*Oleh: Rantho Dannie
Hampir ia dirajam mati…
Karena tidur di banyak ranjang…
Ranjang pemuas birahi…
Para lelaki hati belang…
Usai puas, mereka leluasa…
Melempar salah pada dia…
Karena mereka sudah lihai…
Sembunyi selumbar sendiri…
Di hadapan ‘Dia’, mereka ngotot…
Hukum saja dia pakai otot…
Namun Dia punya solusi berbobot…
Pergilah! Jangan lagi dosa dibuat…!
Solusi yang tidak mendadak…
Perlu waktu diam sejenak…
“Menulis di tanah…”
Sampai diam itu berbuah…
Solusi itu ampuh…
dia sembuh dari “sakit…”
dia pergi dengan hati legah…
Dan jadi saksi Dia bangkit…
dia serupa dia yang viral…
Hampir “mati” sebelum ajal…
Dirajam batu-batu pelontar…
Berlabel hujatan di kolom komentar…
Sebab dia serupa dia tadi…
Pemuas “nafsu” muda-mudi…
Sampai “melacuri” ekaristi…
Di pelataran mezbah suci…
Tentu itu bukan niat…
Karena serupa “DIA”, dia terikat…
dia mungkin terbius konteks…
Sampai lupa lagu liturgis…
Tentang “dia”, perlu waktu diam…
Diam mencari cara adem…
“Menulis di tanah…”
Pasti diam itu berbuah…
Hujatan itu hanya prahara…
Yang menghantam “biduk” mereka…
Biarkan kita jadi samudera teduh…
Menaungi mereka ke tepat arah…
Mereka pasti akan “sembuh…”
(10.8 am)
*Penulis: Rantho Dannie merupakan alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero. Beliau sekarang sedang menebarkan benih kebijaksanaan (staf pengajar) salah satu lembaga pendidikan di tanah Merauke-Papua.
