MENGINTIP CAKRAWALA-7:
HANYA SEKALI
engkau datang sekali, tidak dua kali
cinta pun bersemi, sekali, tidak dua kali
bersemayam abadi dalam sanubari
einmalig, hanya satu kali
jikalau aku mengintip cakrawala bukanlah maksudku untuk mengada-ada
hanya untuk memastikan di langit biru terbentang pelangi yang mempersatukan dua anak manusia
menjadi apa kah engkau, hanya gelar
tahukah engkau bahwa gelar adalah sebutir debu
ada dan akan ditelan waktu
di bentangan cakrawala, segala gelar bermuara pada keabadian
ialah dalam cinta yang pernah sekali terucap, kekal
yah, cinta kita, datang sendiri
einmalig* dan tidak dua kali
****
* einmalig (kata Jerman) = satu kali
***
( ’21)
MENGINTIP CAKRAWALA-8:
IALAH KEKASIHKU
ke cakrawala tak berbatas, aku melukis rinduku padamu; maka mengintip cakrawala tak pernah membuatku bosan; merindukanmu bukanlah kesengsaraan; namun hanyalah mengadirkan kenangan; bayang-bayangmu terlukis di kanvas hatiku; memantul indah di kaki langit; terpajang di sudut-sudut sanubari
hatiku penuh lukisanmu; membayang-bayang hadirmu selalu; engkau pun sudah tahu; oh cakrawala tak berbatas, turun dan lekatkanlah di sini, bayang-bayang itu; aku kenali wajah itu; ialah kekasihku
MENGINTIP CAKRAWALA-9:
AMAT GANJIL
kadang-kadang rindu diabadikan dengan cara amat ganjil; dibiarkan terus tumbuh menyusun perasaan-perasaan baru seperti tumbuhnya kuncup-kuncup daun; dibiarkan terpisah dan tak dapat saling menyentuh; seperti sebuah cetakan untuk terus mengabadikan rindu
menembus cakrawala telah aku intip dari sini, sendiri; juga inilah caraku amat ganjil; menyemai rindu dalam kalbu; mengabadikan cinta yang mengatasi ruang dan waktu; aku di sini, kekasih di sana bukan ihwal yang didebatkan; di bawah cakrawala biru, ketakterbatasan cinta menjadi nyata
***
*) Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menahbiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta.