Oleh: Djanuard Lj
OPINI, Bulir.id – Pagi sekali seorang sahabat mengirim sebuah video pendek yang sangat bagus, dengan Presiden Soekarno diwawancarai oleh sebuah media Jerman. Ia dengan sangat bagus menguraikan bahwa dalam pidato-pidatonya dipengarui oleh banyak pemikir besar dunia lewat buku yang dilahapnya.
Sang Guru bangsa itu dengan gagah mengemukakan bahwa ia sudah banyak melahap buku sejak muda, sebelum menjadi presiden. Sehingga buku yang dilahapnya tersebut sangat memengaruhi pemikiran politik dan karier politiknya hingga akhir hayat.
Lebih lanjut, Seokarno dengan terang-terangan mengatakan bahwa ia telah lama meninggalkan dunia material dan pergi ke dunia pikiran melalui membaca. Sehingga melalui dunia pikiran inilah, ia bertemu dengan banyak orang hebat dengan pemikiran yang hebat.
Bagi Sang Proklamator tersebut, membaca semua buku yang bagus merupakan upaya untuk bercakap-cakap dengan para pemikir terbaik di abad-abad yang lalu.
Baginya, ketika kita membenamkan diri dalam karya-karya penulis, filsuf dan pemikir besar, kita terlibat dalam dialog diam dengan mereka, memanfaatkan kebijaksanaan, wawasan dan pengalaman mereka.
Buku-buku tersebut menjadi bejana pengetahuan, yang memungkinkan kita untuk melampaui keterbatasan ruang dan waktu kita sendiri, untuk berkomunikasi dengan kecerdasan yang telah membentuk pemikiran dan peradaban manusia.
Setiap halaman yang kita buka merupakan undangan untuk mengeksplorasi ide-ide baru, menantang perspektif kita dan memperdalam pemahaman kita tentang dunia.
Sejatinya, Soekarno dengan indah menggambarkan bagaimana buku berfungsi sebagai saluran untuk pertukaran intelektual. Sekaligus memupuk hubungan antara masa kini dan masa lalu dan mengingatkan kita bahwa mengejar pengetahuan adalah perjalanan bersama melintasi zaman.
Dengan membaca, kita tidak hanya mendapatkan informasi tetapi juga berpartisipasi dalam percakapan yang terus berlangsung yang memperkaya pikiran dan memperluas wawasan kita.
Membaca tidak bisa digantikan dengan menonton atau apa pun yang dimanjakan oleh media teknologi saat ini. Kerja otak hanya bisa dilatih menjadi tajam jika otak berdialog dengan pemikiran lain melaui membaca.
Sebagaimana pisau yang semakin banyak dipakai, semakin tumpul namun berbeda dengan otak manusia, semakin banyak dipakai semakin tajam dan akan tumpul jika tak sering dipakai. Daya bentuk otak akan terus menerus mempertajam kemampuan daya analitis dan kritis.
Rendahnya mutu pendidikan kita tidak hanya dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang memadai melainkan juga mutu para pendidik kita yang jauh dari harapan. Tuntutan administrasi tak jarang menjadi kendala para pendidik memliki waktu luang untuk melahap buku.
Sejatinya para pendidik perlu mengembangkan literasi pada pada tingkat personal. Membaca harus menjadi kebiasaan bagi para pendidik sebelum mereka meminta peserta didik untuk melakukan hal yang sama. Pengembangan ketrampilan literasi untuk peserta didik perlu dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan.
Sekaligus dengan membaca buku, memacu para pendidik untuk merefleksikan pengalaman diri, yang selanjutnya akan mampu membuat rencana aksi untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Sebagaimana pesan guru bangsa Soekarno, para pendidik mesti melepaskan dunia materil dan pergi menuju pada dunia pikiran*