Rindu Yang Tak Kan Pernah Sampai

0

Rindu Yang Tak Kan Pernah Sampai

Oleh: Marsel Koka
(Cerita ini merupakan lanjutan dari cerita yang berjudul Pergilah)

Memang pernah ada cinta yang menopangku,
Kau selalu kurindukan jadi masa depanku
Bahkan saat itu, aku matian-matian menahan laju jarum jam menahan cinta kita
Agar kita, kau dan aku dapat bertahan lebih lama,
Aku matian-matian menjadikan kita ada,
Namun menjelang senja kau gegas beranjak
Membiarkan aku berantakan terluka.

Peristiwa senja itu masih membekas. Kini Aurel hanya berusaha untuk merawat hatinya agar bisa kembali normal seperti yang semula, saat Ia belum mengenal apa itu cinta dan laki-laki yang ia sebut Abel. Hari-harinya kadang dilewati dengan begitu berat. Lebih-lebih ketika semua kenangan bersama Abel muncul tiba-tiba.

Ia selalu berusaha menjadi wanita tegar dan sejauh mungkin tentang pria itu dilupakan. Tak boleh ada lagi. Anggap saja tak pernah terbentuk cerita cinta antara dirinya dan laki-laki itu. Bila perlu semua perjumpaan, perkenalan, pacaran dan tunangan yang sudah-sudah tak benar-benar ada. Itu semua hanya mimpi. Ia hapus pelan-pelan dan memulai dari awal kembali.

Aurel sudah berjanji untuk mendiamkan itu semua. Membiarkan dirinya merasakan sakit dan getir di hatinya ketika dikhianati. Tak sedikitpun Ia buka. Termasuk ke orang tuanya. Tidak. Apalagi ke teman curhat. Tidak akan pernah lagi. Baginya teman adalah musuh terdekat yang bisa melukai kapan saja.

Sudah tidak ada kontak, sudah tidak ada komunikasi baik ke laki-laki itu maupun Amel. Dia hanya mendoakan kebahagiaan mereka berdua sambil mengakrabkan luka dihatinya.

Sejak saat itu, ia hanya bisa mempercayai puisi. Baginya, puisi menjadi semacam jembatan untuk mengatakan segala sesuatu dan membiarkan luka dihatinya pergi. Satu yang ditulisnya adalah demikian:

Memang pernah ada cinta yang menopangku,
Kau selalu kurindukan jadi masa depanku
Bahkan saat itu, aku matian-matian menahan laju jarum jam menahan cinta kita
Agar kita, kau dan aku dapat bertahan lebih lama,
Aku matian-matian menjadikan kita ada,
Namun menjelang senja kau gegas beranjak
Membiarkan aku berantakan terluka.

******

Sekali lagi sejak saat itu, Aurel tidak saja benci pada senja dan pantai tapi sepenuhnya Ia benci pada laki-laki. Apalagi laki-laki yang itu. Baginya laki-laki tak lebih dari seorang yang pandai memperdayai wanita dengan lidahnya, namun di lidahnya pula ia menyembuyikan kebohogannya. Ia tahu itu. Hidup dalam kesendian terasa lebih nyaman dan menggairahkan. Kesendirain membuatnya lebih bebas menjaga hati dan merawat hatinya.

Di tempat kerja barunya ia terus menjadi sosok yang dibanggakan karena kepawaiannya dalam menjalankan tugas dan urusan kantor. Kecantikannya pun tak sedikit membuat banyak pria ingin merebut hatinya. Namun tak sungguh ia percayakan. Satu dari deretan laki-laki yang mencuri perhatianya adalah Nick.

Perjalanan cinta keduanya boleh dibilang unik. Berulang-kali diputusi namun kembali jadian. Seringkali Nick menangis karena cintanya ditolak Aurel. Namun Ia berjuang, lalu mendapatkannya kembali. Posesive dan memiliki cinta yang murni pada Aurel. Walau awalanya Aurel ragu akan cintanya namun ia kembali yakin bahwa Nick adalah pria yang menjadi pendamping hidupnya. Semoga tidak jatuh pada lubang yang sama.

