Membaca Derita Umat Manusia dan Intervensi Alam

0
Fenomena Gulungan 'Awan Tsunami' di Kota Makassar juga Pernah Terjadi Sydney - Tribun Travel
Fenomena Gulungan 'Awan Tsunami' di Kota Makassar juga Pernah Terjadi Sydney - Tribun Travel

OPINI, BULIR.ID – Alam merupakan berkah bagi manusia. Alam dan segela yang terkandung di dalamnya merupakan kekuatan dan sumber bagi kehidupan manusia untuk menopang keberadaannya. Manusia dapat mengembangkan dirinya melalui pengolahan sumber daya alam. Dengan, alam manusia dimampukan untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban.

Namun sayangnya, perkembangan teknologi pada zaman kontemporer ini mendorong percepatan penghancuran akan alam. Sumber daya alam yang terkandung, baik di dalam maupun di luar perut bumi dikeruk habis-habisan oleh raksasa ekonomi yang mengatasnamakan percepatan ekonomi. Negara lalu membentuk aliansi dengan para kapitalis global. Negara beralasan bahwa itulah satu-satunya cara untuk bangkit dari kemiskinan.

Negara pun menyambut baik investasi tersebut dengan tidak lagi memperhatikan dampak lingkungan. Negara seolah berpihak pada kapital global dengan mengorbankan masyarakat yang ada di sekitarnya. Masyarakat menjadi penonton di tempat sendiri, sedang kekayaan alam dikeruk dan dibawa keluar.

Persoalannya, ketika negara tunduk pada kapital global, maka berbagai krisis pun akan tercipta. Komunitas lokal akan dirugikan, baik soal tanah, udara maupun air bersih. Dan seperti biasa, dalam hal ini, orang miskin dan marginal yang tak punya kekuatanlah yang akan dirugikan paling besar.

Kerusakan hutan, pencemaran udara dan air terjadi dalam intensitas yang mengerikan sehingga menimbulkan krisis lingkungan, misalnya krisis air, kebakaran hutan ataupun gagal panen. Selanjutnya, ini menciptakan krisis pangan, kesehatan dan masalah kemiskinan.

Pada titik tertentu, kemiskinan mendorong orang menempuh jalan-jalan kekerasan untuk memperjuangkan nasib hidupnya. Perang pun lalu dilihat sebagai jalan cepat untuk mengubah tata kelola ekonomi politik, sehingga kesejahteraan bisa terwujud. Jalan tercepat untuk menciptakan perang adalah dengan mendirikan kelompok pemberontak semisal Kelompok Kekersan Bersenjata (KKB) di Papua.

Ancamaan terbesar dari kerusakan lingkungan adalah perubahan iklim global yang membawa begitu banyak bencana. Aktivis lingkungan dan ilmuwan khawatir kehancuran bumi terjadi akibat eksploitasi alam yang masif. Perusakan hutan secara masif juga memberikan sumbangan besar terhadap menipisnya lapisan ozon bumi. Adanya peningkatan suhu bumi yang berujung pada mencairnya es di kutub.

Ingat bahwa hidup manusia tidak terlepas dengan alam. Prinsip harmoni di Timur mengatakan bahwa ketika manusia menghormati alam maka alam pun akan menghormati manusia. Dengan demikian keselarasan antar manusia dan alam perlu dijaga.

Kardinal Ignasius Suharyo dalam homili Minggu Paskah 2020, menyampaikan bahwa, wabah Covid-19 yang menyerang umat manusia merupakan reaksi natural atas kesalahan manusia secara koletktif terhadap alam. Wabah muncul karena manusia merusak tatanan dan harmoni alam, sehingga membuat alam tidak seimbang.

Di sini jelas bahwa alam memiliki konsistensi tertentu. Manusia mungkin bisa mengintervensi proses alamiah, tetapi tidak dapat memodifikasi hukum-hukumnya. Dalam arti ini, kodrat alam bebas dari intervensi manusia, sebab alam memiliki dinamismenya sendiri.

Dinamisme natural memiliki konsistensi sendiri, terlepas dari kehendak manusia. Intervensi manusia hanya mampu memproduksi entitas-entitas yang identik dengan entitas-entitas natural yang ada, bahkan yang tidak pernah ada, yang juga memiliki kesatuan stuktural dan dinamika.

Akan tetapi, kita hanya bisa mendekati keserupaan, tidak benar-benar sama. Jadi, ada tingkatan atau gradus dalam yang alamiah dan yang artifisial.

Intervensi-intervensi manusia atas alam cenderung merusak dari pada melestarikannya. Seperti yang ditegaskan oleh Kardinal, munculnya berbagai penyakit baru misalnya Covid-19, diakibatkan oleh ketidakseimbangan alam sehingga membuat tubuh manusia tidak seimbang pula, imunitas melemah sehingga manusia menjadi rentan terhadap wabah.
Seharusnya, alam memiliki caranya sendiri untuk meredam wabah tetapi kerena kerusakan alam, wabah menjadi tidak terbendung. Hal tersebut terjadi karena manusia telah merusak tatanan dinamisme natural.

Dinamisme itu akan bergerak terus menerus dan manusia tidak mampu melakukan intervensi. Intervensi manusia pun hanya bisa dengan entitas-entitas yang identik dengan entitas natural yang ada misalnya dengan melakukan pencegahan dengan menciptakan vaksin-vaksin baru yang hanya bersifat mencegah.

Oleh sebab itu prinsip keselarasan perlu dijaga oleh manusia modern yang menganggap diri sebagai pemilik tunggal atas alam. Manusia hanya perlu mengingat bahwa manusia terikat dengan alam atau kosmos karena manusia bagian integral darinya. Manusia hidup di dalam dan darinya.

Di samping itu, sebagai bagian dari alam kodrati, manusia tunduk pada hukum-hukum alam. Akan tetapi, manusia bisa juga mengenalnya, menggunakannya, merefleksikannya, mengaturnya demi kepentingannya.

Pemahaman akan alam tentu saja menuntut perilaku dan sikap-sikap etis tertentu supaya keberlangsungan hidup manusia dan alam tetap terjamin. Pandangan tertentu akan alam yang eksploitatif tentu hanya akan merugikan keberlangsungan manusia.

Dengan demikian dalam memanfaatkan sumber daya alam, manusia harus memiliki etika dan tanggung jawab moral terhadap generasi yang akan datang. Manusia semestinya memanfaatkan sumber daya alam tanpa mengeksploitasinya. Sesungguhnya manusia bukan pemilik melainkan manusia diberi hidup oleh alam sebagai Ibu Bumi.

Manusia secara absolud bergantung pada alam sebab alam adalah rumah bagi manusia. Manusia harus bersikap adil terhadap alam. Alam mestinya diperlakukan sebagai subjek moral, tidak dirusak dan dimusnahkan secara semena-mena.*

Salam Redaksi

Djanuard Lj