendahara sekolah tersebut. Dana yang diselewengkan diperkirakan mencapai Rp 1,3 miliar lebih.
“Kami sudah mempertanyakan penggunaan Dana Komite tersebut yang jumlahnya mencapai Rp1.358.375.250. Namun kepala sekolah dan bendahara sekolah dan oknum yayasan tidak transparan dalam mempertanggungjawabkan penggunaannya,” kata Bertolomeus dalam keterangannya kepada Bulir.id, Rabu (10/11/21) malam.
Menurut pengakuan Bertolomeus, ada kejanggalan dalam penggunaan dana Komite tersebut. Beberapa kejanggalan yang ia temukan misalnya, tidak adanya transparansi dalam laporan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Tahun 2020/2021.
Selain itu, ada pendapatan jasa giro sebesar Rp17.064.788. Namun anehnya, laporan saldo simpanan di rekening giro tersebut tidak dicatat pada neraca tahun anggaran (TA) 2020/2021. Ia memperkirakan simpanan rekening giro mencapai Rp500 hingga Rp600 juta.
Tak cukup sampai di situ, Bertolomeus juga menemukan proyek fiktif yang dilakukan oleh oknum kepala dan bendaharanya. Dimana pada belanja modal, tercatat biaya perawatan gedung dan peralatan sebesar Rp24.374.250 dan biaya pembangunan gedung baru Rp758.000.000.*(Tim).