Semua berjalan apa adanya. Cinta keduanya bertumbuh begitu unik namun sangat menyakinkan. Aurel yang dahulunya ragu, kini komit pada Nick. Katanya:
Sudah lama aku menutup hati ini, namun perlahan-lahan terbuka setelah mengenalmu, mulutku tak bisa kaku lagi untuk mengatakan Aku cinta kamu!

Aurel percaya sepenuhnya pada cinta dan ketulusannya. Semua menjadi lebih sempurnah karena dimantapkan oleh kedua keluarga. Sepakat mereka akan menjadi pasangan hidup. Suami dan istri. Sehidup semati. Selamanya. Tinggal tunggu hari pernikahan.

*****

Seperti bulan dan bintang yang selalu setia menemani malam, begitu pula hubungan Abel dan Amel. Hari-hari dijalani begitu indah seperti kebanyakan pasangan. Tak pernah mereka lewati hari tanpa bermesraan dan memberi diri satu sama lain. Walaupun mereka belum resmi menjadi suami istri.

Namun segala sesuatu mengalir tak ada yang tinggal tetap. Termasuk hubungan Abel dan Amel. Semuanya berubah tiba-tiba. Sesungguhnya Amel adalah wanita yang cintai Abel karena wajahnya bukan karena hatinya. Demikian sebaliknya. Abel adalah pria yang cintai oleh Amel karena hartanya bukan karena hatinya. Soal hati dua-dua gagal. Cinta mereka lahir karena paras dan harta. Lagi-lagi bukan karena hati yang saling mengasihi. Tidak.

Tak ada yang bisa dipertahankan selain berakhir. Itu yang ada dalam benak Abel. Apalagi bukan rahasia kalau Amel sering bermain hati. Bukan hanya satu kali melainkan seringkali. Abel terluka dan putus asa. Dia hanya ingin meminta Aurel untuk merajut kembali cinta yang dulu pernah ada. Tinggal dan bertahan dalam cinta plastik membuatnya terus disakiti.

“Pokoknya sebelum semua menjadi rumit, saya harus kembali pada Aurel. Entah kapan dan bagaimana caranya, harus terjadi! Aurel adalah rindu dan masa depanku. Batinnya.

*****

Hari menjelang senja. Aurel sendirian di depan rumah. Ia mengakrabi senja dengan dirinya. Sambil sesekali membiarkan air jatuh pada pot-pot bunga yang sebagianya mulai layu karena terik siang hari. Bunga. Ada yang baru tumbuh. Ada yang sudah mati. Namun selebihnya mulai bermekaran. Seperti hatinya.

Sebuah motor MX hitam berhenti. Setelah seorang pria datang mendekat. Ia masih ingat. Ia Abel yang pernah menjadi masa lalunya. Wajahnya layu tak semangat.

Aurel, bolehkah rindu kita bersua kembali? Jujur, hanya padamu aku menemukan cinta dan harapan! Sapanya pelan-pelan!

Aurel menjawab. Tak banyak.
Kita adalah rindu yang tak kan pernah sampai. Kau bukan lagi jantung di hatiku, bukan lagi satu-satu yang aku pikirkan, Kau adalah masa lalu dan masa-masa gelapku.

MAAF! Jawab Aurel tegas!
Tak lama berselang Nick tiba. Jam kantor baru selesai. Mendekati Aurel lalu memeluknya. Sesaat sesudanya bercuiman, begitu dalam dan begitu akrab. I love you sayang. I love you too.

Sambil menyodorkan tanggnya, Aurel berkata:
Jangan lupa ya, ikut acara pernikahan kami, aku dan Nicko suamiku. Ini kartu undangannya. Kata terakhir Aurel sambil cepat-cepat menutup pintu rumah.

Semuanya terjadi persis di depan Abel. Sangat jelas dan sangat dekat.
Hatinya perih dan berantakan, lalu pulang.*

 


*Penulis: Marsel Koka merupakan salah satu alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero kelahiran Minsi-Riung Barat, Bajawa, Flores-NTT. Kini ia mendedikasikan serta mempersembahkan dirinya sebagai pekerja di ladang Tuhan. Sekarang ia Tinggal  di Rogasionist Maumere-Flores, sebuah rumah pembinaan bagi para calon pekerja di ladang Tuhan.