Memahami Konsep Apeiron Filsuf Yunani Kuno Anaximander

0

FILSAFAT, Bulir.id – Anaximander adalah murid Thales yang hidup pada abad ke-6 SM di Miletus (sekarang Turki). Pemikiran dan kontribusinya tersebar di berbagai bidang filsafat, kosmologi, geografi, dan biologi.

Seperti kebanyakan filsuf awal, sangat sedikit karya Thales yang bertahan, dan sebagian besar dari apa yang kita ketahui berasal dari sumber-sumber sekunder seperti karya Plato, Aristoteles, Theophrastus, dan Simplicius.

Sebagian besar pemikir Yunani awal berkecimpung dalam pencarian untuk mengungkap prinsip yang mendasari, atau asal-usul, dari semua hal (yang mereka sebut arche). Anaximander adalah orang pertama yang menyebut arche sebagai ‘apeiron’.

Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘sesuatu yang tak terbatas’. Apeiron terdiri dari dua kata ‘A’ yang berarti ‘tanpa’ dan ‘peri’ yang berarti ‘pagar’.

Ia percaya bahwa prinsip pertama bukanlah salah satu dari unsur-unsur tersebut, tetapi memiliki ‘sifat’ yang lain. Unsur-unsur material itu terbatas, tetapi apeiron tidak terbatas, yang membuatnya tidak dapat ditentukan, dan karena itu ia tidak dapat dikonseptualisasikan, ia berada di luar definisi.

Ketika ia menyebut apeiron ‘tidak terbatas’, ia menyiratkan bahwa ia tidak terbatas secara spasial dan temporal (implikasi kualitatif atas kuantitatif).

Apeiron sebagai Asal Usul 

Apeiron adalah ‘abadi, tak lekang oleh waktu, dan mengelilingi semua dunia’. Ia sendiri tidak memiliki arche, tetapi ia adalah arche dari yang lainnya. Ia tidak bisa mati dan tidak bisa dihancurkan. Namun, Anaximander percaya bahwa dunia itu sendiri tidaklah abadi dan ada siklus kehancuran dan penciptaan.

“Segala sesuatu memiliki asal mula. Yang Tak Terbatas tidak memiliki asal usul. Karena jika demikian, ia akan memiliki batas. Selain itu, ia tidak terlahir dan abadi, menjadi semacam asal mula. Karena apa yang telah ada juga, tentu saja, memiliki akhir, dan ada akhir bagi setiap proses penghancuran” (Fisika, Aristoteles).

Kematian hanyalah kembalinya ke apeiron (karena ia melenyapkan karakteristik) dan kelahiran adalah perkembangan karakteristik dari apeiron. Gagasan Aristoteles tentang formless matter’ atau ‘prime matter’ berasal dari apeiron. Selain itu, gagasan tentang singularitas, kekhususan unik atau peristiwa tunggal dalam sejarah, muncul dari konsep apeiron.

Apeiron sebagai yang Tak Terbatas

Premis 1: Karakteristik adalah kondisi yang membatasi.

Premis 2: Apeiron tidak terbatas. Karena tidak memiliki karakteristik, apeiron dapat mengakomodasi semua karakteristik.

Kesimpulan: Keragaman dunia/alam semesta dapat dijelaskan melalui apeiron.

Ia tidak memilih elemen yang dapat diamati karena itu berarti bahwa arche akan memiliki karakteristik yang menentukan dan tidak akan mampu mengakomodasi keragaman yang tak terbatas. Alasan lain untuk tidak memilih elemen adalah bahwa jika salah satu lebih kuat daripada yang lain, itu akan menghancurkan/menelan mereka.

Namun karena semua elemen yang dapat diamati ada bersama-sama, pada saat yang sama, dalam keseimbangan pasti ada prinsip dasar pertama yang mendasarinya yang menjadi asal mereka dan yang memastikan bahwa mereka tetap seimbang. Itulah apeiron (diatur oleh prinsip keadilan/keseimbangan/akal).

Prinsip Berlawanan

Apeiron selalu bergerak. Di dalamnya terdapat berbagai macam karakteristik (tetapi, ia sendiri tidak dapat ditentukan). ‘Prinsip yang berlawanan’ inilah yang bertanggung jawab untuk menghasilkan sesuatu. Hal-hal yang berlawanan ini adalah panas dan dingin, basah dan kering, dan seterusnya yang dapat terpisah karena gerakan yang terus-menerus.

Mereka membentuk lingkaran konsentris yang membentuk benda-benda langit di sekitar bumi, yang merupakan massa berbentuk silinder. Ia percaya bahwa matahari dan bulan adalah cincin api berongga, dan bahwa transisi bulan dalam fase yang berbeda terjadi karena perubahan bentuk lubang.

Kita sekarang tahu bahwa kosmologinya salah. Namun, menarik juga bagaimana ia mengemukakan teorinya hanya dengan pengamatan dan imajinasi belaka.

(Prinsip berkawanan ini juga dapat ditemukan dalam ide tesis, antitesis, dan sintesis Hegel.)

Apeiron dan Kesetaraan

Anaximander menunjukkan kelemahan argumen Thales dengan bertanya, di atas apa air itu bertumpu? (Masalah kemunduran tak terbatas)

Dia menyadari perlunya jenis elemen yang berbeda untuk menghindari kemunduran yang tak terbatas, sehingga dia membangkitkan sebuah kekuatan sebagai gantinya kesetaraan (keadilan). Bagi orang Yunani, konsep keadilan sangatlah penting, dan inilah mengapa hal ini menjadi kebajikan utama dalam pemikiran mereka. Hal ini kemudian diadopsi oleh Plato.

Ia percaya bahwa bumi tetap diam karena kebutuhan dan kesetaraan. Karena bumi berada di pusat alam semesta (model geosentris diterima secara luas saat itu) dan berjarak sama dari segala sesuatu, tidak ada alasan yang cukup baginya untuk bergerak. (Ia adalah orang pertama yang berpendapat bahwa tidak ada apa pun di bawah bumi yang menopangnya.)

Dia percaya bahwa bumi tetap diam karena kebutuhan dan kesetaraan. Karena bumi berada di pusat alam semesta (model geosentris sebagian besar diterima pada saat itu) dan memiliki jarak yang sama dengan segala sesuatu, tidak ada alasan yang cukup untuk bergerak. (Dia adalah orang pertama yang menyatakan bahwa tidak ada apa pun di bawah bumi yang menyokongnya).

Penting untuk menyadari bahwa meskipun kesimpulan mereka mungkin salah, mereka mencoba memahami realitas yang ‘diberikan’ melalui pendekatan naturalis mereka, semuanya tanpa melibatkan Tuhan. Mereka memiliki penjelasan rasional, bukan penjelasan teologis/mitologis.

Catatan Akhir

Kontribusi Anaximander tidak terbatas pada apeiron sebagai arche. Ia juga merupakan salah satu ahli biologi evolusi pertama. Ia menulis tentang hakikat kehidupan dan mungkin memberikan teori evolusi pertama.

Ia memahami pentingnya lingkungan untuk kelangsungan hidup dan percaya bahwa keberadaan kita merupakan manifestasi dari perubahan yang terus berlangsung. Pemikirannya bersifat ‘Darwinis’ lebih dari dua milenium sebelum Darwin muncul.

Selain itu, ia juga dipercaya sebagai penggambar peta dunia yang pertama kali. Dia juga mengemukakan konsep alam semesta terbuka dan bukan alam semesta tertutup, sehingga mematahkan citra alam semesta sebagai kubah langit.*